19

2K 180 5
                                    

Ayo vote and komen, and juga follow author
><
Tandai typo
*
*
*
*

"San-Sania? " lirih Sakha saat melihat Sania duduk di samping brankarnya.

Sania tersenyum, "Mau minum? " tawarnya.

Sakha menggeleng lalu memeluk Sania erat, "Jangan pernah tinggalin saya lagi..." lirih Sakha dengan nada bergetar.

Sania mengangguk seraya mengusap-usap punggung Sakha, "Gue ada disini kok. "

Sakha menatap sayu Sania, "Berjanjilah, kamu tidak akan pernah meninggalkan saya..."

Sania tersenyum manis lalu mengangguk. Sakha tersenyum lalu mengarahkan jari kelingkingnya ke arah Sania.

"Janji? "

Sania mengangguk lalu mengaitkan jari kelingking mereka, "Janji!"

"Sak! Sakha! Bangun Bang!"  orang itu menggoyang-goyangkan tubuh Sakha.

"Bang! Bangun!"  orang itu semakin menggoyangkan tubuh Sakha semakin kencang.

Sakha membuka matanya, keringat sudah membasahi pelipismya, napasnya terengah-engah, pandangannya kosong. Sakha menatap sekeliling ruangan yang ternyata ia sedang di rumah sakit. Sakha menatap orang-orang yang menatapnya khawatir, disana ada orang tua, Fely dan juga Gara.

Sakha merubah posisinya menjadil duduk, clingak-clinguk mencari Sania, tiba-tiba Saja kepalanya merasakan sakit. "San-Sania dimana?"

Fely menatap sendu Sakha, "Bang Sakha istirahat dulu ya? Biar Kak Gara panggilin dokter, " lembut Fely membantu Sakha membaringkan tubuhnya.

"Di-mana Sania?" tanya Sakha dengan nada bergetar.

"Istirahatlah, son," celetuk Papa Arga.

Sakha menggeleng lalu dengan sekuat tenaganya ia berusaha turun dari brankar itu, "Gak! Sakha harus cari Sania, Pa!"

Sakha mencoba melepas paksa inpusnya, namun di gagalkan oleh Gara, " Apa yang lo lakuin!" tekan Gara menatap tajam Sakha.

"Gue harus cari Sania! Ini semua salah gue! Sania! Sania! Kamu sudah janji dengan saya tidak akan pernah meninggalkan saya! Sania!" racau Sakha.

"Istirahatlah, " titah Gara.

Sakha menggeleng kuat lalu turun dari brankar, ia berjalan tertatih-tatih menuju pintu.

"Lo masi sakit! Istirahat lah!" emosi Gara menuntun Sakha ke brankar.

"Sania... " lirih Sakha menatap kosong.

Mama Tisa dan Fely tak dapat menahan air matanya kala melihat betapa hancurnya Sakha.

***

Malam telah tiba, Sania membaringkan tubuhnya di apartemen yang baru dibelinya di negeri jiran ini.

"Kita pasti akan bahagia tampa Ayahmu sayang," ucap Sania seraya mengusap-usap perutnya yang kini berusia enam bulan.

"Sekarang, saatnya kita tidur!" ucap Sania lalu membaringkan tubuhnya. Tak lama matanya mulai terpejam dan menemui alam mimpinya.

***

"Sania... Gue harus cari Sania! " racau Sakha memberontak kala para dokter memeganginya.

"Kak... Hiks! Hiks! Aku gak tega lihat Bang Sakha yang kaya gini... " ucap Fely terisak di dalam pelukan Gara.

Gara mengusap-usap punggung Fely, sesekali mengecup singkat kening istrinya itu.

Yaps! Mereka sudah resmi menikah tadi pagi, saat kedua orang tua mereka mendengarkan kebenarannya, mereka langsung di paksa menikah. Bagi mereka tak baik menunda pernikahan. Acara di adakan hanya ijab qabul dan hanya di hadiri keluarga dekat saja.

"Sania! Kamu dimana!" racau Sakha.

"Sania... " lirih Sakha sebelum matanya terpejam akibat suntikan khusus yang di berikan dokter, yang mengakibatkan Sakha menjadi sangat mengantuk.

"Pasien mengalami depresi, " ucap dokter bername tag Deri pada dokter di hadapannya yang bername tag Amel.

Dokter Amel mengangguk setuju, "Pasien harus menemui psikiater."

Gara dan Fely yang mendengar ucapan kedua dokter itu langsung saling tatap kemudian keduanya tersenyum misterius.

***

"Terimakasih, " ucap Sania saat pedagang nasi goreng itu memberikan pesanan Sania.

"Sama-sama, saya pikir awak dari indonesia?" tanya pedagang itu.

Sania tersenyum lalu mengangguk.

Pedagang itu berbinar, "Waaah! Ternyata saya mempunyai tetamu khas dari indonesia."

Waaah! Ternayata saya kedatangan tamu spesial dari negara indonesia.

Sania terkekeh, "Permisi..." pamit Sania membungkukkan badan sekilas lalu berjalan menuju apartemennya.

Saat Sania sedang menyusuri lorong apartemen, tiba-tiba saja ada seorang laki-laki yang menabrak bahunya pelan.

"Maap-maap, saya tidak melihat ada orang tadi karena terlalu fokus menatap ponsel," ucap laki-laki itu.

Sania yang masi menunduk mengerutkan kening, 'kaya gak asing suaranya'  batin Sania, perlahan ia mendongak.

Laki-laki itu mematung menatap Sania yang kini perlahan meneteskan air matanya.

Grep!

Sania memeluk orang itu. Begitupun dengan laki-laki itu yang memeluk Sania.

"Gue kangen banget sama lo... " lirih Sania di sela-sela tangisnya.

"Gue... Juga, " balas laki-laki itu.

***

Sakha Sania (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang