20. Yang Kelam Itu

21 2 0
                                    

‼️TW // mentions several scenes of violence and rape‼️

-Flashback on-

"Ana, ayo sarapan sayang."

"Iya, Yah! Ana kuncir rambut dulu sebentar."

Hari Sabtu, tanggal 19 Januari 2013. Ayana masih duduk di bangku SMP saat itu. Masa-masa dimana kehidupannya berjalan dengan damai dan bahagia bersama kedua orangtuanya.

"Bunda gimana, Yah? Udah sarapan?" tanya Ayana begitu duduk bergabung dengan Ayahnya di meja makan.

"Belum, ini baru mau Ayah bawain makanannya," jawab sang Ayah.

"Oh, yaudah sini Ana aja yang bawain," ucap Ayana, langsung berdiri mendekati kursi Ayahnya, sedangkan sang Ayah hanya tersenyum menanggapinya.

Ayana segera bergegas menuju kamar sang Bunda, mengetuknya pelan sambil berkata,

"Bun, ini Ana bawa sarapan. Ana masuk ya Bun," ucap Ayana yang kemudian terdengar jawaban dari dalam kamar,

"Iya sayang."

Mendengar itu, Ayana langsung membuka pintu kamar kemudian berjalan mendekati tempat tidur sang Bunda. Setelah sampai, Ayana duduk dihadapan Bundanya dan meletakkan sarapan diatas nakas yang ada disebelah tempat tidur itu.

"Pagi, Bundadariii. Bunda gimana? Ada yang sakit ga?" ucap Ayana kecil dengan ceria, menatap sayang tepat di manik mata wanita yang sudah melahirkannya.

"Pagi sayangnya Bunda. Ga kok, Bunda sehat-sehat aja nih. Ana kok belum berangkat ke sekolah? Ntar telat loh nak," jawab sang Bunda, sambil mengelus lembut kepala Ayana.

"Ayah juga masih sarapan kok Bun, jadi Ana mau nemenin Bunda sarapan disini sambil nunggu Ayah selesai," kata Ayana dengan senyum manisnya.

"Ana suapin ya Bun," ucap Ayana yang langsung mengambil piring yang tadi diletakkannya diatas nakas, kemudian menyuapkannya perlahan kepada sang Bunda.

Ayana tau bahwa Bundanya sedang berbohong. Tanpa bertanya sebenarnya Ayana pun tau, Bundanya sedang tidak baik-baik saja. Wajahnya pucat, tapi tetap tidak melunturkan paras cantiknya. Wajah yang selama dia bisa melihat dunia, menjadi wajah terindah yang pernah Ayana tatap.

Bunda Ayana pun begitu. Menatap penuh rasa kasih sayang kepada putri semata wayangnya. Putri yang begitu beliau mendengar tangis pertamanya, bersumpah akan membahagiakan dan membesarkannya dengan ikhlas dan cinta yang tidak ada putusnya.

Tapi saat itu Bunda Ayana sadar, bahwa sepertinya hal itu tidak akan lagi bisa dia lakukan. Dirinya benar-benar sudah kalah. Kalah dengan penyakit yang dideritanya. Diterimanya suapan dari Ayana sambil menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Ayana yang menyadari itu tertegun,

"Bun? Kok nangis? Ada yang sakit ya? Mau Ana panggilin suster??" ucap Ayana kecil menatap khawatir sang Bunda.

Bunda menggeleng pelan sambil tersenyum dan ketika sang Bunda mengedipkan mata, turun bulir bening dari kelopak mata cantik itu.

"Engga kok. Bunda ngga kenapa-napa. Bunda terharu ngeliat anak Bunda sekarang udah gede, udah SMP. Udah pinter ngurus dirinya sendiri, ngurus Bunda sama Ayahnya," ada jeda sebelum akhirnya sang Bunda melanjutkan kalimatnya,

"Maafin Bunda ya Nak, Bunda ngga bisa jadi Bunda yang baik buat Ana," ucap Bunda Ayana sambil mengelus sayang rambut Ayana,

"Makasih Ana udah hadir buat jadi penyemangat di hidup Bunda sama Ayah. Bunda sayaaaang banget sama Ana. Sehat terus ya sayang. Nanti kalau Bunda udah ngga ada, Ana tolong jaga Ayah ya?" lanjut sang Bunda.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

If I Got YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang