.
.
.Di sebuah cafe tepat di persimpangan jalan komplek dekat dengan rumahnya, Namjoon dan Seokjin kini berada. Tak banyak orang disana, hanya ada mereka dan 2 pasang pemuda pemudi sambil mencuri lirik kearah dimana Seokjin duduk dekat dengan jendela. Hari ini gulam, bahkan pekatnya awan menandakan bahwa gerimis sebentar lagi akan turun.
Seokjin memesan segelas cappucino panas, sedang Namjoon memesan segelas es Lemon tea. Mereka tak bicara, hanya duduk dalam diam seperti orang yg tak saling mengenal. Bahkan saat kedua gelas minuman bersanding, mereka masih tak saling menatap.
Namjoon sadar ini semua adalah murni karna kesalahannya, makanya Seokjin murka dan nampak mogok bicara padanya sejak 3 hari lalu setelah hari kelulusan. Dan maksud Namjoon ada disini, adalah untuk meluruskan segalanya.
Yg pertama tama di mulai dari hubungannya dengan Seokjin.
Seokjin menyeruput perlahan isi gelasnya, sedang Namjoon memberi jeda Seokjin sebelum ia akan memulai pembicaraan berat ini.
"Maaf Jinie. Aku baru bisa ngomong hari ini dan jelasin sama kamu." Kata pembuka yg cukup bagus Namjoon persembahkan, ketika gelas Seokjin mendarat mulus kembali ke atas meja.
"Aku gak bego buat ngerti semua situasinya, Joon." Jawab sinis Seokjin. Kedua tangannya di lipat, dengan tubuh yg di biarkan bersandar pada sandaran kursi. "Jadi kamu gak perlu repot repot jelasin semuanya sama aku."
"Bukan gitu cara kerjanya, Jinie." Namjoon menjilat bibir bawahnya, ini pertama kalinya dia melihat Seokjin begitu dingin. "Aku baik baik minta hati kamu waktu kita pertama kali jadian. Jadi sekarang, aku gak mau kita pisah secara gak baik baik."
Seokjin mengangkat sudut bibirnya membentuk senyum seringai. "Ngembaliin hati aku untuk orang lain yg dulu kamu bilang pengganggu, itu yg namanya baik baik?" Nadanya meninggi, dengan bola mata yg sedikit melebar. "Gak ada otak kamu Joon!"
Tak ada kalimat yg ingin Namjoon bantah. Memang kenyataannya begitu, dia tak pakai otak untuk langsung mengetahui keadaan yg akan terjadi setelah dia mengutarakan semua isi hatinya pada Jimin. Terlebih Seokjin terus memanggilnya dengan sebutan calon suami kemarin lalu.
Cinta segitiga yg rumit.
"Selama ini aku yg mungkin salah ngerti Joon. Kamu selalu ngomongin dia karna kamu cemburu kan?!"
"Demi Tuhan, Jinie. Itu bukan kemauanku!" Elak Namjoon cepat.
"Terus apa???" Timpal Seokjin tak kalah cepat. Wajahnya sudah memerah, menahan air mata yg hendak turun sebab sudah memenuhi pelupuk matanya.
Namjoon membuang pandang, bersama nafas berat yg keluar dari hidung. Tubuhnya semakin menegang, namun segera di lenturkan dengan di tumpu ke atas meja dengan kedua tangan sebagai penopangnya.
"Jinie, please.." Namjoon menurunkan ego, suaranya di buat selembut mungkin agar Seokjin tak lagi terpancing emosi meski ini memang menguras emosi. "Tenangin diri kamu."
"Ini sakit buat aku, Joon-ie." Pada akhirnya airmata Seokjin meleleh.
Wajar.
Siapa yg terima cintanya di khianati?
"Jinie.. maaf. Aku berusaha buat jujur. " Namjoon mencondongkan tubuh, sebelah tangannya terulur untuk mengusap airmata Seokjin yg mengalir. "Bukan karna aku gak sayang sama kamu. Karna aku sayang sama kamu. Aku gak mau main belakang."
Seokjin mengambil tangan Namjoon, Lalu di kecupnya punggung tangan Namjoon. "Aku sayang banget sama kamu Joon."
"Aku tau, Jinie. Kamu yg paling hebat buat selalu sabar sama aku. Bahkan saat tau Jimin yg terang terangan ngejar cinta aku, kamu gak marah dan gak ngelabrak Jimin."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Mantan Nge-Gebet || [Nammin]
Fanfic[Complete] Stories ©July2021 ⚠️Attention Please⚠️ BxB; Masih Fanfict School love; 15+ Typo: bahasa campuran Kisah kehidupan seorang Kim Namjoon yg terus di gebet teman sekolahnya bernama Park Jimin, pemuda bertubuh minimalis yg lebih mirip bocah Sd...