SDTPP - 77. Rasa Sesak Kembali Menyeruak

55 14 0
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak.
Happy reading 💗

_________________________________________________

Hari demi hari dilalui dengan tak mudah, Sita yang masih terus berusaha meyakinkan Daniel, dan Bagus yang mencoba untuk membuang perasaanya pada Sita. Keduanya sama-sama berusaha, namun bukan untuk mencapai suatu tujuan yang sama. Mereka sudah tak lagi sejalan, hubungan di antara keduanya kini semakin renggang, setelah Sita menyuruh Bagus untuk menjauh darinya, untuk tak lagi menyimpan perasaan padanya.

Beberapa hari belakangan, Bagus sudah tak lagi datang ke rumah Sita. Biasanya dia tetap memperhatikan Sita meski dari jauh, namun kali ini tidak, Bagus tak lagi melakukan hal itu, dia benar-benar melakukan apa yang Sita perintahkan.

Sita yang hendak berangkat sekolah, keluar dari rumah, halaman rumah sepi, tak ada seseorang menunggunya untuk berangkat sekolah bersama. Sita menghela napas, meski rasanya ada yang kurang menjalani hari-harinya tanpa Bagus, tetapi inilah yang terbaik, agar tak ada hati yang patah karena cinta tak terbalaskan.

Jino yang keluar dari dalam rumah mendapati Sita tengah melamun di teras depan.

"Ta, lo kenapa pagi-pagi ngelamun? Kesambet jurig maung baru nyaho lo. Aing maung wraw..." ucap Jino sambil memperagakan orang kesurupan.

"Gue ... gue gak ngelamun, kok," elak Sita. "Udah ayok berangkat."

Keduanya berangkat ke sekolah menggunakan motor matic yang Jino beri nama Cantik.

Motor Bagus berhenti di depan sebuah rumah, namun bukan rumah milik sahabatnya. Tak lama seorang gadis keluar dari dalam rumah, raut wajahnya tampak gembira, ia berjalan menghampiri Bagus dengan senyum yang terus mengembang.

"Udah siap?" tanya Bagus.

Gadis itu mengangguk mantap. "Iya, udah."

"Ayok kita berangkat sekarang," ajak Bagus. Gadis itu naik ke atas motor, kemudian melingkarkan tangannya di pinggang Bagus. Bagus tampak tak keberatan, ia membiarkan gadis itu melakukan apa yang diinginkannya. Motor Bagus pun melesat membelah jalanan.

Sebelum berangkat ke sekolah, Daniel menyiapkan makanan lebih dulu untuk Dona. Ia membawa semangkuk bubur dan segelas air putih di atas nampan, menaruhnya di meja yang ada di samping tempat tidur.

Saat ini Dona tengah berbaring lemah. Setelah berpisah dari Tedi, Dona sering jatuh sakit, beban fikiran yang menjadi faktor utama kesehatannya menurun.

"Mam, Mami makan dulu, ya, abis itu minum obat," ucap Daniel duduk di atas tempat tidur menghadap maminya.

Dona mengubah posisinya menjadi duduk. "Maaf, ya, Niel, harusnya Mami yang siapin makanan buat kamu. Maaf Mami sering sakit-sakitan, maaf juga Mami ngerepotin kamu terus," ucap Dona raut wajahnya terlihat sendu.

"Gapapa, kok, Mam, Daniel sama sekali gak merasa direpotin. Udah jadi kewajiban Daniel buat rawat Mami. Mami jangan terlalu banyak pikiran, ya, jangan mikirin hal yang gak perlu Mami pikirin," sahut Daniel, ia akan berusaha untuk sabar dalam merawat Dona, karena saat ini hanya Dona lah yang Daniel punya. Tedi sudah tak lagi peduli akan dirinya, bahkan hingga saat ini Tedi belum pernah menginjakkan kaki ke rumah itu meski hanya sekedar untuk menemui anaknya.

"Sekarang Mami makan, ya." Daniel mulai menyendok bubur tersebut, menyuapi Dona dengan perlahan.

Daniel meraih kantung plastik berwana putih berisi obat milik Dona. Hanya tinggal tersisa untuk dua kali minum lagi, sedangkan Dona masih belum pulih.

Sita & Tiga Pria Posesif (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang