Hari yang ditunggu pun tiba. Yakni, hari pertama tatap muka di tempat kursus. Masa penantian Alka usai. Setelah satu bulan yang lalu mendaftar, dan waktu luangnya dihabiskan untuk menjelajah sebagian isi kota kecil ini, hari ini waktu belajar dimulai.
"Semangat." Alka mengepalkan tangan ke atas berniat untuk menyemangati diri sendiri.
Sedari pagi, Alka tersenyum semringah. Namun, alasan lain senyumnya melebar bukanlah karena proses belajarnya dimulai. Ada satu hal yang membuat raut muka Alka bertambah senang, yaitu kemungkinan besar bertemu dengan lelaki yang ia temui di Masjid An-Nur bakal terbuka lebar.
Sepulang dari masjid kala itu, rona bahagia di wajah Alka selalu terpancar. Bahkan, bibirnya selalu menyunggingkan senyuman, hampir setiap waktu. Kalau saja tidak ditegur Isna, senyum itu tiada henti menghiasi harinya.
"Tukeran nomor hape saja. Biar nanti mudah komunikasinya. Apalagi, kita satu tempat kursus. Mana tahu ada rencana sharing ilmu suatu hari nanti. Selain itu, kalau jadi, kamu juga ikutan ngaji pada akhir pekan. Kalau mau berangkat bareng 'kan enak. Nanti, aku hampiri ke Bunga Desa."
Kata-kata lelaki yang Alka panggil 'Kay' itu membekas di relung hatinya. Saat itu, Kay memang mengantar Alka sampai di depan kos. Tentu saja, setelah sarapan bersama di tempat warung pecel yang rasanya nikmat dan harga bersahabat.
Perhatian Alka kembali berpusat pada waktu kursusnya hari ini. Ia melihat jadwal kursus yang tertempel di sisi lemari. Kelas Alka dimulai pada pukul 05.30 WIB. Pagi sekali. Ditambah, di tempat kursus Alka, penunjuk waktunya dipercepat setengah jam dari waktu normal. Sehingga, jadwal masuk sebenarnya adalah pukul 05.00.
"Gokil!" Itulah yang Alka pikirkan.
Bagaimana tidak? Pada saat teman-temannya di Sumatra masih meringkuk di balik selimut, Alka dan rekan satu tempat kursus sudah bersiap untuk belajar dari bakda Subuh tadi.
Saat ini, waktu menunjukkan pukul 04.45, Alka dan sembilan temannya yang satu kelas sudah berpakaian rapi. Di tempat kursus Alka itu, tidak ada seragam khusus. Ketentuannya hanya berpakaian rapi dan sopan. Untuk yang beragama islam, wajib memakai kerudung. Sedangkan, untuk perempuan non islam, mengenakan rok atau celana dan baju panjang. Teruntuk semuanya, pakaiannya tidak boleh transparan dan harus longgar.
Ketentuan untuk siswa laki-laki tidak jauh beda. Bukan dengan memakai kerudung. Namun, peraturannya yang juga ketat. Ketika di kelas, harus memakai kemeja dan celana panjang. Boleh mengenakan kaos, asal ada kerahnya.
"Total sekali peraturannya. Ada bumbu-bumbu religiusnya juga." Alka berkata seperti itu sewaktu membaca tata tertib yang tertera di dinding area registrasi kala itu. Lembaga kursus tempatnya menimba ilmu memang bukan pondok pesantren. Namun, peraturan dan kedisiplinan yang diterapkan sudah setara dengan pesantren.
Alka sungguh takjub.
"Ayo berangkat! Biar nggak telat." Salah satu penghuni Bunga Desa berteriak.
Alka dan Isna segera keluar kamar dan mengunci pintu. Sebenarnya, tidak dikunci pun tempat kos ini tergolong aman. Namun, tidak ada salahnya untuk berjaga-jaga.
***
Sekitar pukul 04.55 WIB, Alka dan teman kosnya sampai di depan gerbang tempat kursus. Sudah banyak siswa yang berkeliaran di sekeliling gedung.
"Kelas A malah udah masuk dari jam setengah 5 tadi. Untung jadwal kelas B masih manusiawi. Kalau tidak ... porsi tidurku bakal berkurang banget." ujar Luna menggebu.
Alka hanya mendengarkan dalam diam celotehan dari teman-temannya. Pikirannya menerawang ke sembarang arah sembari meraba waktu demi waktu yang akan ia habiskan di tempat barunya ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/283233513-288-k989558.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
IKHTARA (SUDAH TERBIT)
Teen FictionAlka Radhika, remaja berusia enam belas tahun baru saja mengalami kecelakaan maut bersama keluarganya sampai menyebabkan sang paman meninggal. Rasa trauma menghantui gadis remaja itu sepanjang waktu. Sehingga, ia memutuskan untuk hijrah dari kampung...