17. Don't Leave Me

1.2K 183 24
                                    

Hari sudah menunjukan pukul 04:33 KST, dengan keadaan cuca yang amat dingin. Tubuh jenjang itu di buat mengigil saat, seember air dingin sudah membasahi seluruh tubuhnya. Seperti biasa, berbagai macam merek ponsel mewah memenuhi pandangannya.

Hari ini ujian pertama baru saja di gelar, saat hendak pulang. Dirinya malah kembali mendapati perlakuan seperti ini, hingga sampai seorang gadis yang mampu membuat segerombolan siswa itu hening.

"Apa kalian sudah gila? Dia bisa saja mati karena ulah kalian" Gadis yang terduduk lemah di lantai itu, mendongakkan wajahnya menatap gadis berponi yang kini sudah membuka suaranya.

"Apa aku terlihat peduli? Jangan ikut campur urusanku, pergilah" Tubuh yang tak kalah kurus itu ikut terjatuh di ke lantai yang kini sudah basah akibat air yang mereka siram pada gadis berambut bolnde itu.

"Yoo jeong-yeon!"

Seorang pria dengan wajah memerah sudah berjalan cepat menuju, gadis yang bername tag Yoo Jeong-yeon itu. Hingga satu tamparan pun mendarat sempurna di pipi gadis itu, semua yang melihat kejadian itu hanya mampu terdiam. Menatap wajah amarah milik pria itu.

"Beraninya kau menyakiti Adikku!" Kim Hanbin, pria itu bergegas membantu adiknya itu berdiri. Tak lupa ia juga membantu gadis yang sudah kedinginan itu.

"Lisa-ya, kau membawa mantel dua bukan? Tolong berikan padanya"

Lisa yang mendapati perintah dari sang Kakak, dengan segera membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah mantel yang cukup tebal. Dan membalutkannya pada tubuh mengigil milil Rosé.

"Ha-hanbin-ssii aku ti--"

Ucapan Yee Jeong-yeon, terpotong saat hanbin menarik kasar kedua gadis yang berada di belakangnya. Menyerat keduanya meninggalkan tempat itu. Sosok Hanbin saat ini sungguh jauh berbeda, jika pria itu biasanya sangat acuh bahkan tidak peduli dengan apa yang dilakukan Yee Jeong-yeon.

Akhir-akhir ini nampak berbeda, pria itu bahkan selalu melindungi Rosé yang hampir setiap hari di bully. Terlebih saat ini Kim Lisa adik kandung Hanbin yang pindah satu sekolah dengan nya, menjadi salah satu alasannya bersikap seperti tadi.

..........

Di satu sisi saat ini Jennie sudah beres dengan semua perkerjaannya dan bersiap untuk pulang, namun niatnya itu terpaksa ia urungkan. Dirinya masih sangat keras kepala, dan membenci Rosé yang nyatanya gadis itu merupakan Adik kandungnya. Ayah mereka sudah menjelaskan semuanya dengan berbagai bukti. Tapi Jennie masih sangat keras kepala dan egois.

Saat ini dirinya tengah duduk di kursi kerja, berbagai memori hangat yang dulu mereka cipta terputar kembali di kepalanya. Ia sangat merindukan semua itu, pelukan, ciuman, candaan, hingga pertengkaran itu sangat Jennie rindukan. Dia tidak munafik, jika hatinya sangat menyayangi adiknya itu.

Bahkan saat kepergian Ibu mereka, Hati Jennie merasa begitu hancur. Jauh saat ia kehilangan Neneknya dulu. Tapi saat mendengarkan berbagai kalimat dari mulut kekasihnya, sisi jahat Jennie pun menutupi seluruh hatinya. Dan itulah yang membuat Jennie bingung saat ini.

Mengedipkan beberapa saat matanya, ia pun mulai meraih ponsel genggamnya yang berada di dalam sakunya. Hingga ibu jarinya dengan begitu saja menekan ikon album. Dan sedikit mengeserkan kebawah, terdapat foto dirinya dan Rosé. Dimana gadis berpipi mandu ini mendapatkan kecupan pada pipi bulatnya.

"Bogosipeo~" Lirih Jennie, dengan ibu jari yang mengusap lembut layar ponsel yang menampilkan dirinya dan sang adik.

Tiba-tiba rasa rindu itu menghilang, saat layar ponselnya berubah menampilkan nama seseorang disana. Dengan segera jari itu mengeserkan ikon hijau, dan membawa benda persegi itu menuju telinganya.

"Yeoboseyo, Oppa?" Jennie memilih untuk menyapa terlebih dulu.

"Eoh, sayang. Maaf Oppa tidak bisa menjemputmu, karena ada pekerjaan yang sangat mendadak. Tidak apa bukan jika kau pulang sendiri?"

Wajah Jennie berubah menjadi masam, padahal saat ini dia sedang sangat membutuhkan senderan dari kekasihnya. Saat ini ia sangat sedang membutuhkan orang untuk tempatnya menumpahkan seluruh rasa kangen pada dirinya ini.

"Hm, Gwaenchana. Aku akan pulang naik taksi, jangan lupa untuk makan hm"

"Nee, kau juga. Baiklah aku harus segera mengakhiri sambunganya, saranghae"

Jennie belum sempat membalas ucapan itu, tapi sambungan terlebih dahulu terputuskan. Sedikit menghela nafas samar, ia pun mulai bangkit dari duduknya untuk pulang. Sebenarnya ia sangat engan untuk pulang kerumah, terlebih ayahnya sedang ada pekerjaan di Jepang hingga minggu depan. Dan saat ini di mansion hanya tersisa dirinya dan Rosé, dan juga beberapa pekerja disana.

..........

Ketiga remaja kini sedang nampak mengobrol ria dengan secangkir coklat hangat yang menemai pembicaraan mereka. Saat ini Rosé baru bisa merasakan memiliki seorang teman. Biasanya ia hanya sendirian bahkan hanya ada beberapa orang terdekatnya yang menamai hari-harinya.

"Ada yang ingin ku tanyakan padamu"

Rosé yang tadinya hanya memperhatikan pertengkaran dari kedua kakak beradik itu, seketika mengerutkan dahinya penuh tanya. "Apa kau benar putri, Song Jongki?"

Uhukkk....

Rosé yang sedang menikmati coklat hangatnya itu, seketika tersedak. Bagaimana lelaki ini tau, padahal Rosé maumpun pihak Ayahnya sudah sangat merahasiakan hal ini serapat mungkin. "Apa yang kau bicarakan, sangat tidak masuk akal" Rosé berusaha bersikap senormal mungkin.

"Oppa, jikapun benar Rosé Eonnie putri dari pemilik sekolah itu. Dia tidak akan mendapatkan perlakuan buruk dari para iblis itu, bukan begitu Eonnie?" Rosé Menganggukkan kepalanya.

Hanbin nampak menarik nafasnya sejenak, "Tapi beberapa hari yang lalu, aku melihat mu berdebat di gang belakang sekolah dengan Jennie sunbaenim" Rosé terdiam sejenak, mencoba agar tetap tenang dan mencari alasan apa yang harus ia berikan.

"Aku juga melihatmu, di rumah Jennie sunbaenim saat dia ulang tahun kemarin" Lanjut Hanbin.

"O-Oke, kau benar. Jadi tolong rahasiakan ini dari semua orang hanya kalian yang tau tentang ini"

Rosé akhirnya menjawab jujur, Jawaban itu membuat Lisa tercengang tak percaya, namun Hanbin ia hanya mengukir senyuman singkatnya. "Jika aku menjadi mu, akan ku pastikan para iblis itu mendekam di penjara" Ujar Lisa dengan sedikit geram.

"Sayangnya itu kau, bukan dia. Yang hanya diam saat di bully"

Rosé hanya membalas ucapan Hanbin dengan senyuman kikuknya, tak lama keadaan di antara ketiganya hening. Mereka sibuk untuk menikmati coklat hangat mereka masing-masing. Hingga seorang pria dan wanita yang tengah bergandengan mesrah mampu mengahlikan pandan Rosé.

Seperti tidak asing, itulah yang ada di pikirannya saat ini. Itu sebabnya kedua bola mata coklat itu terus mengikuti pergerakan kedua insan itu. Dan saat kedua manusia yang duduk cukup jauh dari dirinya membuka topi serta masker mereka.

Alangkah terkejutnya ia saat melihat siapa pria di seberang sana, yang kini sedang memasan makanan. "Dia menghianati Jennie Eonnie?!" Entah mengapa Rosé sangat kesal menatap pemandangan mesrah itu.

Bahkan Rosé dapat memastikan pria di ujung sana tidak pernah bersikap mesrah jika bersama kakaknya, seketika wajah cantik itu memerah dengan rahang yang sudah sedikit mengeras.

"Eonnie? Ada masalah?"

Rosé memandang Lisa yang kini sudah menatapnya dengan bingung, ternyata gadis itu menyadiri jika saat ini Rosé saat ini telah berbeda. "Tidak ada, aku harus segera pulang. Terimakasih untuk semuanya, jika begitu aku permisi dulu"

Setelah membungkukkan tubuhnya memberi salam perpisahan, secepatnya Rosé pergi meninggalkan Cafe itu. Hingga saat ini gadis itu sudah pergi di bawah oleh sebuah taksi. "Kurasa ada sesuatu yang terjadi padanya" Gumam Lisa yang hanya di balas angkatan bahu nan Acuh.

"Sial! Dia disini! Mengetahui semuanya?!"


Jambi, 07 september 2021

Don't Leave Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang