Happy reading!!!
Hari sabtu ini seharusnya menjadi hari yang menyenangkan bagi Alana, ia seharusnya bisa melepas stress selama seminggu ujian kemarin dengan melakukan beragam hal yang ia sukai namun itu tidak bisa karena kini ia terjebak bersama Professor Yang.
Suasana jalanan pada sore hari ini sangat macet karena banyak yang keluar untuk malam minggu. Sedihnya Alana dan Professor Yang menjadi salah satu pengguna jalan yang terjebak merasakan kemacetan tersebut. Tidak, mereka bukan ingin jalan-jalan sore atau hal-hal mengasyikan lainnya, tentu saja karena mereka bukan sepasang kekasih.
Entah Alana harus bersyukur atau tidak karena seharusnya hari ini ia menemui Aqila tetapi Aqila tiba-tiba tidak bisa bertemu. Namun hal itu berimbas kepada Alana harus seharian bersama Professor Yang menemui korban lalu mencari beberapa bukti kesana kemari, padahal kalau pertemuaanya dengan Aqila tidak dibatalkan kini ia sudah bisa tidur di rumah.
Kini mereka sedang menuju rumah Alana setelah tadi Professor Yang mentraktirnya makan. Tidak mereka tidak makan bersama, mereka hanya takeaway karena Professornya satu itu sangat memegang teguh prinsip tidak makan dengan mahasiswanya. Kalau perutnya tidak berbunyi saat itu, mungkin saja hingga kini kata makan tidak terlintas dalam benak Professor Yang.
Hal terbodohnya adalah ketika Alana memesan Happy Meal tanpa sadar dan itu sangat memalukan, maksudnya, ia memang biasa memesan itu tetapi itu saat ia sendiri atau bersama orang terdekatnya, tidak pernah dengan orang lain karena Alana tau pasti akan dipandang sangat kekanak-kanakan. Tapi untuk pertama kalinya Alana bisa melihat Professor Yang berekspresi walau hanya sedikit menarik ujung bibirnya, Alana yakin Professor Yang berusaha menahan tawa atas kelakuannya.
Tembok bisa berekspresi juga ternyata.
Sedang asyik menjelajahi pikirannya Alana tersadar oleh getaran ponsel milik Professor Yang. Ia hanya berharap ini bukan urusan kasus Klinik Legal atau apapun itu yang membuatnya terepotkan, sungguh ia ingin istirahat.
"Apa?!" Bukan teriakan apalagi pekikan, ini adalah nada dingin menyeramkan yang menarik atensi Alana, nyaris tidak ada keterkejutan tapi bisa membuat siapapun yang mendengarnya merinding.
Kenapa lagi nih?
Tidak lama kemudian Professor Yang mengakhiri panggilannya dengan tatapan mata tajam. Alana berharap sesuatu yang buruk tidak terjadi. Setelah hening beberapa saat ia mencoba mengumpulkan keberanian untuk menanyakan apa yang terjadi kepada Professornya.
"Prof, anda baik-baik saja?" Tanyanya pelan. Bukannya mendapatkan jawaban, Alana malah mendapatkan tatapan dingin dari Professor Yang.
Salah gue salah! Gausah kepoan Lan, ingat jangan pernah kepo sama Yangcrates!
"Maaf Prof, saya tidak bermaksud," ucap Alana selanjutnya. Seketika hening beberapa saat lalu tiba-tiba Professor Yang menghela napas dan berbicara.
"Kaca sliding door balkon apartemen saya pecah," ujarnya. Alana melotot mendengarnya, apakah Professor Yang sedang diteror?
"Prof, anda tidak sedang diancam kan?" Tanya Alana takut-takut.
"Tidak, itu ulah tetangga unit sebelah," jawab Professor Yang kalem tapi terlihat kesal. Ya siapa yang tidak kesal?
"Kok bisa? Dia punya dendam atau apa? Terus anda bagaimana nantinya? Rasanya pasti tidak aman saat malam hari. Oh jangan lupa anda juga harus meminta ganti rugi Prof, itu wajib," tutur Alana panjang lebar tanpa sadar. Jujur seharian ini ia tidak banyak bicara dan itu membuat mulutnya gatal untuk mengoceh.
Professor Yang hanya menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan dan ocehan bertubi-tubi dari mahasiswinya, ia heran mengapa dirinya mau terlibat dengan manusia berisik seperti Alana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Veer
FanfictionVeer /noun/ : a sudden change of direction. Siapa yang tau bahwa kebodohan Alana di pagi itu adalah awal mula Professor Yang menghancurkan prinsipnya sendiri? ⚠️Disclaimer : All Law School characters belongs to JTBC. P.s. I'm not majoring in Law so...