23. Dijenguk camer

89 42 211
                                    


Chapter dua puluh tiga

Happy Reading
🌹

*****

Gio menemani adiknya di kamar, sudah sedari tadi ia menanyakan ada apa dengan adiknya itu. Namun, adiknya tidak mau buka mulut. Ia dengan sabar menemani dan mengajak ngobrol adiknya. Ia takut terjadi hal yang tidak diinginkan pada adik kesayangannya itu.

"Kak, apa salah kalo Alisya pengin bahagia? Kenapa mereka nggak dukung Alisya, Kak. Kenapa?" tanya Alisya di dalam pelukan Kakaknya.

Gio mengelus-elus rambut adiknya dan berkata, "Udah jangan nangis terus, nanti matanya jendul gimana? Lo nggak usah pikirin mereka."

Alisya mendongak ke atas menatap wajah Kakaknya, "Kalo Kakak diposisi Alisya, apa yang kakak lakuin?"

Gio menarik tubuh adiknya dan memegangi pundak adiknya agar menatapnya, "Kakak bakal lakuin yang bikin Kakak bahagia, kalo emang mereka beneran sahabat Alisya pasti mereka bakal nerima apa yang bikin lo bahagia."

"Iya, Kak."

"Ya udah, sekarang kamu tidur. Besok kamu nggak usah berangkat sekolah dulu yah," ucap Gio sambil merapikan tempat tidur adiknya.

"Besok Alisya mau berangkat aja, Kak. Kakak malam ini tidur sama Alisya yah, Alisya nggak mau tidur sendirian," pinta Alisya.

Tanpa menjawab permintaan adiknya, Gio langsung merebahkan tubuhnya di kasur Alisya dan menyuruh adiknya ikut berbaring di sampingnya. Alisya naik ke kasurnya, ia berbaring tepat di samping Kakak laki-lakinya.

Alisya berbaring di sana dengan lengan kekar kakaknya sebagai bantalannya. Kakaknya memeluk tubuh mungil Alisya. Entah kenapa Alisya cepat tertidur pulas setiap Gio memeluknya dan seusai menangis.

Tidur setelah menangis itu rasanya damai banget. Apa lagi tidur dipeluk sama laki-laki yang selalu menyayangi kita. Rasanya tuh nyaman banget. Ada yang sama kaya Alisya?

"Akhir-akhir ini banyak banget yah masalah yang lo alami? Kalo ada masalah cerita sama gue lah, gue juga mau jadi teman curhat lo. Anggap gue kaya sahabat lo. Kenapa lo main rahasia-rahasiaan sama kakak lo sendiri hm?" Gio membetulkan selimut adiknya dan mengecup kening adiknya sebentar. Sebelum ia keluar dari kamar adiknya, ia mematikan lampu kamar dan menyalakan lampu tidur.

Gio kembali ke kamarnya dan mengambil laptop yang ada di nakasnya. Ia harus mengecek laporan keuangan perusahaan terlebih dahulu sebelum ia tidur. Namun, rintihan seseorang membuatnya mengurungkan niatnya itu. Ia menajamkan indra pendengarannya agar tau siapa yang merintih.

Rintihan itu dari kamar adiknya, ia dengan tergesa-gesa meletakkan laptopnya kembali dan bergegas ke kamar adiknya. Ia melihat adiknya sedang tertidur pulas, tidak merintih. Lantas siapa yang merintih? Ia kembali ke kamarnya, tapi ia melihat kedua orangtuanya sedang berada di ruang tamu dengan seseorang yang sangat ia kenali. Orang yang selama ini menjadi panutannya dalam dunia perusahaan.

Gio turun menghampiri kedua orang tuanya, ia mengabaikan rintihan tadi. Ia tidak boleh melewatkan kesempatan ini. Ia harus bisa bercakap-cakap dengan panutannya itu.

"Pak Argan, ini putra pertama saya. Gio Putra Hermansyah, CEO perusahaan saya. Gio, beri salam pada Pak Argan." Herman memperkenalkan putranya pada rekan bisnisnya.

"Selamat malam, Pak Argan." Gio mengulurkan tangannya pada Pak Argan yang tak lain Ayah Ken.

Pak Argan menjabat tangan Gio, "Selamat malam CEO muda terbaik di Indonesia, senang bertemu dengan Anda."

ALISYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang