Alana masih merasakan mual akibat terus menerus dicecar beragam pertanyaan dari Professor Yang tadi di kelasnya. Ini pasti imbas kejadian tadi pagi dan reputasinya yang terlanjur buruk karena sudah tiga kali terlambat di kelasnya.
Alana terdiam di depan pintu ruangan Professor Yang setelah diberikan arahan untuk menemuinya selepas kelas, pikirannya berkecamuk memikirkan beragam kemungkinan terburuk akibat kejadian tadi pagi. Apakah nilainya akan turun? Apa Professor Yang semakin memojokkan nya di kelas seperti tadi? Apapun itu satu hal yang pasti, ia harus merelakan tabungan miliknya untuk ganti rugi kerusakan mobil Professor Yang. Alana terlalu asik menyelam dalam pikirannya hingga seseorang menepuk pundaknya, ia terlonjak.
"Anj—" Alana nyaris mengumpat sebelum melihat sosok Professor Yang berdiri di belakangnya menatapnya tajam seraya membawa satu iced black coffe.
"Ah, maaf Professor," ujar Alana sambil menunduk, merutuki kebodohan yang ia lakukan sejak tadi pagi.
Hening.
"Professor?" Tanya Alana bingung.
"Kamu menghalangi jalan," perkataan tersebut menyadarkan Alana sekaligus membuatnya mengumpat, untuk kesekian kalinya ia mengutuk betapa bodohnya ia hari ini dan mengutuk mengapa Professornya satu itu hanya diam membuat dirinya terlihat sangat bodoh.
Alana menyingkir memberikan ruang bagi Professor Yang untuk membuka pintunya lalu masuk dan duduk berhadapan. Canggung. Alana bergerak gelisah, jujur ia merasa bersalah tetapi merasa kesal mengingat titisan Socrates dihadapannya saat ini membantainya habis-habisan tadi di kelas. Sementara itu Professor Yang dengan santainya memilah beberapa berkas dari tumpukan diatas meja. Sial.
"Professor, saya meminta maaf atas kejadian tadi pagi, jika ada kerusakan saya akan bertanggung jawab," ucap Alana setelah mengumpulkan keberanian. Tidak ada respon.
"Cari preseden kasus ini lalu cocokan," ucapnya setelah hening beberapa menit seraya menyodorkan berkas kepada Alana.
"Professor, ini kasus dari Legal Clinic?" Professor Yang mengangguk, perasaan Alana tidak enak.
"Tapi Prof, bukannya volunteering baru bisa jika sudah tingkat tiga?" Alana mengerinyit bingung, pasalnya hanya mahasiswa tingkat tiga yang bisa menjadi volunteer sedangkan dirinya masih semester 4.
"Semester depan kamu udah tingkat tiga," jawabnya enteng lalu meminum kopinya. Alana melotot mendengarnya, sudah cukup hari ini sudah buruk jangan ditambah lagi.
"Tapi Prof, saya tidak yakin dapat mengerjakannya dengan baik," bujuk Alana dengan wajah memelas, berharap Professor Yang akan luluh.
"Katanya mau bertanggung jawab atas kejadian tadi pagi," balasnya ringan tetapi terdengar seperti ancaman, membuat Alana mengumpat setengah mati. Memang panggilan Yangcrates sangat cocok untuk manusia di hadapannya saat ini.
Double sial!
"Tapi Prof—,"
"Kalau tidak mau ya silahkan, tapi jangan harap saya mau memaafkan kamu atas kejadian tadi pagi dan kamu harus mengganti rugi dua kali lipat," ucapnya terdengar menyebalkan di telinga Alana, membuatnya menghembuskan napas dengan kasar untuk meredakan emosinya.
"Baik Prof, saya akan mencobannya tetapi saya tidak yakin hasilnya akan sesuai dengan ekspetasi anda," jawab Lana. Realistis saja, ia terpojok, tidak ada pilihan lain. Alana tidak mau nilainya terancam dan tidak mau selalu dipojokkan Yangcrates dengan berbagai pertanyaan di kelasnya.
"Tenang saja, ekspetasi saya terhadap kamu hanya sebesar elektron," Yangcrates berkata dengan sedikit ujung bibirnya tertarik keatas. It's a smirk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Veer
FanfictionVeer /noun/ : a sudden change of direction. Siapa yang tau bahwa kebodohan Alana di pagi itu adalah awal mula Professor Yang menghancurkan prinsipnya sendiri? ⚠️Disclaimer : All Law School characters belongs to JTBC. P.s. I'm not majoring in Law so...