Tidur bersama Om Rendy, pikiranku tertuju ke Meiza. Om Rendy sepertinya aku tidak bisa lepas dari dia. Aku berfikir, kenapa sekarang Om Rendy berubah? Hanya beberapa hari saja perubahan sikapnya membuat aku gerah.
Dari cara bicara dan tekanan tekanan kata katanya yang sanggup memenuhi keperluanku. Itu semua bersyarat. Aku disarankan bertemu dengan Meiza hanya sekali sekali saja.
Aku tidak tau kenapa Om Rendy begitu.Sebelum kepulangan ku ke kampung kami sudah sepakat, hari senggang pertemuanku dengan Meiza buat Om Rendy.
"Kenapa gelisah sayang" tegur Om Rendy yang aku pikir dia sudah tidur.
"Gelisah??? Enggak Om. Enggak bisa tidur aja" jawabku
"Apa yang kau pikirkan Vick" dia merobah posisi tidurnya menyender di senderan tempat tidur.
"Gak ada. Om Tidur aja lagi. Vicky baik baik saja"
Om Rendy menarik tanganku dan menaruh kepalaku di dadanya."Apa ada kata kata Om yang membuat mu tidak bisa tidur. Atau ada sesuatu yang kamu fikirkan"
"Tidak ada Om. Beneran"
Om Rendy mencium kepalaku dan memelukku dalam dadanya."Om, bisa bicara gak?"
"Bicara aja Vick."
"Om jangan marah ya. Vicky mohon banget."
"Heeei...ada apa dengan kau. Itu yang buat kau gelisah?"
"Enggak Om. Cuma mau bicara aja. Besok pagi Vicky mau telfon Meiza sebelum berangkat. Pinjam telponnya. Kan kalau ke luar harus nyari TU Om"
Wajah Om Rendy seketika berubah dan menyingkirkan kepalaku dari dadanya.
Aku mencoba tenang. Karena aku tau, dia tidak bisa menerima omonganku."Om, hanya memastikan saja. Apa aku bisa kuliah apa tidak. Itu janjinya Meiza Om. Aku gak mau hidup aku terlunta lunta. Kalau Meiza bilang tidak akan lanjut, aku harus mencari kerja Om. Tanggung iJazah yang aku gunakan"
"Om kan sudah bilang, Om akan memenuhi semua kebutuhanmu Vicky termasuk kuliahmu. Tinggal bilang dimana kau mau kuliah"
"Menghormati orang yang sudah menawarkan jasanya lebih dulu, pantaslah Om. Vicky tidak mau dicap sebagai orang yang diistilahkan sebagai 'Kacang Lupa akan Kulitnya, habis manis sepah dibuang'"
"Kan dia yang menghabiskan madumu, manismu Vicky. Kenapa juga berfikir begitu"
"Vicky heran dah Om, mulai kita ketemu kemaren itu, kata kata Om seakan akan aku ini milik Om seorang. Tidak bisa menyingkirkan egonya barang sedikit saja.
Ketemu dengan Om Zein, pikirannya negatif. Mau nelpon Meiza, otaknya lain lagi. Bingung Vicky Om. Ada apa sih sebenarnya""Sebenarnya Om tidak mau kau dengan orang lain. Hanya dengan Om"
"Lahhh...bisa begitu. Hidup aku Om sudah tau dari awal. Vicky tidak mau keterikatan. Bebas. Meiza yang mengajak aku kawin saja masih aku tolak. Itu karena aku mau bebas Om. Bagaimana warna hidup kita, kalau aku dan Om saja berdua. Pagi, siang, malam detik, menit ke jam hanya aku dan Om. Enggak bisa begitu Om."
"Vicky, maafin Om ya. Om juga gak tau kenapa rasa cemburuku akhir akhir ini menyala nyala bila ingat kau dan orang lain. Tidak tau kenapa Vick."
Aku hanya diam saja mendengarkan ocehannya. Yang pasti biarpun Om Rendy kaya dan tampan, aku tidak bisa menggantungkan hidupku sama dia. Ok lah kalau bertemu seperti janji semula, akan aku layani. Tidak bisa kutepis, bahwa aku juga sangat sayang sama dia. Sama seperti ke Meiza, tidak ada rasa cinta. Hanya saling memuaskan. Aku puas dengan rupiahnya, mereka puas dengan layananku.
Karena aku tau pasti, Om Rendy sama saja dengan Uteb dan Ayahnya, akan mencari kepuasan lagi dan lagi....
Meiza??? Sama juga. Dia tidak puas dengan satu orang.
Entah hidup apa yang dijalankan mereka.