Malam dihari ketiga dikampungku, aku duduk sendiri di bangku didepan rumahku.
Samar samar kulihat ada orang yang datang menuju ke arahku."Sinta. Mampus aku" guamamku.
Kenapa juga dia nekad mendatangiku. Kalau orang kampung tau akan menjadi berita heboh ini nantinya. Huffff
"Bang....bang Vicky" sapanya prpan membelah malam.
"Sintaaa....kenapa kau nekad menemui aku?" Kataku dengan rasa was was sambil mengarahkan pandanganku ke sekitar.
"Sinta rindu bang. Makanya waktu kudengar Abang datang, aku gelisah ingin menemui Abang atau tidak. Kata hatiku aku akan temui bang Vicky apapun resikonya"jeasnya.
"Kau sudah punya suami Sinta. Sudah punya anak pula. Tak pantas kau datang menemuiku. Kalau ketauan pasti akan heboh lagi" kataku sambil melihat kedalam rumahku takut ayah atau ibuku atau adekku memergoki kami sedang berbicara.
Kuajak Sinta agak keteras samping rumahku yang gelap, menjaga supaya tidak ada orang tau.
"Kau pulang saja Sinta. Ini sudah agak larut malam. Nanti kau di cari ibumu. Bisa bisa murka dia" bisikku.
"Tidak bang. Sinta rindu Abang." Sinta merangkulkku dan ingin mencium bibirku.
Segera kuambil jarak dan sedikit mendorongnya untuk mengelak."Bang Vicky tidak ingat waktu kita pertamakali jadian? Gak ingat juga waktu Abang menciumiku penuh nafsu? Gak ingat juga ketika Abang mau ambil perawanku? Itu bang yang Sinta ingat." Bisiknya sambil menangis.
Aku terdiam. Sinta menciumi bibirku penuh nafsu. Tapi karena nafsunya ku tolak dengan pelan.
"Itu dulu Sinta, sebelum ibumu memisahkan kita. Sekarang sudah beda ceritanya. Abang minta kau pulang sekarang"
"Tidak mau. Bila perlu Sinta akan teriak biar orang tau, bahwa 2 orang yang saling mencintai bertemu ditempat gelap"
"Sintaaa....tak pantas kau lakukan ini. Dosa. Ingat suamimu, anakmu"
"Tak perduli bang. Aku tidak mencintainya walau aku sudah menjadi istrinya. Sakit bang. Saaakit. Bertahun tahun hidup dengan orang asing. Suamiku asing bagiku. Dia yang cinta Sinta. Aku tidak bang. Aku hanya mencintaimu"
"Tak pantas kau bicara begitu Sinta. Kalian diberkati untuk saling menerima satu sama lain"
"Dibibir iya bang. Betul itu. Tapi hati Sinta berontak"
Sinta mulai lagi memelukku dan menciumiku. Karena terbawa suasana, maka kubalas perbuatan Sinta.
Tak bisa kukendalikan lagi nafsuku.
Dengan masih pakaian lengkap, kupelorotkan celana dalamnya dan kukeluarkan kontolku yang sudah tegak.Dengan nafsu Sinta menciumi apa saja yang bisa dicium. Kurapatkan tubuhnya ke tembok rumah kami, meremas buah dadanya, ciuman kami tidak lepas. Tanganku ke selangkangannya, kugesek gesek gundukannya dengan jariku.
Desahan demi desahan keluar dari mulutnya.Ketika kuraba lagi memeknya, ternyata sudah basah. Kuangkat kakinya sebelah, kontolku mencoba menerobos lobang memeknya.
Dan....."Baaaang Vicky.....aazzhhg....aahmmm...teruskan bang...." Dia meracu karena goyangan maju mundur kontolku .
Mungkin karena terbawa nafsu, Sinta hanya sebentar sudah orgasme. Kuteruskan genjotanku
Ketika aku merasa air maniku akan muncrat segera kucabut batang kontolku dan kusuruh dikocoknya karena aku takut bila keluar didalam akan menjadi benih anak dalam rahimnya. Aku tidak mau itu terjadi.
Maka dengan kocokan tangannya , kontolku memuncrtkan pejuku...kurangkul dia.
"Siinntaaaaa.....aahhhh...zsahh..zsahh...aaahh...aaahmmm...aaahh"