4. The Questions

489 121 41
                                    

Jangan lupa untuk vote dan komen ya, selamat membaca 😄

=========

Mata yang sedari terpejam itu terbuka secara perlahan. Cahaya matahari pagi terasa begitu menyilaukan hingga membuat ia menutupkan matanya kembali. Ia mencoba bergerak namun seluruh badannya tiba-tiba nyeri terutama di bagian kaki dan pergelangan bahu. Setelah menyesuaikan dengan cahaya yang ada ia dapat melihat keadaan sekitarnya, kakinya di perban.

"Ku kira semuanya mimpi ternyata aku memang terjatuh dari kereta ya," gumam pemuda itu pelan. Dia benar-benar terjatuh di celah peron stasiun. Dalam hatinya dia bersyukur tidak sampai tertabrak kereta hingga terseret beberapa mil jauhnya. "Untung hanya mimpi."

"Oh, kau sudah sadar?" Seorang perawat masuk kedalam kamar rawat nya. Pemuda itu tersenyum dan si perawat mulai memeriksa keadaannya secara umum. Sesaat kemudian seorang dokter masuk.

"Tulang kaki patah dan bahu retak. Kau beruntung masih bisa selamat, Nak," ucap dokter setelah memeriksa keadaan sang pasien yang sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. "Katakan padaku bagaimana kau bisa kecelakaan sepeti ini terlebih lagi kau hampir saja tertabrak kereta."

"Aku tertabrak kereta?" Ia membeo, wajahnya terkejut berarti mimpinya benar.

"Ya, untung saja ada orang yang menyelamatkan mu. Kau lupa kejadiannya?" Sang pasien yang masih terbaring itu mengangguk tapi juga menggeleng. Ia menjadi tak yakin dengan ingatannya sendiri. Dokter itu bangkit dari duduknya dan mulai memberikan beberapa petunjuk pada perawat. "Bagaimana dengan keluarganya, susah ada yang mengkonfirmasi?"

Sang suster menggeleng, "Baiklah, jika orang tuanya sudah datang segera temui saya." Dokter pun pergi.

"Sus, boleh aku bertanya, Ayah ku dimana?" tanyanya. Sang suster nampak senang. Kemarin dokter sempat berasumsi bahawa kemungkinan pasiennya akan amnesia mengingat selain luka pada bahu dan kaki, kepala nya juga mengalami benturan.

"Kau ingat orang tua mu?" Pasien itu mengangguk.

"Ayah ku Taeyong, Lee Taeyong. Dan aku Mark Lee."

.
.


Dua orang itu melangkah dengan perasaan was-was. Tadi saat mereka datang ibu dari Haechan terlihat dangat khawatir.
Pasalnya anak semata wayangnya itu tidak kunjung membuka pintunya. Ia sendiri tidak terlalu kuat untuk mendobraknya. sementara suaminya masih belum pulang.

"Tolong ya Renjun, tante gatau lagi harus gimana sama keadaan Haechan. Dia gak mau keluar kamar." Pinta ibunya Haechan. Renjun pun hanya mengangguk diikuti Jaemin.

"Chan, ini Renjun," ujarnya sambil mengetuk pintu. Jaemin hanya memperhatikan sedikit. Dia tidak terlalu kenal dengan Haechan begitu pula dengan Mark. Dia bahkan bingung untuk apa dirinya disni.

Pintu bercat kuning itu terbuka, ibu Haechan merasa lega melihat pintu itu akhirnya terbuka. Ia kemudian pergi untuk mengambil beberapa makanan. Haechan sendiri berdiri disana dengan keadaan kacau, sisa-sisa air mata masih ada di pipinya yang kecoklatan. Belum lagi kukunya yang terus dia gigit. Ekspresinya gelisah dan takut di saat bersamaan.

Renjun mendekatinya, menarik kedua tangan Haechan yang terus ia gigit. Jari jempol dan telunjuknya bahkan sudah keriput. "Sst tenang dulu oke, aku tau kamu kenapa. Na, tolong ambilin tisu disana dong." Pintanya. Dengan patuh Nana pergi. Dia tidak tega melihat keadaan Haechan yamg seperti itu.

"Njunn kita kemarin pulang kaya gimana? Kita gak kemana mana kan abis pulang sekolah? Mark ada kan ya di rumahnya?" Pemuda itu bertanya dengan hati-hati.

Déjà vu || NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang