Chapter 09: Lindungi adikmu dari predator!

950 58 54
                                    

UTS. Kamu pasti beranggapan kau UTS itu adalah ajang tolak ukur ingatan dan pemahaman materi. Ya. kamu memang benar. Bagi murid pintar, memang begitu rupa UTS.

Tapi, bagi murid bodoh sepertiku, UTS adalah ajang tes hoki.

Kenapa begitu?

Aku nggak bisa memahami pelajaran dengan baik. Berusaha mengingat pun pada akhrnya lupa. Jika aku bersikeras mengingat, biasanya yang kuingat nggak keluar di soal.

Jadilah UTS sebagai ajang tes hoki.

Pertama, posisi bangku harus hoki. Semakin di belakang semakin bagus.

Kedua, teman-teman di area sekitar juga harus hoki. Pintar dan nggak pelit adalah parameter hoki tertinggi.

Terakhir, pengawas. Ini sifatnya random karena pengawas biasanya berganti-ganti di setiap pelajaran. Tapi akan lebih bagus kalau pelajaran rumit seperti Matematika dan Fisika diawasi oleh orang yang santai, cuek, dan nggak banyak jalan-jalan.

Itulah tiga tes hoki yang harus kulalui dalam setiap ulangan.

Sistem UTS di SMK Grafika Cibinong ini menggunakan nomor peserta.

Seperti Ujian Nasional aja.

Menurutku untuk ukuran UTS ini berlebihan. Tapi mau gimana lagi. Aku bukan anggota ormas yang gampang bikin demo setiap kali ada kebijakan yang dirasa memberatkan.

Nomor yang kudapat adalah 02-023. Bentuk kartu pesertanya seperti fotokopian kartu pelajar.

Aku berjalan di koridor sekolah. Kulihat di setiap jendela kelas terpampang kertas bertuliskan angka-angka yang menandakan ruang dibagi berdasarkan nomor peserta.

Yaampun. Tambah merepotkan aja.

Di lantai bawah ada ruang 01-001 s/d 01-020, 01-021 s/d 040, dan nggak ada ruang yang awalannya 02.

Naik tangga ke lantai dua, di kelas pertama bertuliskan 02-001 s/d 02-020. Kalau begitu kelas setelahnya pastilah 02-021 s/d 02-040.

Tebakanku benar. Berarti kelasku ada disini.

Masuk ke kelas, aku melihat wajah-wajah asing yang belumm pernah kulihat di kelas.

Nggak.

Ada juga beberapa anak dari kelasku. Aku bahkan melihat Fenny di bangku barisan belakang.

Apa dua kelas dicampur dalam satu ruangan?

Astaga. Ini super duper merepotkan!

Kukira ini nggak akan bisa lebih merepotkan lagi. Sampai kutemukan mejaku ada di barisan paling depan. Lebih buruk lagi ini meja terdekat dengan pengawas.

Kalau pengawasnya ikut mengerjakan soal, aku bisa aja mengintip jawaban miliknya dari tempatku.

Ah. Ini yang terburuk. Di dalam posisi bangku seperti ini, tes hoki kedua dan ketiga sudah nggak berlaku.

Siapapun teman di sekitar, seperti apapun pengawasnya, aku nggak akan bisa apa-apa kalau aku dan pengawasnya sudah seperti sedang makan siang bersama begini.

Aku duduk terlemas di pangkuan meja kayu. Mempersiapkan hati dan mental untuk hujan remidial yang akan datang.

Pletokk.

Saat sedang meratapi nasib, kepalaku serasa ditiban benda keras.

Seketika aku bangun dan hampir saja terpesona dengan pemandangan yang terperangkap di mataku.

Seorang siswi cantik berseragam putih abu-abu dengan bola mata berwarna hijau zamrud.

Cynthia.

Ia memegang tempat pensil berbentuk persegi panjang yang sepertinya jadi senjata buat menggetok kepalaku.

My Love Story Isn't Romance Tragedy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang