Warna langit biru cerah ditutupi lautan awan putih yang tipis.
Hari yang cerah.
Matahari pun bersinar penuh semangat menjadikan seolah ini hari yang bagus untuk mengibarkan bendera perang.
Akan tetapi, dukungan yang diberikan matahari justru malah membuat tubuhku yang lagi nggak bersemangat ini jadi tambah malas untuk digerakkan.
Gerah. Itu yang kurasa di badan.
Hari ini aku pulang naik angkot sendiri, nggak bareng Aldi naik motor.
Ketika sampai di depan rumah, aku melihat sesuatu yang membuat badanku jadi terisi energi penuh. Tepatnya energi keterkejutan.
Sebuah mobil hitam dengan bodi mulus mengkilap terparkir di depan. Nuansa kemewahan mobil itu seolah menular ke tempat tinggalku yang sederhana. Rumahku jadi keliatan kayak rumah milik orang kaya karena ada mobil keren di depannya.
Nggak perlu diragukan, itu adalah mobilnya Cynthia. Kalau mobilnnya ada disini, otomatis pemiliknya juga ada kan? Nggak mungkin itu mobil jalan sendiri. Namaku Alan Naufal, bukan Alan Witwicky.
Kenapa cewek itu kesini? Mau ngapain? Dia nggak pulang? Semua pertanyaan di kepalaku cuma bisa dijawab kalo aku ke dalam.
"Assalamualaikum."
Pintu kubuka. Kepulanganku disambut oleh pemandangan dua anak cewek manis sedang duduk di bangku yang ada di ruang tengah.
Satu cewek mengenakan baju berwarna merah panjang, seperti gaun tapi dari bahan kain biasa. Itu adalah adikku, Tiara.
Rambut hitam Tiara yang biasanya tergerai sampai bahu kini terkucir ke sisi kiri dan kanan. Menciptakan gaya rambut twintail yang manis.
Aku bisa lihat, yang mengatur rambut Tiara adalah cewek yang duduk tepat di sebelahnya. Seorang cewek berambut cokelat yang mengenakan baju putih memperlihatkan kulit pundak, serta rok selutut berwarna biru gelap.
Ini pertama kali aku melihat Cynthia dalam pakaian kasual. Jika ada lima orang cowok disini, mereka pasti akan langsung dengan semangat memanggilnya 'istriku!' 'istriku!' 'istri mudaku!'
"Waalaikumsalam, Kak Alan."
"Waalaikumsalam."
Dua cewek itu menjawab salam berbarengan.
"Kamu ngapain disini, Mak Lampir?" tanyaku.
"Main."
Ketika memberi jawaban, pandangan mata Cynthia yang sebelumnya ramah, seketika berubah sinis. Aku pun memberikan kesinisan yang nggak kalah kuat ke mataku.
"Pulang sana! Dari kemarin kamu belum pulang?"
"Emang kenapa kalo aku main disini? Terserah aku kan aku mau main kemana."
Cynthia tampak tak senang. Ia membuang muka lalu kembali menata rambut Tiara.
"Ya nggak terserah kamu lah! Ini rumahku. Aku nggak ngizinin sembarang orang main kesini."
"Tiara ngizinin nggak?"
"Ngizinin dong, Kak!"
Melihat Tiara menjawab pertanyaan Cynthia dengan enteng, aku lalu memberi adikku pandangan yang mengancam.
"T-tapi Tiara ngikutin Kak Alan aja, hehehe," lanjut Tiara.
"Tiara pilih sama Kak Cynthia atau sama Kakak Cecurut itu?"
"Eh? I-itu pilihan sulit, Kak."
"Pilihan sulit? Kenapa itu jadi pilihan sulit, Tiara?" kesalku nggak terima aku sebagai kakaknya disetarakan dengan cewek itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Story Isn't Romance Tragedy!
Novela JuvenilKisah seorang pemuda bernama Alan Naufal yang tidak pernah mendapat keberuntungan dalam hal percintaan. Sebenarnya Alan tidak ingin terlibat dalam percintaan. Karena ia tau, tidak pernah ada kebahagiaan yang bisa didapatkan dari situ. Dan ia percaya...