Kaki jenjang itu berlari begitu cepat, melewati setiap gang sepi. Hingga kini sang pemilik sudah sampai pada rumah megah yang sudah ia tepati hampir 3 bulan itu. Keadaan rumah itu begitu sepi, padahal ini baru jam 07 malam. Tapi para pekerja sepertinya sedang beristirahat di kamar mereka masing-masing.
Tanpa menunggu lama, gadis itu berlari langsung menuju lantai dua. Tidak masuk ke kamarnya melainkan menuju kamar yang berada di sebelahnya, mengetuk pintu itu pelan namun tak kunjung mendapatkan balasan. Hingga dengan terpaksa ia pun membuka pintu kamar itu, tanpa peduli akhirnya seperti apa.
Ternyata ruangan itu kosong entah sang pemilik belum pulang, atau sedang makan di bawah. Gadis berambut bolnde itu pun kembali turun menuju dapur, namun alangkah terkejutnya ia saat mendapati sosok pria yang kini sudah duduk di meja makan dengan senyuman yang amat menjijikan menurutnya.
"Apa yang kau lakukan disini?"
Pria itu justru tersenyum penuh kemenangan, kini lelaki itu sudah berjalan mendekatinya. Dan tentunya gadis itu memundurkan perlahan langkah kakinya. Agar tubuhnya tidak berdekatan dengan pria itu.
"Song Rosé! Ternyata kau orang yang sangat pintar dari seluruh keluarga ini"
Langkah kaki Rosé terus berjalan kebelakang menhindari setiap pergerakan yang di hasilkan oleh pria gila itu. "Apa yang kau inginkan? Dan apa maksud mu?!" Rosé berujar dengan mata yang sudah berkaca-kaca kemerahan.
"Apa yang kuinnginkan? Aku ingin kau, dan apa yang ku maksud? Tentu saja keluarga mu ini yang sangat mudah di aduh domba. Kau tau bahkan seorang pembunuh yang berada di sekitar mereka saja tidak tahu!"
Pria itu semakin menjadi. Rosé sudah sangat ketakutan tapi dirinya berusaha untuk tetap tenang menghadapi pria gila yang sudah semakin mendekat kearahnya. "Ternyata kau! Penyebab Ibuku meninggal!" Desis Rosé dengan amat kesal.
"Yeah! Tidak hanya itu aku juga yang membunuh Nenekmu. Aku cukup miris melihat Kakakmu yang sangat mudah termakan oleh omonganku, padahal ia sudah mengetahui jika kau merupakan adik kandungnya, tapi lihatlah kau sekarang seperti orang yang tidak pernah di anggap olehnya"
Rosé mengepal kedua tangannya erat, ia sangat kesal dengan kekasih Kakaknya ini. Ia bukan kesal karena dihina, tapi dirinya sangat kesal saat sudah mengetahui penyebab kematian Ibunya.
Rosé memandang sejenak sebuah bingkai foto yang memang terletak tak jauh dari dirinya, Setelahnya dengan secepat kilat ia meraih bingkai foto itu dan membawanya menuju pria yang kini hanya tersenyum remeh memandanginya.
Sial!, pergelangan tangan Rosé dicengkeram kuat saat hendak membenturkan bingkai foto itu pada kepala Minho. Namun semuanya terhenti saat tangan kekar itu itu mengunci pergerakannya.
"Aku hanya ingin bermain secara halus sayang, jangan membuatku untuk melakukan hal yang sama padamu ataupun Kakakmu nantinya"
Tangan kekar itu membelai lembut surai bolnde miliknya, namun beberapa detik kemudian belaian lembut itu berubah menjadi jambakan kuat. Rosé hanya meringis kesakitan seraya mencoba meberontak. "Tolong!" Rosé berteriak, namun sepertinya tidak ada satu orang yang masih tersisa di mansion megah ini.
"Mari kita selesaikan sekarang"
Tubuh Rosé terbawa paksa menuju kamar mandi yang memang terletak tidak jauh dari dapur, sesampainya di sana. Tubuh Rosé dilempar hingga membentur sisi toilet, Rosé yang masih sanggup untuk melawan. Segera bangkit, namun tubuhnya kembali terbanting saat kaki jenjang milik Minho menendang bagian dadanya.
"Akh!" Rosé meremas kuat sisi kiri bagian dadanya, disana terasa begitu sakit dan sesak.
"Omo?! Mianhae. Karena kau yang memulainya, sudah ku katakan jika aku hanya ingin bermain secara halus. Tapi kau menantang ku"
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Leave Me ✔
FanfictionMereka terlahir dari rahim yang sama, memiliki golongan darah yang sama, bahkan sifat yang sama. Namun karena kesalah pahaman dari kedua orang tua mereka, membuat mereka harus berpisah jauh. Hingga tidak dapat mengenal satu sama lain, hingga waktu i...