15

1.8K 156 6
                                    

Dua minggu ini Sakha mendiamkan Sania. Sania bingung, setiap di tanya 'kenapa' Sakha hanya diam mengabaikannya.

Kandungan Sania kini berusia hampir 6 bulan. Setiap bangun pukul 6 pagi, Sania jarang sekali menemukan suaminya itu, karena Sakha sudah berangkat ke kantor terlebih dahulu. Namun, berbeda pagi ini ia dapat melihat Sakha yang baru selesai mandi.

"Bang Sakha?" panggil Sania lembut.

Sakha diam tidak memperdulikan panggilan Sania, ia fokus mencari pakaiannya.

Sania tersenyum kecut kala Sakha hanya mendiaminya. Sania menatap Sakha yang sepertinya bingung mencari dasinya.

"Butuh bantuan?" tanya Sania, Sakha hanya diam fokus mencari dasinya. Sania sudah menebak, pasti yang ia cari dasi favoritnya yang sering ia pakai.

Sania membuang napas lelah lalu berjalan ke arah lemari. Sania mengambil dasi yang biasa Sakha pakai lalu menyerahkannya ke Sakha. Sakha mengambil dasi itu tampa sepatah kata pun.

Sakha mengambil tas kerjanya lalu berjalan ke tangga menuju lantai dasar. Sania meingikuti Sakha dari belakang, dengan perutnya yang sudah membuncit besar membuatnya mudah kelelahan.

"Gue udah siapin bekal untuk Bang Sakha nanti di kantor. " seraya menyodorkan kotak bekal itu ke hadapan Sakha.

Sakha menatap bekal itu. Tak ada niatan untuk mengambil bekal itu, Sakha malah berlalu meninggalkan Sania.

Sania hanya diam dengan tangan yang masih menggantung memegang kotak makan itu. Perlahan air matanya luruh.

"Hiks hiks hiks, kok Bang Sakha gitu sih ... "

Tampa Sania sadari selama ini ia sudah jatuh cinta dengan Sakha. Bahkan perasaannya kini sangat-sangat tulus dan dalam, sedalam lautan untuk Sakha. Sedangkan Sakha? Sania tidak tahu apakah lelaki itu mencintainya atau tidak.

Sania meletakkan kotak bekal itu di meja, ia menghapus air matanya. "Mending gue ke ke rumah mertua aja deh, ngecek keadaan Fely. "

***

"Assalamualaikum!" salam Sania memasuki rumah mertuanya itu.

"Waalaikumsalam!" pekik Mama Tisa menghampiri Sania.

"Ya ampun ... Cucu Mama udah makin besar aja!" antusias Mama Tisa seraya mengusap-usap perut buncit Sania.

Sania terkekeh lalu menyalami punggung tangan Ibu mertuanya itu.

"Mama dan yang lain apa kabar?" tanya Sania.

" Mama baik! Papa juga baik."

"Fely gimana, Ma? Masih ngurung diri di kamar?"

Mama Tisa menatap sendu Sania. "Mama bingung gak tau harus gimana lagi, San."

Sania mengusap punggung Mama Tisa, "Udah ... Mama gausah khawatir gitu, biar Sania yang bujuk Fely."

Mama Tisa tersenyum manis menatap Sania seraya menggenggam tangan Sania, "Mama percaya sama kamu, dulu waktu Sania mogok makan, kamu selalu bisa bujuk dia. Makasih ya sayang." ucap Mama Tisa tutlus lalu memeluk Sania.

Sania membulatkan mata, pelukan Mama mertuanya ini membuatnya sesak, "Ma, meluknya jangan erat-erat dong. Ntar anak Sania kegencet," cicit Sania.

Mama Tisa sontak melepas pelukan mereka lalu berjongkok menatap perut Sania, "Maapin Oma ya sayang," ucap Mama Tisa seraya mengusap-usap perut buncit Sania.

Sania terkekeh melihat tingkah mertuanya itu, "Mama ada-ada aja, yaudah kalo gitu Sania ke kamar Fely dulu ya, Ma. " pamit Sania.

Mama Tisa mengangguk. Sania berjalan pelan menuju kamar Fely, Sania tiba di depan pintu Fely. Samar-samar Sania mendengar isak tangis Fely.

Ceklek!

Sania membuka pintu kamar Fely. Dengan cepat Fely menghapus air matanya. sania duduk di pinggir ranjang lalu menatap sendu Fely.

"Fel? Lo ada masalah apa sih ...? Kalo ada masalah tu cerita ama gue. Lo gak percaya sama gue?" tanya Sania menatap sendu Fely.

Fely menggeleng sebagai jawaban. Sania memeluk Fely, Fely diam tak membalas pelukan Sania. Air mata Fely turun semakin deras kala merasakan pelukan hangat dari sahabatnya itu.

Sania melepas pelukannya lalu menatap sendu Fely, tangan Sania terulur menghapus air mata Fely. "Udah ... Jangan nangis, apa pun yang terjadi gue disini kok, jangan pernah merasa sendiri, gue selalu ada untuk lo, Fel. Mungkin saat ini lo belum siap cerita sama gue. Tapi ... Ketahuilah, serapat apapun lo sembunyiin sesuatu dari gue, ujung-ujungnya akan ketahuan," Sania menjeda ucapannya lalu menarik napas panjang dan membuangnya perlahan.

Sania menatap manik mata Fely, begitupun Fely yang menatapnya, "Sini peluk gue?" lembut Sania merentangkan tangannya.

Fely menghambur ke pelukan Sania sambil terisak. Sania mengusap punggung Fely lalu mengecup singkat dahi Fely, "Udah atuh ih, jangan nangis mulu," kesal Sania melepas pelukan mereka.

Fely menghapus air matanya lalu menatap Sania serius. Sania mengangkat sebelah alis matanya bingung, "Kenapa? "

"Laper," sahut Fely memajukan bibirnya.

Sania membelalakkan mata heran lalu menyentil kening Fely.

"Aws! Sakit atuh, Neng!" ringis Fwly mengusap-usap keningnya.

"Yaudah yuk turun! " ajak Sania menarik tangan Faly, kini mereka berjalan beriringan menuju dapur.

"Loh, Fely? Kamu habis nangis?" tanya Mama Tisa yang hendak keluar dapur, namun langkahnya terhenti kala melibat Fely dan Sania yang berada di ambang pintu hendak memasuki dapur.

Sania menatap Mama Tisa seraya menggelengkan kepalanya mengkode agar Mama Tisa jangan menanyakan apa-apa untuk sementara ini.

Mama Tisa yang menganggukkan kepalanya mengerti, "Yaudah, Mama tinggal dulu ya, " pamit Mama Tisa.

Sania dan Fely mengangguk.

***

Sakha Sania (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang