Bab 17 - Anti Romantic

86 72 16
                                    

Lagu tentang cinta ataupun puisi romansa bukanlah hal yang pasti disukai semua orang. Ada di antara jutaan manusia yang tidak terlalu bisa menerimanya. Sagara contohnya, dia bukanlah remaja yang pandai bermain kata gombalan. Dia hanya Sagara si korban cinta bedengan. Bahkan ketika mengutarakan perasaannya pada Vio di hanya mengucapkan tujuh suku kata,  'aku suka kamu, harus jadi pacar aku'. Hanya seperti itu, tetapi menyiapkan mentalnya yang membutuhkan persiapan matang. Latar tempatnya bahkan dibawah pohon mangga samping pos asrama pria. Sebenarnya dari kekasih sebelumnya bukan Sagara yang mengungkapkan. Baru ketika bersama Vio dia yang menjadi pihak pengutara.

Sagara hanya mengikuti alur, jalan atau makan berdua memang dilakukan. Selebihnya hanya ada obrolan ringan antar pasangan yang tak lepas dari pelajaran sekolah.

Seperti sekarang, Sagara dan Vio berkencan di gazebo lahan Swakarya. Masih lengkap dengan atribut lahan masing-masing. Ditemani segelas pop ice dan sebungkus roti roma.

"Tau gak kak," ucap Vio tiba-tiba memecah keheningan.

"Hmmm," guman Sagara.

Entah kenapa Sagara merasa enggan berbicara. Matanya fokus memandang seseorang yang sedang susah payah memasang ajir pada tanaman tomat.

"Tadi teman sekelasnya aku cerita, dia dikasih boneka teddy bear yang lebih besar dari badan dia. Romantis banget ya kak," ujar Vio dengan mata berbinar.

"Terus?" tanya Sagara dengan malas, tampak sekali dia enggan melanjutkan topik.

"Romantis aja gitu, aku yang diceritain aja ikutan senang. Apalagi pas dia kasih lihat aku surat cinta dari pacarnya." Entah sadar atau tidak Vio mengucapkannya dengan suara yang cukup keras.

Sagara yang paham akan sindiran halus Vio pun  angkat bicara.

"Temen kamu itu cerita atau pamer, hal begituan kok di umbar-umbar. Seharusnya cukup dia yang tau, hal begitu gak seharusnya dibagi," ucap Sagara ketus.

"Kakak kenapa sih, kok jadi gini? aku cuma cerita loh, gak usah kesel," balas Vio sebal sembari mengerucutkan bibir.

Sagara menghembuskan napas kasar, di genggamnya tangan kanan Vio. Tangan kasarnya mulai mengelus tangan Vio yang lembut.

"Aku gak kesel, cuma lagi malas aja bahas begituan. Kamu tau kan kalau aku bukan cowok romantis. Aku gak pandai merangkai untaian kata, atau pun bersikap manis selayaknya pacar orang. Kamu gak suka kalau aku begini? kamu mau aku berubah? tapi maaf sebelumnya, aku sudah terbiasa seperti ini," terang Sagara mutlak.

"Maaf Kak, aku gak bermaksud," lirih Vio dengan mata yang entah sejak kapan sudah berair.

"Aduh kok sedih sih, nanti cantiknya luntur loh." guyon Sagara.

Seketika Vio tersenyum manis mendengar ucapan Sagara.

"Gombal." dengan gemas Vio memukul lengan beotot Sagara.

Sementara sedari tadi ada seseorang yang terus memperhatikan interaksi manis mereka.

"Woi, lanjutkan cepat pasang ajirnya. Sudah mau magrib," Sungut Cika kepada Dwita yang masih setia menikmati pemandangan perusak hati dan perasaannya.

Kesal ucapannya tak digubris Cika melemparkan sepotong ranting ke kepala Dwita. Yang sialnya ranting tersebut mengenai tepat sasaran.

Tuk

"Awss, Cika apaan sih. Sakit tau, udah hati sakit pakai ditambah benjolan di kepala," sungut Dwita.

Tangan Dwita terulur mengusap keningnya yang baru saja dicium benda tumpul. Anehnya dia merasa ada cairan kental di jarinya ketika mengusap benjolan.

"Astaga Cika, kamu lemparnya pake kekuatan wonder women atau apasih. Berdarah nih, awas aja kalau nanti aku tambah bego," ujar Dwita dengan bibir mencebik.

Sementara Cika sudah tertawa tak peduli sedari mendengar suara, tuk. Dengan kesal Dwita balas melemparkan sebongkah tanah ke arah Cika. Tapi sayang dewi fotruna tidak berada dipihaknya. Lemparannya meleset jauh kearah bedengan orang, yang tak lain milik Sagara. Parahnya lemparan Dwita mengakibatkan satu pohon tomat Sagara tubuh.

"Aduh, rusak tanaman orang. Cika udah dong ketawanya, ayo bantuin aku pasang ajir! Nanti aku belikan pop es blender deh," ucap Dwita memohon.

"Awas aja kalau bohong. Ayo buruan, kita tancapkan aja dulu ajirnya. Besok baru kamu pasang talinya, ok." Dengan gesit Cika membantu Dwita dari ujung bedengan yang berlawanan arah.

Dari jauh dapat Dwita lihat Sagara yang tengah berjalan bersisihan bersama Vio. Sagara terlihat seperti pembantu yang membawa dua buah cangku di bahunya, satu gembor di tangan kiri, dan satu parang di tangan kanan. Tak lama mereka berdua melewati Dwita dan Cika. Parahnya Sagara sama sekali tidak menyapa mereka.

"Sombong!" Teriak Cika dari ujung Bedengan.

Sayangnya teriakan Cika hanya dianggap panggilan lewat. Anehnya malah kakak kelas yang berada di kebun jeruk sebelah lahan Swakarya yang menyahut.

"Apa Sayang!" teriak kakak kelas tersebut.

Dwita dan Cika kemudian saling berpandangan dan tak lama tawa mereka pecah.

.
.
.
Bersambung...

Informasi

Ajir: tongkat kayu penyangga batang tanaman. Agar tidak rebah ketika tertiup angin kencang ketika hujan.

Jangan lupa vote cerita "Bukan Cinta bedengan" yang ma Krisan juga boleh di kolom komentar.

Bukan Cinta Bedengan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang