18. Candi Borobudur

11 10 0
                                    

Alka masih tidak menyangka kalau ia bisa bertahan sejauh ini. Dengan keadaan jiwanya yang memendam rasa trauma, ia bisa mengikuti seluruh proses pembelajaran di tempat kursus dengan baik. Sampai akhirnya, hari ini Alka dan teman satu kelompoknya akan melaksanakan ujian akhir di Candi Borobudur.

"Nanti kalian dibagi lagi menjadi delapan kelompok. Satu kelompoknya terdiri dari tiga orang. Nanti, Saya akan mengawasi kalian secara langsung. Ingat! harus terus bersikap santun. Jaga nama baik lembaga kursus kita."

Briefing panjang dalam bahasa Inggris baru saja disampaikan oleh pemilik tempat kursus. Alka dan teman-nya yang lain mendengarkan dengan saksama.

Selepas Shubuh ini, dua puluh empat orang yang dibagi menjadi dua rombongan, berpencar ke arah mini bus yang telah disediakan. Setelah menempati tempat duduk masing-masing, keadaan mendadak hening. Tak ada lagi suara candaan seperti tadi malam ketika berangkat ke Magelang. Sekarang, setiap orang sibuk memegang kertas panduan. Ada juga yang tampak komat-kamit entah sedang melafalkan apa, mungkin sama dengan yang dilakukan Alka.

"Daripada keceplosan ngomong bahasa Indonesia, 'kan ngeri." Alka membatin.

Selama di perjalanan, komunikasi yang digunakan memang wajib berbahasa Inggris. Itu adalah ketentuan yang tidak boleh dibantah. Selama ujian berlangsung, para murid hanya diperbolehkan berkomunikasi memakai bahasa Indonesia ketika sedang bertransaksi. Selain itu, tidak bisa ditolerir. Apalagi kalau sampai ketahuan tutor atau pengawas, bisa benar-benar mendapat nilai minus. Satu lagi yang tidak bisa diabaikan, yaitu masalah kedisiplinan.

"Jangan sampai telat! Kalau nggak mau ujian kalian unsuccess."

Kata-kata itu sudah diucapkan berulang-ulang oleh tutor pendamping. Sebab, Beliau tidak ingin murid-muridnya mendapat murka dari sang pemegang kuasa tertinggi di tempat kursus yang terkenal sangat disiplin itu.

Sesampainya di Candi Borobudur, para murid bergabung dengan kelompok yang sudah dibagi tadi. Alka sendiri satu kelompok dengan dua temannya yang bernama Randi dan Diva. Alka tidak begitu mengenal kedua temannya itu. Kalau dengan Randi, Alka memang beberapa kali ketemu karena lelaki itu adalah teman sekelas Kay.

Selanjutnya, Alka dan dua temannya diarahkan untuk memasuki di area Candi.

"Come on, Alka!" ajak Randi sambil menarik tas selempang Alka agar mengikuti langkah lelaki itu lebih cepat.

Alka terbengong mengamati tingkah Randi yang seolah sok kenal itu.

"Sorry," ucap Randi kemudian. Lelaki itu meminta maaf karena bersikap sembarangan. Katanya, ia hanya tidak ingin Alka tertinggal di belakang karena tidak bisa menyamai langkah Diva yang sama lebarnya dengan Randi.

Alka hanya mengangguk maklum sambil mengingat materi tentang sejarah Candi Borobudur yang sudah dipelajari sejak beberapa hari yang lalu. Tentu saja, bersama Kay.

Mengingat laki-laki yang tanpa sadar sudah menawan hatinya itu, mata Alka berkaca.

"Sudah sampai. Ayo keliling dulu!" Diva mengajak Alka dan Randi.

Kedatangan rombongan yang akan ujian pagi ini memang masih terlalu pagi. Sehingga, tidak heran kalau suasana candi masih sepi. Bahkan, ketika sampai tadi, gerbangnya masih tertutup rapi.

"Candi Borobudur dibangun sekitar tahun 800 Masehi pada masa Dinasti Syailendra. Benar nggak, Kay?"

Alka masih mengingat dengan jelas momen belajar bareng dengan Kay tersebut. Sayangnya, ketika daftar nama yang berangkat ujian tertera di papan pengumuman, nama Alka dan Kay tidak berada pada jadwal yang sama.

IKHTARA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang