bab 2 - Korban Cinta Bedengan

195 146 96
                                    

Sagara Mahendra, memiliki paras tampan standar indonesia serta fisik kuat yang sering dimanfaatkan beberapa mantan pacarnya. Beberapa kali menelan pahitnya kebohongan dalam suatu ikatan pacaran tak membuat Sagara kapok. Saat kelas sepuluh Sagara berpacaran dengan kakak kelas dan putus setelah Sagara selesai mencangkulkan bedengan. Setelah itu dia berpacaran lagi dengan teman satu angkatan namun beda kelas dan lagi hubungannya kandas setelah Sagara membantunya menyelesaikan bedengan. Dan saat ini Sagara tengah berpacaran dengan adik kelas tapi hubungan mereka tengah berada di ujung tanduk.

Sagara yang malang, untung saja dia memiliki dua sahabat yang selalu menyemangatinya. Dwita Maharani dan Agustono Pamungkas sudah sepuluh tahun dia kenal. Berasal dari perkelahian yang terjadi di saat bangku sekolah dasar membuat mereka memiliki tali persahabatan yang erat. Meskipun terkadang sering terjadi percekcokan kecil.
Sungguh beruntung mereka yang satu sekolah dengan sahabatnya sendiri. Apalagi bagi yang bersekolah dengan sistem asrama seperti Sagara, Dwita, dan Tono.

"Ra, kamu putus ya sama Mita?" tanya Dwita saat sedang berada di kantin menikmati waktu istrirahat bersama Sagara dan Tono.

"What?" pekik Tono.

"Belum," jawab Sagara dan kembali menyeruput es tehnya.

"Sumpah demi apa Sagara. Kalo kamu putus sama Mita. Ini bakal jadi ketiga kalinya kamu jadi korban cinta bedengan," terang Tono.

"Tono mah kalau ngomong gak ngotak," cibir Dwita dengan gemas mencubit punggung tangan Tono.

Tono yang kesal langsung menarik jilbab Dwita hingga hampir terlepas.

"Arghhh ... sungguh berdosa wahai engkau Tono." Kepalang kesal Dwita dengan cepat langsung menggigit tangan Tono.

"Arrggh ... Dwita! Gila kamu ya. Kalau aku rabies gimana?" Tono dengan tidak tau dirinya langsung mengeplak kepala Dwita dengan tenaga tidak main-main.

Duk

Bunyi kepala Dwita yang beradu dengan meja kantin. Sudah dapat dipastikan rasanya akan sakit sekali.

"Pokoknya aku marah titik gak pake koma pake tanda seru." Dwita mendengus kesal dengan wajah memerah menahan amarah.

Sagara hanya menghembuskan napas sembari membuang muka. Ya, bagaimana tidak sekarang mereka menjadi pusat perhatian. Lelah akan keadaan Sagara mengkode Tono agar meminta maaf pada Dwita. Bisa habis dia kena omel para komplotan ibu-ibu penyayang Dwita kalau sampai gadis itu mengadu.

Sagara kembali teringat dengan hubungannya dengan Mita. Bertahan sakit namun melepaskan sulit. Itulah yang saat ini Sagara rasakan.

"Dwita cantik, pintar, rajin menabung, dan tidak sombong. Sorry," ujar Tono.
Sementara Dwita masih memasang wajah jutek dan melanjutkan makan tahu isi tanpa menghiraukan ocehan Tono yang terus meminta maaf padanya.

"Udah lah Ta, maafin aja. Nanti gak ada yang bantu aku cangkul bedengan kamu," ujar Sagara.

Seketika Tono langsung memasang senyuman kemenangan.

"Ekhm ... Tono my best friend, permintaan maaf aku terima. Tapi...." Dwita menggantung ucapanya dan memasang wajah berpikir.

"Sagara, Dwita, Tono kalian gak ke lahan kah?" tanya seorang siswa yang beda jurusan dengan mereka.

"Loh masa? kan Kak Irwan masuk jam sore." Dwita langsung berdiri dengan wajah panik.

"Iya, tadi aku lihat anak kelas kalian pergi ke lahan tahunan," ujar siswa itu meyakinkan.

"Astaga kok gak ada yang kasih tau kita sih. Eh bentar." Dwita langsung mengecek gawainya dan benar saja sudah ada puluhan pesan yang dikirimkan oleh teman sekamarnya.

"Udah kita bolos aja," ujar Tono dengan santai.

"Ih jangan, aku udah dua kali gak masuk kelasnya Kak Irwan. Sagara yang baik bayarkan dulu gorengan aku ya. Nanti kalo udah kerja baru aku ganti," ucap Dwita sebelum berlari meninggalkan Tono dan Sagara.

"Ayo Ton, kita juga pergi ke lahan!" seru Sagara.

"Mending bolos daripada telat di pelajarannya Kak Irwan. Ingat Ra, dia itu galak bukan main," lirih Tono.

"Ikut gak?" tanya Sagara kepada Tono.

"Ok lah aku ikut," jawab Tono dengan malas.

***

Dwita berlari menuju asrama putri untuk mengganti baju seragamnya dan mengambil peralatan lahan. Sungguh dia ingin menangis karena termakan omongan Juki yang mengatakan bahwa Kak Irwan tidak masuk mengajar. Sementara Sagara dan Tono dengan santai berjalan ke asrama putra. Di satu sisi Dwita tengah panik kerena lupa dimana menaruh sepatu bot dan cangkul. Alhasil dia meminjam milik adik kelas yang tengah menjalankan piket pos.
Sementara Sagara dan Tono sudah selesai bersiap dan menunggu Dwita di depan gerbang asrama putri.

"Dwita cepat!" Tono berteriak karena Dwita yang bersiap lebih dulu malah belum rampung.

"Iya tunggu!" seru Dwita tak kala nyaring dari koridor asrama.

***

Selama perjalanan menuju lahan tanaman tahunan Dwita menggerutu tiada henti.

"Awas aja si Juki nanti aku bejek-bejek," ujarnya sambil meremas udara.

"Salah kamu juga langsung ngajak makan di kantin. Coba aja tadi kita tunggu dulu pasti gak jadi begini," ucap Tono.

"Eh tapi gak ada yang chat atau telepon kalian? tadi aku di chat sampai puluhan sama anak kamar tapi gak dengar soalnya HP mode diam hehehehe, " tanya Dwita dengan diakhiri kekehan.

"HP kami disita Pak Korem gara-gara anak kamar 201 ribut tengah malam," jawab Sagara.

"Kasihan," ujar dengan Dwita memasang wajah mengejek pada Sagara dan Tono.

"Sabar Ton tahan," ucap Tono sambil mengelus dadanya.

"Eh ya ampun mati aku. Malasnya sanitasi." Dwita membelalakkan matanya kala melihat anak rombongan kelasnya yang tengah membersihkan area kebun karet dengan Kak Irwan yang mengawasi.

Tepat saat tinggal dua puluh meter mereka sampai. Tiba-tiba Kak Irwan membalikan badannya dan memberi tatapan tajam yang langsung membuat langkah mereka berhenti di tempat.

"Mampus," lirih Dwita.

Dari jauh Kak Irwan memberi isyarat tangan yang sangat mereka hapal 'Isyarat jalan jongkok'. Ahh ... nikmatnya jalan jongkok baru jalan langsung encok.

"Cepat!" teriak Kak Irwan berkacak pinggang.

Dwita memasang wajah memelas namun hal tersebut malah dibalas tatapan tajam oleh Kak Irwan.

"Tau gitu aku bolos aja," Dengus Tono.

"Pegel," rengek Dwita.

"Udah diam aja!" perintah Sagara.
Merekapun sampai di depan Kak Irwan dengan peluh yang membanjiri wajah.

Sudah galau pegal pula, nikmatnya hari mu Sagara.

Bersambung...

Informasi

Sanitasi adalah kegiatan membersihkan area lahan dari rumput dan sampah yang merusak pemandangan.

Jangan lupa vote komen dan share cerita "Bukan Cinta Bedengan".
Cerita ini terinspirasi dari urban legend semasa sekolah Smk. Cielah urban Legend 😂.

Bukan Cinta Bedengan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang