Bab 22 - Perjanjian

6 0 0
                                    



Mariana's Point Of View

Aku menatap Mika yang sedang memiankan mobil-mobilan pemberian Alvaro, sepertinya Mika sangat menyukainya karena dia tidak pernah melepas benda tersebut.

Hari ini Mika sudah berdandan dengan rapi karena sebentar lagi kami akan pergi kerumah Alvaro, perasaan hatiku makin kacau. Aku tahu Mika mempunyai keluarga lain yang harus dia temui tetapi aku tidak siap dia melupakan aku.

Sambil menunggu mamaku bersiap, aku melangkahkan kakiku menuju kamar kak Shita. Aku menutup pintu kamarnya dengan pelan dan bersandar disitu. Aku merasa sangat hampa sekarang. Aku harus kuat demi Mika, apapun yang akan terjadi aku akan tetap bersama Mika.

Setelah hampir sepuluh menit merenung didalam kamar kak Shita, aku pun keluar dari kamar itu. Aku mendengar suara Mika sedang tertawa, sepertinya dia sedang bersama orang lain. Aku mempercepat langkahku, aku melihat Alvaro sedang bermain dengan Mika. Aku menarik napas pelan dan melanjutkan langakahku.

"Ngapain kesini?" tanyaku sambil mengambil duduk didepan mereka berdua.

Alvaro mengalihkan pandangannya dari Mika dan tersenyum kearahku, dia menatapku beberapa saat hingga membuatku cukup bingung.

"Aku ingin menjemput kalian." Jawabnya santai sambil menerima mainan yang disodorkan oleh Mika.

"Aku masih bisa nyetir kok." Kataku sambil melihat jari-jari tanganku mengalihkan perhatianku dari Mika yang tampak bahagia dengan kehadiran Alvaro.

Alvaro hanya diam tanpa membalas perkataanku. Aku mencari mamaku dikamarnya, tidak biasanya dia bersiap selama ini. Aku mengetuk pintu kamarnya pelan tetapi tidak ada jawaban dari dalam. Aku membuka pintu itu dan melihat mama masih duduk didepan meja riasnya sambil menundukan kepalanya.

Aku tahu ini juga pasti berat buat mama juga tetapi dia selalu tegar saat dihadapanku, mungkin aku sayang dengan Mika tetapi mamaku lebih sayang dengan bocah itu. Apalagi Mika adalah gambaran kak Shita yang hilang.

Aku berjalan pelan mendekatinya. Aku meletakan tanganku dikedua bahu mama yang membuatnya sedikit terkejut. Aku bisa melihat rasa kesedihan dan ketakutan dikedua bola matanya itu. Aku meremas bahu mama pelan menguatkannya, walaupun hatiku sedang cemas juga.

"Alvaro udah nungguin kita ma." Kataku pelan.Aku mengecup pipi mamaku singkat dan berjalan keluar dari kamarnya.

Aku tersenyum tipis saat Mika tertawa lebar karena mendengar cerita Alvaro, mungkin aku harus bisa belajar menerima sekarang.

"Aku sama Mika duduk dibelakang aja." Kataku cepat saat mama akan membuka pintu mobil Alvaro. Aku melihat mama memandangku dengan heran, berbeda dengan Alvaro yang langsung membukakan pintu mobil untuk mamaku.

Aku hanya ingin dekat dengan Mika sekarang ini. Aku ikut bermain dengan Mika dengan beberapa mainan yang dia bawa dari rumah.

Aku mendengar pembicaraan mama dan Alvaro, mereka berdua bahkan tertawa riang seolah tidak ada orang lain didalam mobil itu. Mama memang orang paling hebat. Beberapa menit yang lalu aku bisa melihat kehancuran dikedua matanya, sekarang hanya ada tawanya yang terdengar didalam sini. Aku tidak terlalu mendengarkan apa hal lucu apa yang Alvaro katakan, aku hanya bisa menatap mereka berdua dalam diam.

Mobil Alvaro berhenti didepan sebuah rumah yang sangat mewah bergaya Eropa klasik. Saat melihat rumah ini aku langsung terbayang wajah mama Alvaro yang sangat angkuh seperti rumahnya.

Aku menuntun Mika turun dari mobil Alvaro, Mika menarik-narik ujung gaunku membuatku menunduk kearahnya.

"Mamee ini rumah siapa?" bisiknya pelan.

Empty SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang