Bab 23- Tragedi Formalin Vio, Dwita

68 62 6
                                    

Tok... tok... tok

Dwita mengetuk pintu aesthetic kamar Vio. Sementara Lina yang niatnya menemani Dwita malah pergi karena suatu urusan. Tak ada sahutan dari dalam, Dwita pun mengetuk untuk kedua kalinya.

Tok... tok... tok

Dwita mengetuk pintu dengan lebih kuat, bahkan buku tangan Dwita sedikit sakit karena terlalu kuat mengetuk. Masih belum ada sahutan, rasa kesal Dwita sudah meradang ditambah dia belum mandi makin membuatnya geram. Baru saja Dwita ingin melangkah pergi, terdengar suara kunci pintu yang dibuka.

Ceklek

Terpampang wajah ayu namun penuh kebohongan milik Vio, dengan muka yang agak basah khas orang baru mandi.

"Ada apa ya Kak?" tanya Vio dengan nada tidak suka.

Enggan membuang suara merdunya, Dwita hanya menyodorkan kantung plastik tersebut kepada Vio.

"Akhirnya datang juga." Dengan mata berbinar Vio mengambil katung plastik tersebut, sayangnya belum sempat tergapai Dwita lebih dulu sembunyikan dibalik punggungnya.

"Seberapa susah sih kamu untuk angkat telpon Sagara? Bukannya ngambil sendiri malah minta diantar. Lain kali kamu harus lebih bisa menghargai Sagara, ingat dia bukan pembantu kamu. Dia terlalu baik untuk kamu yang PPB," ucap Dwita mengeluarkan seluruh kekesalannya.

Sementara Vio hanya terkekeh ketika mendengarkan keluh kesah Dwita, untung saja asrama sedang sepi saat itu. Sehingga tidak ada yang peduli dengan suara kekehan Vio yang seperti penunggu area gedung lama SPP.

"Kenapa kamu yang sewot, buktinya Sagara gak ada bilang sama aku kalau dia merasa terbebani." Dengan angkuh Vio mengambil kantung plastik di belakang punggung Dwita.

"Seenggaknya kamu balas pesan dia, jangan buat dia khawatir," ujar Dwita kesal.

"Iya paham, maaf tapi aku gak berterimakasih sama kamu." Dengan sengaja Vio berusaha memainkan emosi Dwita ditambah dia memanggil tanpa embel-embel kak.

"Sumpah demi tuhan aku gak tau ada apa dengan Sagara. Kok bisa gitu dia suka sama orang seperti kamu. Gak habis pikir, kenapa dia gak bisa bedakan yang mana tulus dan yang akal bulus." Dwita berusaha menahan emosinya yang sudah siap meledak kapan saja.

"Mau taruhan? dia bakal lebih percaya siapa di antara kita berdua," usul Vio dengan angkuh.

"Oke siapa takut, ingat kamu itu cuma orang baru dalam kehidupan Sagara. Aku lebih tau dia daripada kamu, sialnya kamu cuma beruntung jadi pacar dia," ujar Dwita sinis.

"Oke, tapi jangan nangis kalau kalah," kata Vio dengan sombong.

Tapi diduga Vio membuka botol berisi cairan formalin dan mencipratkan dengan sengaja kematanya sendiri. Sisanya dia biarkan terjatuh mengenaskan di lantai. Bahkan Dwita yang terlalu kaget dengan kenekatan Vio hanya dia mematung, hingga erangan kesakitan Vio menyadarkannya.

"Aarghhhh," erang Vio dengan keras sehingga membuat beberapa tetangga kamarnya berkeluaran.

Astaga Kenapa itu

Kamu kenapa Vio

Ada apa ini kak Dwita, kenapa Vio

Kenapa ini

Sekiranya begitulah kericuhan yang terjadi, Dwita bahkan hanya menurut saja bagai kerbau yang dicucuk hidungnya ketika digiring menemani Vio ke puskesmas. Nyawanya seakan tertinggal di depan pintu penuh bunga milik kamar Vio. Dwita berani bersumpah hal yang baru saja dia lihat sungguh gila. Manusia waras mana yang dengan bodohnya mencipratkan cairan formalin kemata sebelah kanannya. Utung saja hal tersebut tidak membuatnya menjadi buta. Dwita bahkan tak henti bergidik ngeri mengingat kegilaan seorang Vio.

Sepulang dari puskesmas Dwita segera menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Tetapi dia masih dirundung kebingungan, bagaimana bisa Vio dinyatakan tidak terluka serius. Dwita berani bersumpah bahwa yang dilihatnya nyata ketika Vio melakukan aksi gila tersebut.

"Dwita, kok bisa matanya Vio kena formalin?" tanya Rere ketika Dwita baru saja keluar dari kamar mandi.

"Iya, kok bisa ya?" tambah Cika penasaran.

"Kaya gak mungkin aja gitu, kamu sebagai saksi kuncinya bisa gak kasih tau. Secara itu aneh banget," timpal Sari.

Entah dimulai dari mana kini mereka sudah duduk melingkar di atas karpet lantai, tak lupa pintu kamar mereka kunci rapat.

"Kalian harus percaya sama cerita aku, si Vio itu gila. Aku gak tau otak dia itu masih berfungsi atau enggak? tapi yang jelas dia ngelakuin itu sengaja, dengan kesadaran 1000%. Aku berani bersumpah demi sarung wadimornya Taeyong NCT kalau yang aku ceritakan ini satu juta persen benar," terang Dwita serius dengan suara lirih.

Sementara Cika, Sari, dan Rere hanya tercengang tidak percaya dengan penuturan Dwita.

"Konspirasi apakah ini?" Dahi Cika berkerut nampak berpikir serius.

"Tapi jujur sebelum itu Vio ada nantangin aku. Sagara bakalan lebih percaya sama dia atau aku," ungkap Dwita, seketika wajahnya berubah menjadi pias.

"Gila," pekik Rere tidak percaya.

"Sumpah demi sendal swallonya Sehun EXO dia lebih gila dari orang gila depan gang rumah aku dulu," ucap Sari Dramatis.

"Perasaan aku gak enak, rasanya bakal ada kejadian buruk," tutur Dwita dengan pandangan kosong kedepan.

.
.
.
.

Bersambung...

Jangan lupa vote cerita "Bukan Cinta Bedengan" yang mau Krisan juga boleh di kolam komentar.

Bukan Cinta Bedengan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang