Bab 25 - Going Crazy

66 57 17
                                    

Cinta memang gila hingga mampu menutup mata dari segala kesalahan. Boleh kita katakan Sagara bodoh, sebab dengan mudahnya dia ditipu. Tanpa menaruh curiga sedikit pun dia percaya dengan segala perkataan Vio.

Malam itu, setelah insiden formalin Vio bergegas menghubungi Sagara. Dengan segala kemampuan beraktingnya, dia berlakon bagai aktris papan atas. Jari lentik dan berbahayanya menggenggam smartphone dengan gaya angkuh.

"Kak," panggil Vio dengan suara dibuat sesendu mungkin.

"Vio, mata kamu gak papa? ada yang sakit? kamu perlu sesuatu?" tanya Sagara beruntun dari seberang smartphone.

"Hiks ... aku butuh Kakak," ucap Vio dengan suara tangis yang tentunya palsu.

"Tapi Kakak gak bisa kesana, kamu mau apa biar nanti Kakak pesankan lewat gejok." Suara Sagara sarat akan rasa cemas.

"Aku mau cerita, tapi Kakak jangan marah," lirih Vio penuh dusta.

"Cerita aja! Kakak siap jadi pendengar," kata Sagara dengan suara lembut.

"Aku ... hiks ... tadi kak Dwita yang jahatin aku. Dia, hiks ... gak suka kita pacaran. Dia gak terima Kak Sagara lebih perhatian sama aku hiks ... dia ancam bakal berbuat jahat kalau aku gak mutusin Kakak. Tapi aku gak mau hiks ... aku sayang sama Kakak, aku gak mau kita berakhir hiks...," ucapan Vio terputus, hanya suara tangisan yang terdengar.

Sagara semakin cemas dan bingung, apa maksud Dwita. Mengapa Dwita yang selama ini dia kenal baik malah tega berbuat jahat kepada Vio. Disatu sisi Sagara tidak percaya namun di sisi lainnya dia percaya. Ditambah Vio yang berucap dengan bumbu air mata, yang sayangnya Sagara tidak tahu itu hanya taktik licik semata.

"Sttt... kamu tenang aja, kita gak akan berpisah hanya karena Dwita. Aku gak bakal membiarkan Dwita berbuat lebih jauh. Ingat! ada aku untuk kamu, cukup kita tanpa dia." Sagara berujar berusaha menenangkan Vio yang masih saja terdengar isakan dari seberang sana.

"Tapi aku mohon, Kakak jangan bilang siapa-siapa kalau aku cerita hal ini. Aku gak mau kak Dwita makin benci sama." Vio berkata dengan suara bergetar.

Di seberang sana rahang Sagara mengeras, menahan amarah. Tangannya mencengkam kuat buku pelajaran yang sempat dia baca hingga kusut. Ucapan Vio yang seakan membela Dwita makin membuatnya dia geram.

"Ok kalau itu mau kamu, tapi aku tetap akan kasih perhitungan sama dia." Sagara menghempaskan buku pelajaran ke arah pintu bertepatan dengan Tono yang masuk kedalam kamar.

"Woi, baku hantam kah kita?" tanya Tono bercanda.

Sayangnya candaan Tono hanya dianggap angin lalu oleh Sagara. Wajah konyol Tono berganti kusut ketika melihat tatapan tajam Sagara.

Suara Tono membuat Vio segera memutuskan panggilan sepihak, Sagara yang bingung mencoba menghubunginya ulang. Namun, notifikasi pesan dari Vio membuatnya mengurungkan niat. Dengan berat hati dia membalas pesan tersebut.

Vio🐰

Aku mau istirahat dulu Kak,
Kakak gak usah terlalu memikirkan keadaan aku.
Stay with me ❤❤❤
(17:30)

Sagara
Hmm, I always with you
(17:30)

Lain dengan Sagara yang cemas setengah mati. Vio yang awalnya berlakon bagai manusia yang paling teraniaya langsung kembali dengan wajah angkuhya. Bahkan Farah teman sekamar sekaligus sepupunya tampak kagum dengan permainan peran Vio.

"Gila lo Vio, akting lo bagus banget. Andai aja lo mau main sinetron di channel ikan terbang pasti langsung boom. Apalagi muka lo pas banget jadi pelakor." Farah bertepuk tangan saking takjubnya.

Beruntung, hanya mereka berdua yang menempati kamar tersebut. Seharusnya satu kamar berisi empat orang. Namun, entah mengapa dua orang yang sebelumnya berada di kamar tersebut memilih untuk pindah sekolah. Ditambah alasan mereka berdua meninggalkan SPP sama, beratas namakan tidak sanggup dengan pelajaran yang terlalu banyak di lahan.

"Anjir, muka gue disamain kaya pelakor." Dengan kesal Vio melempar bantal ke wajah Farah.

"Hahahahaha, coba ngaca deh! muka lo penuh dengan kebohongan khas seorang pelakor. Apalagi kelakuan lo yang munafik menambah nilai esens pelakor," terang Farah diakhiri kekehan.

"B*ngs*t lo, muka cantik macam Gigi Hadid dibilang bibit pelakor." dengan angkuh Vio mengibaskan rambutnya kewajah Farah.

"Najis, gak kebayang sih kalau misalnya Sagara tau segala akal bulus lo. Pasti dia bakal benci dan marah besar. Apalagi kalau dia sampai tau yang di dalam botol itu cuma air biasa, bukan formalin," ucap Farah sembari membuka botol yang di maksud bahkan dengan santainya dia meminum air tersebut.

"Makanya lo harus tutup mulut, untung aja kemarin yang nanganin gue di puskesmas tante Isabel. Kalau sedikit aja telat, hancur rencana gue," ucap Vio dengan wajah angkuhnya.

"Dasar licik, adai aja semua orang tau kebusukan lo. Kalau aja kita bukan sepupu, jijik banget gua mau sekamar sama orang munafik bin iblis kaya lo," ucap Farah dengan ekspresi seakan sedang muntah.

Bukannya marah Vio malah tertawa terbahak-bahak, persis seperti orang gila.

"Oh my little sister, terimakasih untuk pujiannya. Gemes banget deh sampai pengen gue cekek," ujar Vio dengan tangan seakan mencekik seseorang.

.
.
.
.
.

Bersambung...

Jangan lupa vote cerita "Bukan Cinta Bedengan" yang mau krisan juga boleh di kolom komentar.

Bukan Cinta Bedengan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang