20. Hari Terakhir

12 10 0
                                    

Antrean panjang menghiasi area kantor lembaga kursus tempat Alka menimba ilmu. Sebab, hari ini jadwal pengambilan sertifikat kelulusan berlangsung. Setelah melewati baris demi baris yang begitu melelahkan, Alka mengambil satu map besar berisi tanda lulus tersebut.

"Alhamdulillah." Alka mengucapkan rasa syukur pada Allah. Bakda Subuh tadi, Alka juga sudah memberitahu Pak Radhit dan Bu Inka mengenai pencapaiannya ini. Nada haru pun menyelimuti momen berbincang via suara itu.

Alka keluar dari ruang administrasi dengan santai. Bibirnya menyunggingkan senyum lebar kala mendapati sosok idaman itu sudah menunggunya di bawah pohon besar yang berada di depan kantor. Lelaki itu melambaikan tangan memberi kode agar Alka lekas mendekat.

"Al ... mau ke mana setelah ini?" tanya Isna dengan membawa map berwarna maroon yang serupa dengan milik Alka.

Isna mengikuti arah pandang Alka setelah bertanya demikian.

"Oh, I see. Good luck, Al," ucap Isna sambil menyuguhkan senyum jahil.

Isna berlalu dengan tawa lebarnya setelah berhasil membuat Alka tersipu malu. Entah apa yang Isna bisikkan pada Kay ketika gadis itu pergi meninggalkan area lembaga kursus ini.

"Ayuk, ih!" geram Alka dalam hati.

Sambil berjalan ke arah Kay, Alka mengamati sekeliling. Ada seorang gadis yang menangis sesenggukan di ujung ruangan, yang kini tengah dihibur teman-temannya. Alka mengetahui gadis itu adalah salah satu dari beberapa orang yang dinyatakan tidak lulus. Kabarnya, gadis itu akan mengulang materi tiga bulan di kelas praktik. Ada yang bilang, bagi yang tidak lulus, bisa mengulang pelajaran tanpa harus mengeluarkan biaya sedikit pun.

Pandangan Alka beralih pada dua orang teman, yang dulu pernah sekelas di tingkat basic, sedang berpelukan dan mengurai air mata. Sebab, keduanya akan berpisah hari ini karena harus mengejar impiannya masing-masing di kota asalnya.

"Aku nanti kayak gitu juga kali, ya?" lirih Alka sambil menahan air mata agar tidak menetes.

"Khusyuk banget," ucap Kay yang membuat Alka tersadar dari lamunan.

"Berpisah itu menyedihkan, ya?" ucap Alka sendu. Pikirannya menerawang ke sembarang arah.

"Sedih itu manusiawi. Namanya kehidupan ya seperti ini. Sebisa mungkin, manusia harus menyiapkan diri agar tidak berlarut ketika kata pisah itu harus terjadi," tutur Kay getir. Sebenarnya, lelaki itu juga sedang berusaha menasihati dirinya sendiri.

"Pengin ke mana hari ini?" tanya Kay dengan lembut.

"Jangan bilang terserah, ya!" lanjut Kay sambil tertawa.

Alka pun tertular tawa itu.

"Lama nggak ke Masjid An-Nur," sahut Alka, disertai irama kerinduan yang mendalam di hatinya.

Semenjak fokus menghadapi ujian, Alka tidak lagi ikut mengaji. Selain jadwal kursusnya yang padat, badannya juga mulai protes akhir-akhir ini. Sehingga, meski berat, ia terpaksa harus memilih.

"Berangkat!" seru Kay dengan raut semringah.

***

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih lima belas menit menggunakan angkutan umum, Alka dan Kay sampai di depan Masjid An-nur. Lalu, keduanya bergegas menuju ke area samping masjid yang di sana sudah berjejer para pedagang yang menjajakan jajanan khas Nusantara.

IKHTARA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang