Gedung pertemuan di tempat kursus seketika penuh karena para murid sudah bersiap untuk mendengarkan pengumuman kelulusan. Setelah lebih dari satu minggu dihadapkan pada ujian tertulis maupun lisan, malam perpisahan pun tiba. Kini, wajah-wajah cemas menghiasi hampir setiap murid di berbagai sudut.
"Fokus, Guys! Acaranya mau mulai," ujar salah seorang yang duduk di belakang Alka. Ia menoleh sekilas pada orang itu. Lalu, perhatiannya beralih pada pembawa acara, yang dengan intonasi mendayu, membuka suara.
"Itu Kay, Al!" tunjuk Isna yang berada di samping Alka.
Mata Alka sontak menghadap ke depan. Ia menatap ke arah Kay dengan mata tak berkedip. Tak terasa, air matanya menetes mendengarkan ayat Al Quran yang dilantunkan oleh Kay dengan irama yang sangat merdu. Ayat-ayat yang dibaca Kay seakan bisa menembus hati, hingga Alka sampai tergugu. Apalagi, dengan kondisi keduanya yang masih belum bertemu semenjak kesalahpahaman sewaktu ujian akhir itu berlangsung, membuat tangis Alka makin tumpah ruah.
"Apa acara Farewell Party malam ini juga membawa perpisahan dengan Kay dalam keadaan tidak baik-baik saja seperti ini?" batin Alka sembari melihat ke area panggung sampai Kay menghilang menuju ke ruangan paling ujung.
Alka menyeka air matanya dengan sapu tangan motif sakura yang penuh kenangan. Ia tidak peduli ketika Isna meledeknya ketika mengamati adegan itu.
"Wah ... sapu tangan fenomenal, nih?" ucap Isna sambil berbisik, mengganggu indra pendengaran Alka.
Alka masih tetap mengabaikan ocehan Isna yang terkadang tidak baik untuk keadaan hatinya.
"Stop it, Yuk!" seru Alka penuh ancaman yang membuat Isna seketika diam.
Alka kembali memusatkan perhatiannya ke depan meski pikirannya masih jalan-jalan.
Sampai detik ini, rangkaian acara berjalan dengan khidmat. Sebenarnya, ada pementasan drama juga, tetapi Alka tidak terlalu menyimak tentang apa ceritanya. Fokusnya malam ini benar-benar pecah sampai ketika sang pemilik lembaga kursus memberikan sambutan, lalu mengetuk palu tanda para murid sudah bisa berbuka puasa, pikiran Alka masih melayang.
Sorak sorai pun menggema dari berbagai penjuru ketika memulai buka puasa. Kecuali, Alka. Bahkan, ia tidak sadar menyoal penyebab di balik kegaduhan ini sesungguhnya.
"Al ... udah boleh pakai bahasa Indonesia. Nggak usah terlalu formal, deh," kata Isna sambil menampakkan raut kesal.
Alka baru mengerti bahwa buka puasa yang dimaksud menunjukkan bahwa para murid tidak harus berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris lagi di area tempat kursus ini.
"Pengumuman kelulusan bentar lagi, dong?" timpal Alka yang lantas dibalas dengan anggukan oleh Isna.
"Nanti, nama yang lulus dipanggil satu per satu untuk maju ke panggung. Kalau ternyata nama kita nggak masuk, berarti kita kurang beruntung alias unsuccess." Isna menjelaskan dengan gamblang.
Namun, Alka tidak peduli itu. Ia bahkan sudah pasrah mau lulus atau tidak. Yang pasti, ia sudah melalukan yang terbaik. Sehingga, apapun hasilnya, ia serahkan pada Allah dan para tutor yang melihat kemampuannya secara langsung.
"Aku takut, Al," ucap Isna sambil memegang tangan Alka. Hawa dingin itu langsung menyergap ketika tangan gadis berusia dua tahun di atas Alka itu menyentuh kulit Alka.
"Bismillah. Yakin aja sama Allah, Yuk." Alka menjawab dengan singkat.
Kali ini, suara riuh itu mewarnai pesta perpisahan malam ini. Apalagi, ketika tepat pukul sebelas malam, nama-nama murid dipanggil satu demi satu.
"Alhamdulillah."
Ucapan rasa syukur itu keluar dari para murid yang beruntung. Termasuk, penghuni Bunga Desa yang dinyatakan lulus semua. Alka turut bahagia, tetapi ia belum sepenuhnya lega karena masih menyimpan kejanggalan di dalam hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IKHTARA (SUDAH TERBIT)
Novela JuvenilAlka Radhika, remaja berusia enam belas tahun baru saja mengalami kecelakaan maut bersama keluarganya sampai menyebabkan sang paman meninggal. Rasa trauma menghantui gadis remaja itu sepanjang waktu. Sehingga, ia memutuskan untuk hijrah dari kampung...