Bab 18 - Aku Rindu

3 0 0
                                    


Melvin's Point Of View

Aku memukul stir mobilku berkali-kali. Aku menumpahkan semua amarahku pada stir yang tak bersalah itu.

 Aaaahhhhhhhh............

Aku ingin bertriak dengan keras sekarang tetapi suara teriakan itu hanya ada didalam kepalaku.

Aku baru bertemu dengan mamanya Mariana lima menit yang lalu, dia tidak bisa mengatakan padaku mengenai keberadaan Mariana. Dia sudah berjanji pada Mariana untuk tidak mengatakan keberadaannya sekarang.

Aku sangat kesal padanya dan pada diriku sendiri. Mariana menghilang begitu saja bagaikan ditelan bumi, belum lagi dia sudah mengajukan surat pengunduran diri dikantor yang membuatku semakin gila.

Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, pasti ini ada hubungannya dengan Alvaro. Sudah hampir seminggu juga Alvaro meninggalkan kantor tanpa tahu keberadaannya. Mereka berdua menjadi sangat tidak profesional. Aku benci keadaan ini.

Pertemuanku dengan Deasy waktu itu hanya karena dia ingin memberikan undangan pernikahannya padaku, Deasy akan segera menikah. Aku tidak perduli padanya lagi.Sialan. Hanya karena pertemuan itu aku membuat Mariana semakin terluka. Seharusnya aku meminta Deasy mengirim undangan itu kekantorku saja.

Seharusnya aku lebih peka dengan keadaan Mariana sekarang, dia membutuhkan orang lain untuk membuatnya nyaman tetapi aku malah membuatnya bersedih.

Aku melajukan mobilku dengan kecepatan yang cukup tinggi, aku luapkan semua rasa amarahku disana. Aku harus mencari Mariana, tapi dimana?

Setelah seminggu menghilang akhirnya Alvaro masuk kantor lagi dengan penampilan ynag sudah lebih baik dari hari terakhir aku melihatnya. Tetapi raut wajahnya tidak bisa menipu kalau dia sedang banyak pikiran sekarang.

Aku menatap ruangan Marina yang masih kosong,biasanya jam begini aku bisa menikmati wajahnya dari sini.Wajah seriusnya yang membuatku selalu penasaran dengannya.

"Aku juga kangen sama mbak Mariana," aku segera mengalihkan pandanganku kearah lain saat melihat Sisi tiba-tiba berdiri disebelahku.

"Ehh.mm..." aku berusaha membasahi tenggorokanku yang tiba-tiba kering.

"Kamu tahu dimana Mariana sekarang?" tanyaku tanpa menoleh kearah Sisi.

"Saya tidak tahu pak, dia hanya mengatakan kalau dia baik-baik saja."

"Saya yang tidak baik-baik saja!!" kataku dengan sedikit emosi. Aku melihat Sisi hanya menatapku dengan bingung.

"Maaf, saya harus pergi." Aku meninggalkan Sisi begitu saja, sekarang aku sudah tidak profesional lagi.

Apa yang membuat Mariana harus mengundurkan diri dari kantor? Apakah Alvaro mengancamnya? Tetapi itu tidak mungkin, Alvaro bukan orang yang seperti itu.

Aku mengaduk makananku dengan tidak semangat. Hari ini aku makan sediri dikantin kantor, tempat yang biasa aku habiskan bersama Mariana. Aku merasa semua mata menatapku, aku tidak peduli dengan mereka semua. Aku hanya ingin merasakankan kehadiran Mariana, aku sangat merindukannya.

Aku mengangkat wajahku untuk melihat siapa yang sedang duduk dihadapanku sekarang. Alvaro dantang dengan makanan ditangannya. Aku merasa suasana kantin seperti tak berpenghuni. Beberapa saat lalu aku masih bisa mendengar suara bisik-bisik tetapi sekarang sudah hilang total, tidak ada suara sama sekali hanya ada suara bunyi sendok yang sedang dipakai oleh Alvaro.

Semua karyawan pasti sangat kaget akan kedatangan Alvaro dikantin kantor sekarang. Alvaro tidak pernah duduk makan disini, ini adalah pertama kalinya dia duduk makan disini.

Empty SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang