12

1.8K 164 1
                                    

"Ma, Pa. Sakha berangkat kerja dulu ya. Fely mau sekalian berangkat kuliah bareng Abang?" pamit Sakha pada orang tuanya lalu bertanya pada Fely.

Orang tua Sakha hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Gak, Bang. Fely berangkat jam 9 nanti. " sahut Fely lalu meneguk abis air mineral itu.

Sakha hanya mengangguk lalu menyalami punggung tangan orang tuanya,  dan juga Fely yang menyalami punggung tangannya.

"Ma, Pa, Fel. Sania nganter Bang Sakha ke depan bentar," pamit Sania beranjak dari duduknya, lalu berjalan beriringan menuju teras rumah.

"Kamu di rumah baik-baik ya? " ucap Sakha perut seraya mengusap puncak kepala Sania.

Sania mengangguk, "Bang Sakha juga, jangan telat makan. Atau... Mau gue masakin kesukaan Bang Sakha aja, terus entar gue anter ke kantor. "

Sakha tersenyum tipis lalu menggeleng, "Perhatian banget sih istri kecilku ini... " seraya menjawil hidung Sania. Sania hanya tersenyum puas.

"Gak perlu. Kamu di rumah aja istirahat,  nanti makan siang saya pulang. " ucap Sakha lalu berjongkok menghadap perut buncit Sania.

Sakha mengecup lama perut Sania. Sania tersenyum bahagia, tangannya terulur mengusap rambut Sakha.

Sakha tersenyum tipis dengan perlakuan Sania padanya, kemudian ia mendekatkan telinganya ke perut Sania.

Dug!

Mata Sakha berbinar, kala merasakan anaknya yang berada di dalam sana mendendang. Berbeda dengan Sania yang menjatuhkan air matanya karena terharu. Baru ini anak di dalam rahimnya itu menendang.

Sakha mendongak menatap Sania yang juga menatapnya. "Anak kita...  Menendang? " antusias Sakha yang tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya. Sania hanya mengangguk sebagai jawaban.

Sakha kembali menatap perut buncit Sania perlahan ia mengusapnya. "Kau tak sabar ingin melihat Ayah ya, Nak? " ucap Sakha pada janin yang berada di perut Sania.

Dug!

Janin itu kembali menendang membuat Sakha dan Sania merasakan sangat-sangat senang. "Wah... Sepertinya kau benar-benar tidak sabar ingin melihat Ayah dan Bunda. Kau baik-baik saja di dalam sana ya, jangan merepotkan Bundamu. "

Sania hanya terkekeh mendengar penuturan suaminya itu. Lambat laun hubungan mereka semakin baik, dan cinta itu telah hadir,  yang setiap harinya perasaan itu bertambah,  sehingga tidak menyanggupkan mereka terpisah lama walau hanya sedetik saja.

"Berangkat sana gih! " ucap Sania.

Sakha berdiri, "Iya Bunda, Ayah berangkat dulu ya? " ucap Sakha tersenyum menggoda.

Sania menatap sinis Sakha. Ingin rasanya saat ini juga ia ingin memuntahkan seisi perutnya kala mendengar ucapan Sakha barusan.

Sakha terkekeh lalu melihat ekspresi istrinya itu. Sungguh, membuat Sania baper adalah suatu hal yang sangat-sangar sulit di lakukan oleh Sakha. Istrinya  itu sangat sulit untuk baper. Bahkan setiap Sakha menggombal,  malah di geplak dengan Sania.

Sakha mengulurkan tangannya. Sania menerima uluran tangan Sakha lalu menyalaminya. Begitupun dengan Sakha yang mengecup lama kening Sania.

"Istirahat yang banyak, jangan ngelakuin yang berat-berat, makan tepat waktu,  jang--" ucapan Sakha terpotong.

Sania menempelkan jari tangan telunjuknya ke bibir Sakha. "Ssst, iya. Aku tau, mending sono gih,  cari rezeki banyak-banyak, untuk beliin Bundanya debay pangsid yang banyak, " ucap Sania entang seraya menatap Sakha dengan menaik-turunkan alis matanya.

Sakha menatap datar Sania, "Gak! " ketusnya.

Mata Sania berkaca-kaca, siap menumpahkan air terjunnya. Ralat! Air matanya.

Sakha gelagapan, tak urung ia menganggukkan kepalanya,  agar Sania tidak jadi menangis. Seketika mata Sania berbinar.

"Yaudah, saya berangkat dulu. Assalamualaikum. " salam Sakha lalu memasuki mobilnya.

"Waalaikumsalam! Da... Hati-hati di jalan! " teriak  Sania seraya melambaikan tangan ke arah mobil Sakha yang mulai melaju jauh.

Sania memasuki rumah kembali.

"Sakhanya udah pergi? " tanya Mama Tisa ketika melihat menantunya itu menaiki tangga.

Sania menoleh ke belakang kearah Mama Tisa. "Udah,  Ma. Mama mau kemana? Kok rapi bener, " ucap Sania penasaran.

"Mama mau ke rumah temen arisan, menantunya baru saja lahiran, Mama mau lihat cucunya. " ucap Mama Tisa tersenyum lebar.

Sania mengangguk, "Anaknya cewek ato cowok, Ma? "

"Katanya sih... Cewek,  San. Yaudah Mama pergi dulu ya? Kamu hati-hati di rumah. " ucap Mama Tisa lalu menghampiri sang suami yabg sudah berada di ambang pintu.

Sania mengangguk lalu berlalu menuju kamarnya. Langkah Sania berhenti kala melihat kamar Fely yang sedikit terbuka.

"Fely! Fely....! " teriak Sania mengayunkan nadanya.

"Fely... Main yuk! "

"Masuk aja, San! " teriak Fely dari dalam.

"Kenapa? " tanya Fely saat Sania sudah berada di hadapannya.

Sania menggeleng, "Enggak ada, tadi gue liat kamar lo kebukak dikit, makannya gue manggil lo,  kali aja lo gak ada di dalem. "

Fely tersenyum kecut. "Kirain apa elah," dengusnya lalu kembali fokus dengan makalah dihadapanny.

Sania duduk di atas kasur,  "Lo kenapa, Fel? Akhir-akhir ini diem-diem bae. Kalo ada masalah tu cerita."

Fely menatap Sania lalu menggeleng.

***


Sakha Sania (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang