Bab 28 - RKU

66 43 25
                                    

Hubungan persahabatan antara Dwita, Sagara dan Tono pada akhirnya menjadi renggang. Sagara yang menjauh dan Tono mulai tak menanggap Sagara. Sementara Dwita hanya bisa menjadi penengah meskipun sering dianggap salah oleh Sagara. Perkelahian antara Sagara dan Tono juga sempat menggemparkan sekolah. Hampir seluruh masyarakat SPP tau kalau mereka bersahabat baik, sayangnya kini keadaan mereka tengah tak baik.

Kemarin lalu Sagara dan Tono bukan hanya mendapatkan hukuman berandam di kolam penderitaan. Esoknya surat cinta dari sekolah juga dikirimkan kepada orang tua mereka. Dilanjut dengan hukuman lainnya yang menanti, mereka diberi hukuman melakukan pembersihan area asmara putra tiap pagi dan sore selama dua bulan penuh. Tak ayal rutinitas baru Tono dan Sagara menghambat kegiatan lahan mereka. Termasuk kegiatan Swakarya, oleh karena itu Dwita, Juki dan Rega harus kerja ekstra. Apalagi kini sudah memasuki waktu panen cabai yang mereka tanam. Meskipun tanaman Dwita hanya ada setengah bedeng, tetap saja mengurusnya butuh tenaga. Belum lagi tugas sebagai sekretaris kelompok mengharuskannya membuat laporan RKU(Rencana Kerja Usaha).

"Sagara!" teriak Dwita saat tak sengaja melihat Sagara yang terburu-buru meninggalkan kelas saat sekolah usai.

Sagara yang merasa dipanggil menghentikan langkah. Dwita segera berlari menghampiri Sagara. Masih ada sedikit tatapan tak suka yang Sagara berikan kepada Dwita.

"Nanti malam bagian kamu temanin aku ngumpul laporan RKU ke kak Supri. Habis sholat isya kamu harus sudah siap!" terang Dwita menjelaskan permintaannya.

"Hmm," guman Sagara enggan melihat Dwita.

Dwita yang diperlakukan seperti itu merasa sesak. Sagaranya pergi semakin jauh dan susah di genggam.

"Aku duluan." Dwita berlari meninggalkan Sagara seorang diri.

Arghhhh, Sagara kamfret. Ingat Dwita! dia itu manusia laknat, b*j*ng*n, biadab yang sialnya kamu suka, berang Dwita dalam hati.

Sagara menatap kepergian Dwita dengan rasa bersalah. Akan tetapi dia masih kesal dengan perlakuan Dwita yang melewati batas. Padahal keadaan Vio sudah membaik dan sehat. Dia merasa ada yang aneh, tetapi Sagara segera menepis perasaannya. Sudah dia tanamankan dalam hati bahwa Vio terluka karena Dwita.

Matahari pun turun dari singgasananya digantikan oleh dewi malam. Sesuai perjanjian, Dwita dan Sagara tengah berjalan menuju rumah dinas kak Supri yang letaknya masih di dalam lingkungan asrama putra. Kini sudah ketiga kalinya kelompok mereka melakukan revisi dan Dwita berharap malam ini akan menjadi terakhir kalinya dia berurusan dengan lembaran RKU. Kepala Dwita sudah terlalu lelah setiap hari harus berurusan dengan angka-angka. Konsekuensi malas di lahan, maka laporan diserahkan kepadanya sementara urusan lahan dilakukan anggota kelompoknya.

Tibalah Dwita dan Sagara di depan pintu rumah kak Supri. Bangunannya tidak terlalu besar, cocok untuk kak Supri yang masih setia melajang. Desain sederhana tetapi lingkungan yang asri membuat suasana menjadi nyaman.

Tok... tok... tok....

"Asalamualaikum," ucap Sagara setelah mengetuk pintu.

Lama tak ada balasan, Sagara mengetuk lebih keras dari sebelumnya.

Tok... tok... tok....

"Assalamualaikum, kak Supri!" kali ini Dwita yang berteriak.

Lagi-lagi tak ada tanda pintu dibuka. Lelah berdiri, Dwita memilih untuk duduk di emperan teras. Canggung, itulah kata yang mewakili keadaan mereka saat ini. Dwita yang membolak-balik lembaran RKU berusaha membunuh sepi. Sedangkan Sagara memilih bermain game di gawainya. Hanya ada suara jangkrik dan bunyi kertas yang bergesekan, selebihnya hanya hening melanda. Hingga tak terasa sudah lima belas menit mereka menunggu.

Bukan Cinta Bedengan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang