17

1.9K 179 5
                                    

Follow author!
Jangan lupa vote and comen:)
__
Tandai typo
*
*
*
*
*
*

"Kurang ajar!" geram Alex saat mendengar penuturan Sania yang menceritakan kejadian semalam.

Flashback on.

Tadi malam pukul 21:30, Sania pulang ke kediaman Kusuma. Sania masuk melewati pintu pagar samping, karena semua pintu sudah dikunci dan tidak ada yang menjaganya.

Sesampainya Sania di dalam mansion, keadaan sangat sepi, sepertinya semua orang sudah tertidur. Akhirnya Sania memutuskan untuk menuju kamarnya.

Flashback off.

Seisi mansion Kusuma di buat geger dengan kehadiran Sania yang tiba-tiba sudah duduk di bangku meja makan, sambil memakan potato. Akhirnya Sania menceritakan masalahnya semalam.

Papa Danu menggeram marah lalu beranjak dari kursinya.

"Pa, tenang, " tegur Mama Saras mengusap punggung Danu suaminya.

"Ini gak bisa di biarin, Ma! " emosi Papa Danu, dan napasnya saja terengah-engah.

"Yang di bilang Papa itu benar, Ma. Ini gak bisa di biarin, Alex harus kasi pelajaran sama bajingan berkarat itu!" timpal Alex geram.

Sania hanya diam melihat kedua lelaki yang di cintainya sedang berdiskusi, berbeda dengan Saras sang Mama yang memijit pelipisnya bingung harus bagaimana lagi.

"Pa? Lex? Udahlah, aku lelah mendengar perdebatan kalian, bisa-bisa anak ku stres mendengar ucapan kalian itu," celetuk Sania menatap jengan keduanya.

"Gak bisa gitu dong, Kak! Lelaki bajingan itu harus Alex beri pelajaran! Bisa-bisanya Kakak gue yang cantiknya melewati tujuh lapis langit, tujuh belokan gang, and tujuh tanjakan gunung himalaya ini malah di kata selingkuh, ama itu si Gara-Gara," emosi Alex lalu mendudukkan bokongnya di bangku sambil menopang dagunya.

Ketiganya membulatkan mata mendengar penuturan Alex. "Emang ya itu si Gara cari gara-gara banget, " sambungnya.

Sania menunduk lalu mengelus perutnya, "Nanti kali udah gede jangan ngikutin sifat Om kamu ya sayang," ucap Sania yang seakan janin yang berada di perutnya akan meresposnya.

Danu, Saras dan Ales menatap cengo kearah Sania. Snia yang sadar di tatap langaing menatap bingung ketiganya, "Ada apa? " bingung Sania, kompak ketiganya menggeleng.

Sania mengangguk singkat, "Ma? Pa? Sania udah pikirin ini baik-baik, dan Sania berharap kalian setuju dengna keputusan Sania."

Ketiganya merapatkan duduk mendekati Sania, bahkan telinga mereka tepat di hadapan wajah Sania.

Sania mendengus kesal, "Bisa jauhan dikit gak? Sesek tau!" dengus Sania.

Sontak ketiganya menjauhkan diri dari Sania dan merubah duduknya menjadi anggun. Sania mengerjab heran melihat tingkah kedua orang tuanya dan adik semata wayangnya itu.

"Bicara apa, San?" tanya Mama Saras.

"Sania mau kuliah di negeri jiran, dan Sania juga udah mesen tiket, ntar sore pesawatnya berangkat. Jadi, gak ada alasan buat kalian gak izinin, karena semua udah Sania siapkan,"  ucapnya.

Papa Danu,  Mama Saras dan Alex mengerjapkan mata heran. "Segitu niatnya kamu pergi dari sini?" heran Papa Danu menggelengkan kepala menatap heran Sania.

Sania tersenyum tipis. "Tapi kan kamu lagi hamil sayang, nanti kalo ada apa-apa gimana gak ada kita disana?" khawatir Mama Saras.

"Sania gak papa kok, Ma. Tenang aja, "  ucap Sania meyakinkan Mamanya itu.

Sania menggenggam tangan Papa Danu dan Mama Saras, "Tenang aja Ma, Pa, Sania gak kenapa-napa kok, jangan khawatir. "

"Tapi kenapa, Kak? Emangnya kalo Kak Sania disini kenapa? Sudah cukup Alex beda rumah sama Kakak, jangan juga beda negara, " ucap Alex menatap sedih Sania.

Sania tersenyum lalu merangkul adiknya itu, "Sejauh apapun gue pergi, gue tetep kembali kesini. Entah disini tempat singgahku, atau tempat sepanjang hidupku."

"Udahlah... Kalian gak perlu khawatir, kayak gak tau aja gue gimana, " ucap Sania tersenyum sombong.

Kedua orang tuanya dan Alex menatap sinis Sania.

"Mending kamu istirahat sekarang, kasian bumil dari tadi ngoceh mulu, " sarkas Mama Saras.

Sania terkekeh dan berlalu menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, Sania merapikan sisa pakaiannya yang tertinggal di mansion, karena selebihnya berada di rumah Sakha.

Brugh!

Sebuah figura kecil terjatuh dari atas lemari, dengan susah payah Sania berjongkok mengambil figura itu.

Mata Sania memanas memandang figura itu, yaitu figura berisikan fotonya saat kelas satu smp yang sedang merangkul seorang remaja laki-laki yang bernama Aris selaku sahabatnya dari kecil.

Hana mengusap figura itu, "Gimana kabar kamu? Pasti baikkan? Semoga kita bertemu lagi, " lirihnya, perlahan air mata itu jatuh di atas figura itu. Ia tidak dapat menahan betapa rindunya selama ini ia pada sahabat kecilnya itu, karena terakhir kali ia bertemu lima tahun yang lalu.

Sania menatap sebuah figura yang berada di atas meja belajarnya, dengan langkah lemah ia berjalan kearah meja itu lalu meraih figura itu. Ia tersenyum miris menatap figura itu, di mana figura itu adalah poto dimana saat Saat Sakha mengucapkan ijab qobul.

"Semoga lo baik-baik aja ya? Gue sayang banget sama lo... " lirih Sania tersenyum miris.

"Jika Allah mengizinkan, kita akan bertemu, entah di waktu yang baik, atau di waktu yang tidak baik." lirih Sania mengusap figura itu. Kini air matanya menyeluruh, tak sanggup menahan rasa sakitnya, rindunya, dan kecewanya.

Tampa ia sadari, Liam yang baru datang mengepalkam tangan saat mendengar semua ucapan Sania, walaupun hanya sekedar lirihan, Liam selaku Abangnya dapat mendengarnya.

***

Sakha Sania (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang