"Jadi, Bu. Kenapa saya dipanggil lagi kesini?"
"Ada dua alasan, Alan. Pertama Ibu ingin minta maaf sama kamu karena saya lupa pintu ruangan saya kunci kemarin. Sebagai gantinya Ibu udah siapin ini. Kamu nggak marah kan?"
Bu Siska menaruh bungkusan hitam berisi nasi goreng di meja.
"Ah. Ya. Nggak apa-apa, Bu. Trus yang kedua?"
Belum sempat Bu Siska menjawab, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.
"Silakan masuk!"
Orang yang datang itu adalah siswi cantik yang kutemui kemarin. Cynthia.
"Duduk sini, Cynthia."
Bu Siska menyilakan duduk di bangku yang ada di sebelahku.
Siswi itu berdiri diam, mata berwarna hijau zamrudnya nampak sedang melakukan penilaian terhadapku.
Lalu Cynthia menggeser kursi yang akan didudukinya agar lebih jauh dari kursiku. Karena kesal aku pun ikut melakukan hal yang sama.
"Seperti yang udah saya beritau kemarin. Kamu mendapat kesempatan jadi pacar pura-puranya Cynthia, Alan. Ini alasan kedua saya manggil kamu kesini."
"Nggak mau ah, Bu. Saya nggak suka sama cewek ini."
"Aku juga nggak suka sama kamu...Cecurut..!!"
"Hah..???"
"Aku nggak inget nama kamu siapa. Cecurut itu nama panggilan yang cocok buat kamu!"
Cewek ini benar-benar menyebalkan. Aku akui penampilan luar memang nggak ada kurangnya. Seolah kecantikan itu adalah kutukan yang nggak bisa dilepas darinya.
Tapi nggak ada satu kebaikan pun di dalam.
Aku nggak terima dong dipanggil Cecurut. Harus kubalas.
Berpikir mengenai kutukan, kecantikan, dan kegagalan dalam percintaan, aku jadi teringat sebuah legenda dari gunung Merapi yang cocok untuknya.
"Dasar, Mak Lampir!"
"Hah..!? Apa maksud kamu manggil aku Mak Lampir...!?"
"Kamu sendiri apa maksud kamu manggil aku Cecurut!"
Mataku dan Cynthia saling bertatap tajam. Seperti ada listrik tersengat di antara pandangan kami.
"Sudah, sudah. Kita bahas pokok permasalahan dulu ya."
"Menurut saya nggak usah dibahas, Bu. Saya menolak buat pura-pura pacaran sama Mak Lampir ini."
"Menurut saya juga nggak usah dibahas, Bu! Kita cari orang lain aja. Jangan si Cecurut ini."
"Alan. Kamu ingat soal tugas impian kamu kan?"
Bu Siska memberi tatapan yang mengintimidasi.
"Ah. B-B-Bu Siska! Tolong jangan bahas itu disini!"
"Apa Ibu harus mengulang kata yang sama seperti kemarin?"
Aku teringat dengan ancaman kalau tugas itu akan dipajang di mading.
"Sebentar, Bu. Kemarin kan Bu Siska bilang boleh minta apa aja. Saya minta Bu Siska buang kertas tugas punya saya!"
"Permintaannya kan satu. Kamu udah minta nasi goreng ini."
"Hah? Itu terhitung permintaan?!"
"Kan kamu sendiri yang bilang minta ini."
Sejenak aku mengingat-ingat bagaimana proses aku meminta nasi goreng kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Story Isn't Romance Tragedy!
Teen FictionKisah seorang pemuda bernama Alan Naufal yang tidak pernah mendapat keberuntungan dalam hal percintaan. Sebenarnya Alan tidak ingin terlibat dalam percintaan. Karena ia tau, tidak pernah ada kebahagiaan yang bisa didapatkan dari situ. Dan ia percaya...