Bab 4 - Menjadi Aku

8 1 0
                                    


Mariana's Point Of View

Aku tahu aku tidak berhak untuk marah pada Melvin karena pada dasarnya dia memang tidak pernah mengetahui perasaanku padanya.

Aku hanya terlalu terbawa akan semua perhatian dan sikapnya padaku, mungkin semua teman-teman kami dahulu juga salah menilai kedekatan kami.

Mengapa hatiku menyimpan rasa marah padanya? 

Pada hari dia memperkenalkan pacarnya dan kemudian dia menghilang begitu saja, membuat rasa marahku semakin menjadi-jadi.

Aku merasa dia tidak pernah menganggapku ada walaupun sebagai teman. Aku bersama dengannya hampir lima bulan dan kami selalu menghabisakan waktu bersama. Aku marah karena menghilang begitu saja.

Setelah waktu berlalu rasa marah itu sirna, bahkan aku tidak pernah merasakan rasa marah itu lagi. Mungkin karena aku tidak pernah mendengar namanya lagi.

Kali ini rasa marahku tumbuh lagi. Melvin hadir lagi seolah-olah selama ini memang tidak pernah terjadi apa-apa. Memang tidak.

Aku ingin berteriak dengan kencang sekarang, kenapa hanya aku yang selalu merasa seperti ini?

Apakah aku harus berkata yang sejujurnya pada Melvin bahwa aku pernah menyukainya dulu? Tetapi aku takut ini akan menjadi salah paham.

Aku hanya berusaha agar hubungan kami hanya sekedar dikantor saja, aku tidak ingin lebih untuk sekarang. Atau aku yang berpikir terlalu jauh?

Seseorang tolong ubah hatiku menjadi apapun itu. Aku tahu kelemahan terbesarku adalah aku tidak mudah melupakan apa saja yang sudah pernah membuatku jatuh hati, dan mungkin sekarang aku harus berusaha lebih keras lagi untuk menahannya.

Menjadi perempuan dalam urusan percintaan adalah hal terberat menurutku. Saat dia jatuh cinta dia akan memendamnya sendiri, kalau dia mengatakannya dia mungkin akan menanggung rasa malu yang lama yang dikemudian hari akan dia sesali pernah melakukan hal itu. Mungkin juga tidak bagi beberarapa orang.

Kalau dia tidak mengatakannya dan terus memendamnya dalam waktu yang lama maka hatinya akan mati untuk orang lain.

Bagi seorang laki-laki mereka mempunyai kesempatan yang lebih besar dibanding perempuan. Jika mereka suka mereka akan mengatakannya, jika mereka ditolak mungkin hal yang biasa atau mungkin mereka akan mencobanya lagi.

Beberapa perempuan mungkin terbiasa atau mampu untuk mengungkapkan perasaanya dan setelah itu mungkin mereka akan merasa biasa saja tetapi aku yakin mereka akan mengatai kebodohan mereka saat mereka sendiri. Perempuan sangat lemah jika menyangkut hati mereka.

Disaat aku mulai berdamai dengan diriku sendiri terkait dengan pertunangananku, aku hanya butuh waktu sebentar saja untuk menerima semua itu walaupun rasanya begitu sakit.

Saat berhadapan lagi dengan Melvin rasa sakit yang mungkin aku ciptakan sendiri beberapa tahun lalu muncul kembali, rasa sakit yang sebenaranya sudah aku kubur rapat-rapat. Aku tidak menyangka saat rasa sakit ini masih mempunyai rasa yang sama seperti waktu itu.

Menjadi aku adalah hal yang banyak menguras tenaga, karena aku selalu melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau mungkin semua yang kulakukan selama ini hanya karena tuntutan waktu.

Aku selalu merasa bahwa seharusnya melakukan ini karena orang lain akan merasa senang dengan apa yang aku lakukan walaupun terkadang menyakiti hatiku. Setelah jauh melangkah aku mulai berpikir bahwa aku tidak harus membuat semua orang senang, aku harus memikirkan kesenaganku sendiri. Aku harus bahagia dengan apa yang membuat aku nyaman terutama aku harus berkompromi dengan hati dan pikiranku yang terkadang tidak sejalan.

Semua yang aku harapkan Melvin katakan padaku dahulu selalu menjadi patokanku untuk kebahagiaanku dan akhirnya aku menjadi kecewa karena aku tidak mendapatkanya dan sampai sekarang mungkin hal itu yang membuat aku belum bahagia.

Mungkin satu saat aku akan mengabaikan semua itu aku harus mendengar hal terburuk sekalipun dari mulut Melvin agar aku bisa bahagia. Semua akhir kebahagian pasti berawal dari kekecewaan dan keiklasan.

Aku pernah berharap untuk tidak lagi terjebak dalam perasaanku sendiri jika suatu hari aku bertemu dengan Melvin lagi dan ternyata aku masih terjebak juga sampai saat ini.

*****

Melvin's Point Of View

Aku tidak pernah menyangka untuk bertemu dengan Mariana lagi atau dulu aku biasa memanggilnya Ana. Dia berdiri dedepanku sambil memperkenalkan dirinya sebagai kepala divisi pengembangan yang baru.

Aku memperhatikannya dengan saksama, dia semakin menawan dari terakhir kali aku bertemu dengannya beberapa tahun lalu. Dia sepertinya mengabaikanku hingga membuatku sedikit tersenyum.

Aku kembali teringat dimana pertama kali kami bertemu, semuanya berjalan biasa saja. Kami sering bertemu sehingga kami cukup akrab. Aku mengenalnya dengan baik begitu juga dengannya, aku harap begitu.

Sebagai lelaki normal akupun menaruh hati padanya tetapi aku harus menahannya karena suatu hal. Aku juga tidak bisa mengontrol sikapku setiap kali aku bersama dengannya.

Aku tahu semua sikap yang aku berikan padanya bisa membuat dia atau orang lain salah paham. Aku melakukan semua itu karena aku menyayanginya tetapi aku juga tidak bisa memilikinya. Aku adalah orang bodoh yang sedang berada pada fase dilema yang cukup akut. Setiap kali membayangkan wajahnya membuatku selalu terseyum.

Pada saat itu aku masih berusaha untuk menjalin hubungan kembali dengan mantan pacarku dari masa sekolah dulu. Aku masih berusaha untuk menyakinkannya terus, sampai Mariana hadir dalam kehidupanku. Kehadiran Mariana membuat keyakinanku sedikit goyah karena dia begitu kuat mempengaruhi hatiku. Disaat perasaanku menjadi berantakan akan situasi ini, mantan pacarku memberi aku kepastian akan hubungan kami. Aku tidak bisa menggambarkan perasaanku saat itu sehingga aku berpikir bahwa mungkin seharusnya seperti ini jalannya.

Aku memperkenalkan pacarku pada mereka pada saat hari kelulusanku, aku berharap ini yang terbaik.

Setelah itu aku memutuskan untuk menghindar dari semua teman-temanku termasuk Mariana. Aku akan semakin jahat jika aku terus mempunyai perasaan padanya pada saat aku sudah mempunyai pacar.

Hubungan kami berjalan baik, kami menikmati semua momen bersama dan berusaha untuk tidak mengulang semua kesahalan yang pernah kami lakukan dulu.

Seiring berjalannya waktu ternyata memang kami tidak bisa bersama, kami menjadi orang yang berbeda. Kami hanya berusaha membahagiakan satu sama lain, sementara kami berdua tidak bahagia secara pribadi.

Aku pernah berpikir bahwa jika menjalin kembali hubungan yang lama merupakan hal yang baik tanpa perlu belajar dari awal lagi dan ternyata semua itu salah.

Pengulang itu ternyata tidak baik karena tidak menambah nilai apapun hanya mempelajari hal yang sama yang sudah kamu ketahui. Hanya untuk melihat seberapa usaha kamu.

Lebih baik jika kita belajar dari awal karena kita bisa mengenal hal-hal baru dan bagaimana diri kita berproses dengan hal-hal baru itu.

Aku tahu bahwa kami berdua sudah berusaha yang terbaik agar hubungan kami bisa berjalan lagi tetapi ternyata kami berdua hanya membohongi diri kami sendiri.

Mungkin pada awalnya tidak, karena kami begitu menyayangi satu sama lain tetapi setahun berlalu semuanya menjadi palsu. Kami mengakhiri hubungan kami dengan sangat dewasa tanpa saling menyakiti satu sama lain.

Sampai aku bertemu Maraina lagi. Aku sedikit terkejut dengan kehadirannya yang sangat tak terduga itu. Aku berusaha menahan diriku untuk tidak menariknya dalam pelukanku. Aku sangat tahu diri, karena kami hanya sebatas teman.

Apakah dia sudah menikah?

 Sepertinya belum karena jarinya masih kosong. Aku selalu memperhatikan jari perempuan jika mereka menarik perhatianku. Perempuan itu membutuhkan kepastian yang disimbolkan dengan cincin.

Mariana seperti membawa harapan baru dalam hidupku, tetapi aku harus berhati-hati kali ini karena aku tidak ingin dia membenciku.

Empty SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang