Nasib dibagi menjadi dua. Keberuntungan dan kesialan. Sayangnya nasib tidak bisa diperjualbelikan. Kalau kesialan bisa dijual, aku pasti sudah kaya.
Ini adalah hari minggu yang cerah, awan biru dihiasi banyak kapas putih beterbangan di langit. Aku duduk di kafe ditemani cewek yang wajahnya dapat mencerahkan hari orang yang melihatnya ---jika orang itu tidak tau sifat buruknya.
Cynthia duduk di sebelahku. Memakai kaos kasual putih berbahan tipis dan bawahan rok warna biru tua. Rambut cokelatnya tergerai bebas dihiasi satu ikatan ke belakang.
"Kamu ngapain sih ngeliatin aku terus? Tatapan kececurutan kamu itu menjijikan!"
Cynthia bicara sambil menutupi tubuh dengan lengan.
"Tatapan kececurutan itu kayak gimana?! Aku liat kamu karena nggak ada objek lain buat diamati aja!"
"Kamu pikir aku biji kacang hijau jadi objek pengamatan?"
"Aku jadi keingat di SMP pernah ada tugas penelitian menanam biji kacang hijau, dan aku jadi satu-satunya siswa yang remidi."
"Kenapa bisa kamu remidi di tugas mudah begitu?"
"Jadi aku dulu punya rasa penasaran yang tinggi. Aku nyoba menanam kacang hijau yang lain."
"Kacang hijau yang lain?"
"Iya. Kacang hijau yang terbungkus dalam kulit memanjang."
"Kacang kedelai?"
"Bukan."
"Kacang panjang?"
"Bukan. Kacangnya besar."
"Maksud kamu pete?"
"Iya itu."
Seketika Cynthia meledak dengan tawa.
"Bhahahahaha. Cecurut! Kamu itu oon banget ya."
"Yah. Namanya juga orang penasaran."
"Hahahaha. Penasaran kamu itu di luar kapasitas dimensi manusia. Itu pasti rasa penasaran level dimensi cecurut ya. Ahahahahaha."
Kenapa aku ceritain itu ya. Harusnya aku tau pasti bakal diketawain.
"Dah lah! Berhenti ketawanya."
"Ahahahah. Aduh. Aku sampe nangis."
Cynthia mengelap jari ke matanya.
"Trus biji pete tumbuh nggak, Cecurut?"
"Muncul tunas kecil. Makanya aku pede aja buat ngumpulin. Ternyata meskipun warnanya hijau, itu nggak diterima sebagai kacang hijau,"
"Ahahahahaha. Yaiyalah."
Cynthia tertawa lagi. Senang banget dia ketawanya. Tapi tawa itu harus berhenti ketika mendengar ucapan dari lelaki yang baru datang.
"Jadi ini maksud kamu? Kamu nyuruh Cynthia ngajak aku makan supaya kamu bisa pamer kemesraan sama Cynthia gitu ya?"
"A-Aldi?!"
Ini adalah rencana yang dibicarakan oleh Cynthia kemarin. Kedatangan Aldi kesini sudah sesuai rencana. Tapi respon barusan itu di luar dugaan.
Aku berdiri dari kursi.
"Aldi! Kamu jangan salah paham gitu! Aku s—"
Ucapanku dihentikan oleh pukulan dari Aldi yang melayang tepat ke wajahku. Pukulannya sangat keras sampai bikin aku terjatuh ke lantai.
Sakit.
Sakit banget.
"C-Cecurut!" suara Cynthia bernada panik.
Perhatian dari orang-orang yang sedang makan di meja lain jadi terpusat kesini. Termasuk staff yang sedang mengantar makanan juga jadi sejenak berdiri menyaksikan.
Menyadari aksinya dilihat banyak orang. Aldi segera melangkah pergi tanpa berkata apa-apa.
"Cecurut! Kamu nggak apa-apa?"
Cynthia menghampiriku.
"Nggak usah pedulikan aku. Kamu kejar Aldi aja, Mak Lampir. Kalo kamu yang ngomong mungkin Aldi mau mendengarkan."
"O-oke!"
Cynthia berdiri lalu bergegas menyusul Aldi.
Sial.
Sial Sial!
Kenapa malah jadi begini?
Aku kemudian bangun dan kembali duduk ke kursi sambil berharap. Saat ini aku hanya bisa bergantung ke Cynthia. Kalau aku ikut kesana nanti hanya akan timbul masalah baru.
Kunanti dan kutunggu kedatangan Cynthia kembali bersama Aldi. Kemudian satu sosok yang kunantikan datang. Dengan ekspresi wajah dipenuhi rasa bersalah.
Cynthia kembali seorang diri. Nampaknya ia gagal membujuk Aldi.
Aku ingin marah. Sangat ingin. Tapi aku nggak bisa menyalahkan Cynthia. Kejadian ini di luar kemauannya juga.
Hubungan persahabatan antara aku dan Aldi kini tidak bisa kusebut mengalami keretakan. Kata yang tepat adalah mengalami kehancuran. Hancur berkeping-keping sampai tidak bisa disatukan lagi.
***
-----------------------------------------------
Bersambung~
-----------------------------------------------Writer notes:
Terimakasih sudah membaca Melody Chapter 18!
Semoga kamu suka sama ceritanya yaa~ >_<
Jangan sungkan untuk memberi komentar dan membagikan cerita ini ke teman-teman~
A big appreciate for all my beloved readers <3
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Story Isn't Romance Tragedy!
Teen FictionKisah seorang pemuda bernama Alan Naufal yang tidak pernah mendapat keberuntungan dalam hal percintaan. Sebenarnya Alan tidak ingin terlibat dalam percintaan. Karena ia tau, tidak pernah ada kebahagiaan yang bisa didapatkan dari situ. Dan ia percaya...