Ayana's POV
Ini hari kedua, hari kedua aku menjalani ospek. Hari pertama kemarin benar-benar menguras tenaga, pikiran, dan emosi, tapi seenggaknya aku bersyukur karena kelelahan membuatku tidur nyenyak dan ngga harus merasakan mimpi buruk itu lagi pagi ini. Sekarang masih menunjukkan jam 05.00 pagi, aku memilih untuk segera mandi dan membersihkan kamar seperti rutinitasku setiap harinya.
Setelah membersihkan kamar, aku memperbaiki penampilanku di depan cermin. Hanya 'memperbaiki penampilan'. Aku ngga pakai make up ataupun semacamnya, karena aku ngga tau gimana caranya menggunakan make up, yang aku tau cuma sebatas sabun muka yang ku pakai setiap mandi dan mau tidur, juga lip balm.
Sekali lagi aku menatap pantulan diriku di cermin,
"Kamu ngga perlu bahagia, cukup kamu tersenyum, seakan-akan kamu manusia yang paling bahagia."
Kalimat yang selalu sama, yang selalu aku ucapkan ke diriku sendiri setiap pagi, setiap aku mau keluar rumah, setiap aku mau memulai hariku. Kalimat sederhana yang menemani aku selama empat tahun belakangan ini setelah satu tahun hidup bagai zombie -kata mereka, setelah peristiwa itu, peristiwa yang membuat aku hancur sampai ngga ada lagi yang tersisa.
Sekelebat bayangan masa lalu itu hadir di pikiranku, membuat aku harus menghembuskan nafas berat berkali-kali dan berusaha untuk kembali bersikap normal. Akhirnya aku memutuskan untuk segera bergegas karena setelah ku lihat, jam di tanganku sudah menunjukkan jam 06.05. Aku harus berangkat dengan angkot paling pertama supaya ngga telat sampai ke kampus.
Setelah mengunci pintu kamar kost, aku bergegas menuju ujung gang sambil tetap tersenyum dan sedikit membungkuk ke setiap orang yang ku lewati. Ngga ada banyak waktu untuk berbasa-basi, aku memilih untuk mempercepat langkah supaya segera sampai di ujung gang.
Persis ketika aku sampai di ujung gang, angkot pertama datang. Dalam hati aku benar-benar bersyukur karena sepuluh detik aja aku telat, aku bakal ketinggalan. Beberapa orang yang sudah menunggu angkot pun mulai masuk ke dalam angkot yang baru aja tiba, dan ada beberapa orang lainnya yang tetap menunggu angkot lain dengan tujuan yang berbeda.
Aku segera memasuki angkot dan duduk di tempat yang kemarin ku duduki, di belakang bangku supir. Setelah duduk aku pun menghembuskan nafas lega. Merasa sedikit nyaman, aku memutuskan untuk memeriksa lagi barang bawaan yang akan aku kenakan selama di kampus. Aku yang tadinya bisa bernafas lega, sekarang menjadi panik seketika,
'Topi ada, yang lainnya juga ada, tapi kok name tag-nya ngga ada??? Perasaan ngga ada aku keluarin dari tas. Kok ilang??? Trus aku gimana dong ini??? Mau balik lagi ngga mungkin, nyampe kampusnya ntar bakal telat beneran,' aku bermonolog dalam hati.
Aku berfikir keras sambil menggigit kuku jari tanganku, aku bahkan ngga ada ide sama sekali dimana aku ninggalin name tag itu. Karena seingatku, aku ngga pernah ngeluarin barang-barang ospek dari dalam tas. Aku ngga tau lagi harus gimana. Aku pasrah. Mau balik pun percuma, aku bakal telat ke kampus dan tetap dapat hukuman.
Akhirnya aku memutuskan untuk ngga balik ke kost dan lanjutin perjalanan ke kampus. Urusan hukuman biar dipikirin kalo udah nyampe disana aja. Aku juga salah karena aku teledor naruh barang. Karena panik, aku sampai ngga sadar kalau aku udah ada di lingkungan kampus. Lagi-lagi dengan sedikit panik, aku segera bicara ke supir angkot untuk berhenti disini, dan membayar kemudian segera turun.
Sekali lagi aku merutuki kebodohanku sendiri karena ngga periksa tas ketika mau berangkat tadi. Aku masih ngeri ngebayangin bahwa aku harus berdiri di depan puluhan mahasiswa baru dan belasan kakak tingkat karena dihukum. Jujur, aku benci jadi pusat perhatian, sama seperti aku benci keramaian.

KAMU SEDANG MEMBACA
If I Got You
Novela Juvenil"Aku Ayana, lengkapnya Ayana Azkayra. Bunda bilang, arti namaku bunga yang indah, bunga yang dihormati semua orang. Tapi kenyataannya dalam hidup, aku ngga pernah merasakan yang namanya dihormati sama sekali. Aku benci dengan kenyataan dimana kehidu...