Penghuni kos Bunga Desa sudah heboh sejak tadi pagi. Pasalnya, hari ini rencananya hendak mengisi waktu luang sebelum kegiatan belajar di tempat kursus dimulai. Maka dari itu, sudah sejak kemarin persiapan pun dilakukan. Salah satunya adalah menyiapkan alat transportasi.
Bersepeda adalah pilihan bersama. Jarak yang dituju tidak begitu jauh. Hanya sekitar tujuh kilometer dari Kampung Inggris. Alka hanya menurut. Meskipun, ia tidak yakin bakal sanggup menempuh jarak sepanjang itu dengan mengayuh sepeda.
Semua teman Alka memutuskan untuk menyewa sepeda saja karena bisa dipastikan kendaraan roda dua itu akan jarang dipakai. Sebab, jarak antara kos dan tempat kursus sangat dekat.
"Kamu nggak bisa nyewa sepeda, Al. Soalnya syaratnya harus meninggalkan identitas diri. Kartu pelajar juga bisa sebenarnya. Tapi ... kita belum dapat, 'kan?"
Ucapan Isna kemarin sore membuat Alka lemas. Ia memang belum memiliki Kartu Tanda Penduduk atau KTP. Usinya baru genap 16 tahun belum lama ini. Alka sempat berpikir bahwa ia tidak harus ikut jalan-jalan. Namun, ia tidak ingin menyesal. Barangkali, dengan berada di keramaian, proses pemulihan jiwanya akan cepat membaik. Akhirnya, Alka nekat merogoh kocek lebih dalam dengan membeli sepeda. Meski bekas, kondisinya masih bagus. Lumayan untuk keliling kota Pare suatu hari nanti.
"Udah pada tahu tempatnya, Yuk?" tanya Alka pada Isna.
Saat ini, Alka masih berdiri di depan kaca. Ia membenarkan pasmina yang ia kenakan agar terlihat rapi. Alka ingin sekali memakai bergo saja biar lebih ringkas. Namun, ia urungkan. Ia khawatir kalau kadar cantiknya berkurang kalau ganti gaya. Bukan itu sih alasan sesungguhnya. Alka hanya ingin terlihat menarik sewaktu sesi foto di tempat wisata nanti. Sehingga, ia pun memilih kostum yang sederhana tetapi masih enak dipandang mata. Setelah selesai berdandan, Alka puas dengan penampilannya.
Kali ini, Alka mengenakan celana dasar yang merupakan satu set dengan kemeja berbahan Rayon Uniqlo yang halus dan adem ketika dipakai. Sehingga, cocok dipakai saat berwisata santai seperti hari ini. Pakaian tersebut berwarna Plum. Lalu, Alka memadukannya dengan pasmina bermotif sakura kecil, bunga kesayangan Alka.
"Temannya Luna paham daerah sini. Nanti kita ikutin mereka aja. Kamu jangan jauh-jauh dari Ayuk, ya!"
Alka pun lantas mengangguk.
Luna adalah salah satu penghuni Desa. Gadis yang lumayan aktif itu berasal dari kota Batam. Katanya, teman Luna itu juga belajar di tempat kursus yang sama dengan Alka, tetapi beda angkatan dengannya.
"Ayok, berangkat! Temanku sudah di depan." Luna berseru lantang.
Alka dan teman kosnya pun bergegas menaiki sepeda masing-masing.
"Kenalannya nanti saja ya, Guys! Keburu siang. Panas," ujar Luna.
Alka sudah bersiap menaiki sepedanya. Lalu, ia mengikuti teman-temannya yang sudah terlebih dulu bergerak.
"Bismillah." Alka berucap lirih. Ia berharap perjalanan kali ini tidak menemui kendala.
Mata Alka terpaku pada sosok pesepeda yang masih berdiam diri di tepi jalan. Ia tidak menyangka kalau akan bertemu lagi dengan lelaki itu.
Alka hendak berhenti sejenak guna menyapa lelaki itu, tetapi dilarang.
"Sambil jalan aja ngobrolnya. Takut ketinggalan rombongan." Lelaki itu berucap. Alka pun mengiyakan.
"Mas kok bisa di sini?" Alka menyuarakan rasa penasarannya.
Lelaki yang namanya masih belum teraba itu menjalankan sepedanya berjejeran dengan milik Alka.
KAMU SEDANG MEMBACA
IKHTARA (SUDAH TERBIT)
Teen FictionAlka Radhika, remaja berusia enam belas tahun baru saja mengalami kecelakaan maut bersama keluarganya sampai menyebabkan sang paman meninggal. Rasa trauma menghantui gadis remaja itu sepanjang waktu. Sehingga, ia memutuskan untuk hijrah dari kampung...