1.2; Consequences

165 22 7
                                    

Hari Jumat seharusnya menjadi hari yang menyenangkan bagi Alana, namun karena kebodohannya kemarin ia harus terjebak mengurusi kasus penipuan dari Legal Clinic bersama Professor Yang. Kini mereka berdua berjalan menuju lapangan dimana mobil Professor Yang terparkir setelah menanyakan berbagai hal kepada client, tidak terasa waktu berlalu dengan cepat karena sekarang hari sudah gelap.

"Kamu mau saya antar ke kampus atau ke rumah?" Professor Yang membuka percakapan saat berjalan. Sejujurnya Alana merasa ada yang aneh sejak kemarin, kenapa perilaku Professornya satu ini berubah.

"Ke kampus aja Prof, Kakak saya mau jemput disana," Professor Yang mengangguk sebagai jawaban.

Walaupun menyebalkan tapi Alana bisa memgandalkan Kokonya sebagai tukang antar-jemput. Ia langsung mengambil ponselnya untuk menghubungi Kokonya namun seketika ia membeku melihat banyak sekali notifikasi miss-call dan pesan dari berbagai orang, sial ia menyalakan silent mode selama wawancara tadi. Alana mematung. Tidak hanya itu ia baru menyadari bahwa sudah lewat satu jam dari janji jemput Kokonya, ia meringis.

Mampus Koko ngamuk lagi.

"Alana!" Panggilan tersebut menyadarkan Alana yang terdiam di dekat mobil.

"Ya Prof?" Jawabnya setengah sadar, pikirannya terus berdebat untuk menentukan pilihan apakah ia menelpon Kokonya atau tidak. Tapi percuma saja kalau ia diantar ke kampus karena tidak ada yang menjemputnya dan harus pulang sendiri.

"Kamu mau masuk atau tidak?" Tanyanya. Tidak ada jawaban, Alana masih mematung menatap layar ponselnya.

"Ah, iya, maaf Prof sebentar," dering ponsel Alana menyadarkan dirinya, Kokonya menelpon. Sial.

"Angkat telponnya Lana," tegur Professor Yang, dengan takut-takut Alana mengangkat panggilan tersebut.

"LU DIMANA GILA?!" Teriak Raizel membuat Alana mengelus kupingnya.

"Hehe," responnya menyebalkan.

"MALAH HAHA HEHE, LU DIMANA?!"  Teriaknya. Memang suara Kokonya menandingi toa.

"Maaf ya Ko, gue ngerjain kasus lupa ngabarin lu," jawab Alana cengengesan sementara Professor Yang mengamati dengan raut wajah bingung.

"Dasar adik durjana! Cepet shareloc! Gue otw kesana, Mami udah nyariin,"  omelnya.

"Iya iya bentar, gue kirim dulu," lalu Alana memutus panggilan tersebut.

"Kenapa?" Suara berat tersebut menginterupsi Alana yang sedang mengutak-atik ponselnya.

"Ah, itu saya lupa ngabarin Kakak saya kalau bakal pulang malem soalnya mau ngerjain kasus, janjiannya jam setengah 7 di kampus tapi ini udah mau jam 8," jawab Alana meringis sementara Professor Yang menatap tajam dirinya, seolah berkata mengapa ada manusia se-ceroboh Alana.

"Bisa-bisanya, saya ga mau disalahkan ya! Apalagi dianggap membawa kamu kabur," Alana meringis mendengarnya, ia tidak yakin Kokonya akan menerima begitu saja tanpa curiga.

"Iya Prof, maafkan saya," tepat setelah Alana mengatakan itu ada satu motor mendekat kearah mereka. Lampu dari motor tersebut sangat silau sehingga Alana tidak bisa melihat apakah itu Kokonya atau bukan, sementara itu Professor Yang refleks menarik Alana untuk mundur ke belakang punggungnya. Terlalu janggal, mungkin saja pemotor tersebut berniat jahat mengingat daerah ini rawan kejahatan.

"Alana!" Panggil pemotor tersebut lalu mematikan lampu dan mesinnya. Professor Yang semakin mencengkram erat pergelangan tangannya membuat Lana mengaduh. Setelah diperhatikan, Alana sedikit hafal suaranya namun ia tidak yakin, harusnya Kokonya yang menjemputnya kan?

VeerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang