2.5; Confused

173 20 9
                                    

Happy reading!
Jangan lupa vote and comment!🤸🏼‍♂️🤸🏼‍♂️🤸🏼‍♂️

•••

Pikiran Alana menjelajah kepada memori beberapa waktu lalu saat ia tidak sengaja bertemu Professor Yang di apartemen Aqila, lebih tepatnya ia memikirkan gaya berpakaian Professornya waktu itu. Entah setan darimana yang membisikan dirinya untuk terus membayangkan Professor Yang berpakaian santai memakai kaos, bukan kemeja maupun turtleneck yang dibalut dengan jas.

Sejujurnya selama tiga minggu di kelas Hukum Pidana, Alana benar-benar tidak fokus. Ia tidak tau jika efek dari Professornya mengenakan pakaian casual bisa seperti ini. Ia tidak munafik, Yangcrates terlihat lebih menawan dari biasanya. Ralat, memang menawan tetapi kelebihan tersebut tertutup kabut tebal berupa kebencian di mata Alana.

Tidak ada kejadian menarik diantara mereka selama tiga minggu ini, melihatnya di kampus saja jarang kecuali saat kelas. Bahkan saat ia kembali ke apartemennya untuk mengambil motor Kokonya, Alana tidak bertemu. Mungkin Professor Yang sedang sangat sibuk. Oke kenapa ia peduli?

"Lana!"

Seruan dari Aruna menyadarkan Alana dari lamunannya tentang Professor Yang. Sungguh ia ingin menyentil otaknya, bisa-bisanya ia membayangkan Professor Yang saat ini. Ada yang salah, mungkin salah satu sekrup di otaknya copot.

"Apa?" Balas Lana.

Alana menyadari makanan yang ia pesan sudah tersaji di hadapannya beserta minumannya. Sejak kapan ini semua datang? Bahkan Aruna saja telah menghabiskan setengah isi piring makanannya. Gila. Berapa lama ia larut dalam lamunannya?

"Itu makanan dimakan bego, jangan bengong mulu," omel Aruna, ia heran kenapa sahabatnya satu ini banyak melamun sejak pagi hari.

"Iya-iya," setelahnya Alana mulai mengambil alat makan lalu mulai makan.

Saat ini mereka berdua berada di kantin fakultas sedang makan siang bersama sambil menunggu Joonhwi datang. Sebenarnya perkataan Aqila tempo hari di rumah Alana juga mengganggu pikirannya, ia sangat yakin tidak salah mendengar perkataan Aqila tentang dirinya tidak boleh memiliki rasa itu. Sejak kejadian itu Aqila menjadi lebih sering menghubunginya, sial.

"Lu kenapa sih Lan? Gue liat bengong mulu," tanya Aruna memulai percakapan karena dirinya bisa merasakan sesuatu yang ganjil tentang sahabatnya.

"Janji jangan histeris tapi," Alana meletakkan sendok dan garpunya menatap tajam Aruna. Pada akhirnya ia memutuskan untuk menceritakan hal tersebut.

"Oke janji,"

Alana memustuskan untuk menceritakan kejadian tentang Aqila sejak di rumahnya hingga apa yang terjadi di apartemennya tempo hari, tanpa menceritakan ia bertemu Professor Yang tentu saja.

"Wah gila kemajuan banget ini, sahabat gue otw bucin. Selamat Na!" Aruna mulai mengompori lagi.

"Masalahnya gue udah biasa aja," jawab Alana tidak tau harus sedih atau senang.

"Yakin tuh? Kenapa sih gue liat kalian berdua gitu terus, ga pernah sinkron perasaanya,"

"Yakin, kemarin Aqila ngo—" ucapan Alana terhenti begitu saja saat ia menyadari siapa yang masuk ke kantin falkutas, Professor Yang.

Bukan main, Alana baru saja memikirkan kemana Professor Yang selama tiga minggu ini dan sekarang orang tersebut muncul di hadapannya seolah-olah tau isi pikirannya. Alana menelan ludahnya, memaki dalam hati kenapa ini bisa terjadi.

Sementara itu Aruna mengerutkan alisnya melihat tingkah absurd sahabatnya yang terus memandang ke belakangnya lalu memutuskan untuk mengikuti kemana arah pandangnya. Aruna kembali melirik ke arah Alaha, mata sahabatnya satu itu masih terus mengikuti Professor Yang dengan raut terkejut dan matanya berbinar.

VeerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang