bab 18 - Gemoy

76 69 10
                                    

Diam bukan berarti kalah, itulah pedoman Dwita Maharai. Selama ini dia memang diam ketika Vio berlaku kurang aja kepadanya. Otak cantik Dwita selama ini mencoba menyusun kepingan kejanggalan perilaku Vio, tetapi masih banyak yang belum ditemukan. Asik melamun Dwita dikejutkan oleh kedatangan seseorang yang tiba-tiba.

"Hayo ngelamun apa? sampai gak kedip begitu." Dengan jail orang tersebut menjawil dagu Dwita.

"Ish Sagara, ganggu banget tau gak." dengan kesal Dwita menipis tangan Sagara yang terus mengganggunya.

Masih tidak belum puas Sagara kembali menjahili Dwita. Kini sasaranya ialah menggelitiki Dwita hingga menangis. Selagi jam kosong, Sagara hanya ingin mengganggu Dwita. Entah mengapa dia hanya ingin, toh sudah lama dia tidak melakukannya.

"Hahahaha ... Sagara sudah, aku gak kuat." Dengan kuat Dwita mendorong tubuh Sagara.

Gubrak

Sagara pun tersungkur mengenaskan dengan posisi wajah duluan mendarat di lantai. Untung saja keadaan kelas sedang sepi. Hanya ada Tono yang sedang tidur, beserta Sari, Cika dan Rere yang fokus dengan drama korea di laptop masing-masing. Sementara murid lainnya berpencar entah kemana.

"Whahahahaha, the real karma." Merasa tak tega Dwita pun membatu Sagara bangkit.

"Kaca, mana kaca? sini cepat aku pinjam!" pinta Sagara, dengan tidak sabar dia langsung membuka tas Dwita dan mengambil kaca lipat mini.

"Alhamdulillah, muka aku gak tambah jelek. Untung tragedi tadi gak bikin aku jelek, bisa gawat kalau nanti Vio cari yang lebih ganteng," ucap Sagara dengan percaya tingga.

Dwita yang jengah hanya memutar bola matanya malas dan enggan berbicara.

"Eh, kok malah hening sih?" ujar Sagara.

"Hening Kai kali, ah." Dengan malas Dwita mulai membuka telepon genggamnya.

Berselancar di dunia maya memang surga dunia. Terlalu larut dengan video-video lucu tak berfaedah Dwita tak sadar kalau sedari tadi Sagara terus memperhatikannya. Merasa diperhatikan Dwita mengalihkan pandangannya dan seketika pandangan mereka bertemu.

Deg

Jantung Sagara berdetak tanpa sebab. Lain lagi dengan jantung Dwita yang sedari tadi sudah berdangdut ria.

Tak kuat akan daya tarik mata Dwita, Sagara akhirnya mengalihkan pandangan. Yang sayangnya Dwita artikan sebagai penolakan.

"Ekhem, ke kantin Jojo yuk!" ucap Sagara berusaha menghilangkan rasa canggung diantara mereka.

Dwita hanya menggeleng, enggan meninggalkan kelas yang terasa nyaman baginya sekarang. Dwita lebih memilih menidurkan kepalanya diatas meja. Matanya terpejam menikmati dinginnya meja yang membelai pipi gembilnya.

Entah bagaimana, tiba-tiba tangan Sagara sudah bergerak membelai pipi Dwita. Awalnya usapan lembut, akan tetapi lambat laun berubah menjadi...

"Awsss, Sagara apaan sih ganggu terus dari tadi." Dengan kesal Dwita menarik jari manis Sagara dan langsung menggigitnya dengan keras.

Tak ada reaksi apapun, dengan gemas Dwita menggigit lagi lebih keras. Nihil, Sagara tetap diam dengan senyuman mengembang di wajahnya.  Alhasil pipi Dwita merona kerena pemandangan tersebut. Ingin rasanya Dwita menghentikan waktu saat ini juga, tetapi tidaklah mungkin hak itu terjadi. Oleh karena itu dia menyimpan gambaran senyuman Sagara yang sudah lama tidak dilihat di memori otaknya.

"Kamu itu gigit gak ada rasanya, sini aku ajarin." Sagara kemudian membawa jari manis Dwita ke bibirnya.

Sontak hal itu membuat pipi Dwita memanas, hingga sengatan gigitan Sagara membuat dia menarik jarinya paksa. Sialnya demi meredam teriakan Dwita tidak sengaja menggigit bibirnya hingga berdarah.

Dwita bersumpah gigitan Sagara lebih sakit dari gigitan keling peliharaannya dulu. Hingga tanpa sadar air matanya sudah mengalir deras. Sagara yang awalnya tertawa terbahak-bahak meredakan suara.

"Maaf, tapi aku segaja." Dengan tanpa dosa Sagara malah mencubit pipi Dwita hingga tambah merah.

"Jahat banget kamu, sakit tau hiks ... liat nih bibir aku sampai kegigit hiks...," ujar Dwita sambil menunjuk bibirnya yang berdarah sedikit.

"Ulu ulu, mana sini liat. Sini aku cium lukanya biar cepat sembuh," ucap Sagara dengan alis naik turun menggoda Dwita.

"Sumpah ya Ra, kamu kalau gabut jangan begini. Jengkelin banget tau, mendingan sana kamu cari aja si Vio. Jailin aja pacar kamu sempuasnya, aku capek tau," ujar Dwita mengungkapkan kekesalannya.

Kamu gak tau Ra, gimana capeknya hati aku dangdutan dari tadi. Kamu mah sukanya bikin baper anak orang tapi gak mau tanggung jawab, batin Dwita berbicara.

"Vio lagi sibuk, jadi aku gangguin kamu aja." Kali ini tangan Sagara dengan tidak tau dirinya mulai menarik-narik ujung jilbab Dwita.

"Astagfirullah Sagara, tau ah gelap. Aku mau ke kantin aja, sampai laper aku gara-gara kamu jailin terus. Energi aku udah habis jadinya," ucap Dwita yang kemudian melangkah keluar kelas.

"Tunggu, Ta!" teriak Sagara.

Terlanjur kesal Dwita enggan menghiraukan Sagara.

"Ya udah kalau gak mau, padahal tadi aku niatnya mau traktir kamu makan soto," ucap Sagara dari jauh tetapi masih tetap didengar Dwita.

Seketika langkah Dwita terhenti dan langsung memutar haluan. Dengan senyum manis yang menghiasi wajahnya Dwita berjalan mendekati Sagara. Dengan manja Dwita menarik ujung jaket yang Sagara kenakan.

"ayo, aku udah lapar nih." Dengan sekuat tenaga Dwita mencoba menarik tubuh Sagara, namun sesenti saja tidak bergerak.

"Ayo, ayo, ayo. Aku sudah mau mati kelaparan kalau kamu gak gerak-gerak. Sagara ayo buruan," rengek Dwita.

Gemas akan tingkah laku Dwita, sagara akhirnya luluh. Mereka pun akhirnya berjalan sembari bercanda ria. Tanpa menyadari beberapa kepala yang menyaksikan interaksi mereka berdua.

.
.
.

Bersambung...

Jangan lupa vote cerita "Bukan Cinta Bedengan" yang mau krisan juga boleh di kolom komentar.

Bukan Cinta Bedengan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang