Bab 32 - What Is Love?

41 32 58
                                    

Matahari semakin tinggi, tetapi Dwita tak kunjung ditemukan. Gawainya bahkan tidak dapat dihubungi membuat Sagara semakin cemas.

"Kalian gak bawa HP kah?"  tanya Charles kepada Rudi dan Ian.

"Hp kami dititipkan sama Dwita, malah dia nyasar," jawab Ian mewakilkan.

Charles, Ian, Rudi dan Jessica mencari Dwita bersama. Sedang kan Sagara sudah lebih dulu pergi seorang diri. Hanya berbekal intuisi, Sagara berjalan lurus membelah kebun area B. Sagara juga bertanya kepada pekerja yang dia temui, akan tetapi nihil. Hingga sayup-sayup Sagara mendengar suara isakan seseorang.

"Anj*r, masa iya siang bolong begini ada mba kunti," guman Sagara yang mulai berpikiran negatif.

Meski sempat takut, Sagara tetap melanjutkan berjalan. Makin masuk dia ke area kebun, semakin jelas pula suara isakan tersebut.

Huhuhuhu

Selangkah demi Selangkah Sagara mantap menapaki jalan, meskipun dalam hati dia terus merapalkan ayat kursi guna mengusir mereka yang tak kasat mata.

Huhuhuhu

Sagara meneguk air liur, berusaha tak menghiraukan suara yang melewati gendang telinganya.

Gubrak...

Hampir saja jantung Sagara meloncat dari asalnya, tak kala pelepah sawit nyaris saja jatuh mengenai dirinya. Segera Sagara memindahkan pelepah tersebut ke jalur kotor atau jalur khusus menaruh pelepah yang jatuh. Dilanjutkan perjalanan yang sempat tertunda, namun kali ini Sagara tak mendengar lagi suara mengerikan seperti tadi.

Baru saja Sagara berjalan sepuluh langkah, kali ini dia dikagetkan dengan kemunculan seekor ular. Memang tak jarang kalian akan bertemu dengan ular apabila berada di kebun sawit. Lantaran ular tersebut sengaja dilepas untuk menekan populasi tikus dan tupai yang merupakan hama bagi tanaman sawit. Tapi ular yang dilepas tentunya dengan jenis yang tidak berbisa, akan tetapi tetap saja ular merupakan hewan berbahaya.

Sagara segera melempar ular tersebut dengan berondol sawit, sehingga dia terbebas dari gangguan ular. Baru saja Sagara bernafas lega, kali ini dia dikagetkan kembali dengan pemandangan yang ada di depannya.

Di sana, tepat dua meter di depannya. Ada sesosok yang sedang duduk sambil memeluk lutut. Tak lain dan tak bukan sosok tersebut adalah Dwita. Dapat dipastikan Dwita tengah menangis dikarenakan tubuhnya bergetar. Sagara segera berlari menghampiri Dwita yang terduduk di bawah pohon sawit.

"Dwita, kamu gak papa," ujar Sagara khawatir.

Dwita yang mendengar suara Sagara langsung mengangkat wajahnya. Seperti dugaan Sagara, wajah Dwita sudah basah karena air mata. Saat melihat Sagara bukannya meredakan tangisan Dwita malah semakin terisak.

"Sagara, aku takut tadi ada ular," lirih Dwita yang masih didengar Sagara.

"Ularnya sudah pergi, ayo kita pulang. Jemputan sudah datang soalnya." Sagara menghapus air mata Dwita dengan tangannya.

Saat mengusap air mata Dwita, sejenak Sagara tenggelam dalam lautan mata Dwita. Entah mengapa, tapi Sagara merasa tenang, dan nyaman. Jantungnya bahkan kini sudah berdetak kencang. Rasanya seperti saat pertama kali dia melihat Vio bahkan kali ini rasanya lebih dalam. Apabila tadi Sagara merasa amat cemas dan takut saat mendengar Dwita tersesat, lain halnya sekarang dia merasa lega.

Dwita tak bergeming ketika Sagara mengulurkan tangannya untuk membantu berdiri. Pasalnya sudah cukup lama mereka pergi.

"Kaki aku kesemutan, kelamaan duduk," ujar Dwita.

Sagara kemudian berjongkok di depan Sagara.

"Sini naik! aku gendong sampai pos," titah Sagara tanpa menengok kebelakang.

Mau tak mau Dwita menuruti perintah Sagara, meskipun awalnya dia ragu. Di kalungkan tangannya di leher Sagara dan hap ... Dwita sudah naik ke punggung Sagara. Mereka pun bergegas pergi menuju pos, tak jarang di jalan mereka bertemu dengan pekerja sekitar. Ternyata area dimana Dwita ditemukan sudah lebih dulu dipanen, jadi tak banyak orang berada di sekitar area tersebut.

Dalam perjalanan sesekali Sagara melontarkan cadangaan, yang sayangnya tak Dwita hirau kan dan membuat Sagara tertawa sumbang. Dwita lebih memilih menyamankan diri di punggung Sagara.

"Ra, punggung kamu lebar. Aku suka peluk." Dwita semakin merapatkan tubuhnya ke Sagara.

Sagara terkekeh mendengar ucapan Dwita, dia bersyukur akhirnya Dwita mau berbicara.

"Kamu bagaimana ceritanya bisa tersesat? kamu buat aku khawatir kalau hilang kaya tadi," ucap Sagara.

Dwita tersenyum, tak kala mendengar penuturan Sagara. Dwita merasa ada kupu-kupu beterbangan di perutnya.

"Tadi aku jalan duluan, soalnya Ian sama Rudi jalannya lama banget. Eh tiba-tiba pas aku tengok kebelakang mereka udah gak ada. Terus pas aku perhatikan sekitar, semua rasanya sama soalnya tiap aku memandang cuma ada sawit. Terus habis itu aku jatuh gara-gara kesandung kaki sendiri dan muncullah ular. Kamu tau sendiri kan kalau aku jijik banget sama hewan itu. Saking takutnya gak terasa aku nangis sampai-sampai aku berdoa minta pertolongan sama Allah biar kamu cepat-cepat datang tolong aku," jelas Dwita tanpa ada adegan yang terlupakan.

"Yakin banget kamu kalau aku yang bakal datang," ucap Sagara.

"Gak tau kenapa, soalnya cuma ada kamu di pikiran aku." sekaan tersadar sudah keceplosan Dwita refleks memukul pelan bibirnya.

"kamu mikirin siapa tadi?" tanya Sagara pura-pura tidak dengar.

Dwita yang tau Sagara berniat menjailinya ingin melakukan hal licik. Dwita berniat mencubit pipi Sagara. Sialnya Saat dia mencondongkan badannya kedepan tiba-tiba Sagara memalingkan wajahnya.

Cup

Sagara dan Dwita membeku di tempat tak kala adegan tersebut terjadi. Bahkan Sagara sampai menghentikan langkahnya. Dwita sangat malu, bahkan wajahnya kini merona hebat. Sementara Sagara masih terdiam, mencerna apa yang baru saja terjadi. Tubuh Sagara tiba-tiba menghangat, bahwa wajahnya juga memerah hingga ke telinga. Sagara merasakan hal baru yang belum dia rasakan, bersama Dwita dia merasakan sesuatu yang terasa manis tetapi bukan permen.

.
.
.
.

Bersambung...

Jangan lupa vote dan share cerita "Bukan Cinta Bedengan". Yang mau krisan juga boleh di kolom komentar.

Bukan Cinta Bedengan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang