16. Kembali

1.4K 110 3
                                    

Jisung membuka matanya. Cahaya matahari yang masuk lewat jendela membuat dirinya terbangun. Di sampingnya, ada Minho yang sedang tertidur. Posisinya duduk dengan menelungkup di sisi ranjang Jisung. Tangannya menggenggam tangan Jisung yang terbebas dari selang infus.

Dari semalam Jisung sudah bangun. Saat dia bangun, ada Minho, Bangchan dan Changbin. Minho benar-benar berubah. Kembali seperti Minho yang dulu. Bahkan Minho tidak mau jauh darinya bahkan satu menit pun. Terbukti dia sampai rela tidur dengan posisi tidak nyaman seperti itu.

Jisung pikir yang tadi malam itu hanya mimpi. Tapi pagi ini, dia terbangun dan percaya kalau semua itu bukanlah mimpi.

Tidak apa, mungkin dia harus melewati banyak rintangan agar Minho kembali menjadi Minho yang dulu. Yang menyayanginya, yang selalu bersikap lembut padanya.

Tangannya terulur mengusap rambut Minho pelan. Kemudian dia tersenyum. Membayangkan keluarganya yang kembali harmonis, Jisung jadi ingin cepat pulang dari rumah sakit.

Merasakan ada pergerakan dari Jisung, Minho terbangun. Mendongkak dengan wajah khas orang bangun tidur. Yang ia tatap pertama kali adalah wajah istrinya yang sayu. Tapi Jisung tetap terlihat begitu manis di matanya.

"Hai, udah bangun?"

Jisung mengangguk sambil tersenyum.

Minho kembali menggenggam tangan Jisung. Memberi kecupan berkali-kali. Tangan satunya dia gunakan untuk mengusap pucuk kepala Jisung.

Minho tidak akan memberi tahu kondisi Jisung sekarang. Jisung-nya baru saja bangun. Minho tidak mau Jisung terkejut dan kondisinya kembali down.

"Lapar gak? Makan dulu yuk."

Minho mengambil nampan berisi bubur yang disediakan oleh rumah sakit. Entah kapan perawat mengantar sarapan untuk Jisung, tapi yang jelas bubur itu sudah ada di meja.

"Ayo makan, kakak suapin."

Jisung hanya menurut. Dia begitu menikmati semua ini. Dia senang sekali diperlakukan begitu lembut oleh Minho. Jisung merindukan Minho yang seperti ini.

"Kakak engga makan?"

"Nanti. Kakak nunggu Bangchan-"

"PERMISI! MAKANAN DATANG!"

Minho hanya bisa menghela nafasnya. Cukup sabar dia memiliki sahabat seperti Changbin.

"Kok lo yang datang? Bukannya Bangchan yang-"

"Diam, baby."

Changbin menaruh telunjuknya di bibir Minho. Jisung yang melihat itu hanya tertawa geli.

"Geli, bego. Ada istri gue lagian, lo bisa-bisanya."

"Lah Jisung aja gak cemburu kok, lo ngapain ribet."

Changbin menaruh sebuah rantang berisi makanan yang ia bawa di meja.

"Nih sarapan buat lo, dibuat dengan penuh cinta. Istri gue nih yang masak."

"Bodo. Gak nanya juga gue. Entar gue bilang makasih ke Felix, kalau ke lo mah gak usah."

"Gak tau terima kasih ya anda, wahai sahabat."

"Kak, gak boleh gitu tau. Kak Changbin udah baik anterin makanan buat kakak."

Minho merenggut kesal saat Jisung malah menasehatinya.

"Noh. Denger kata Jisung! Huhu... Ji, emang nih si Minho keterlaluan banget sama kak Abin."

"Najis lo! Udah ah sana pulang!"

"Loh? Kok malah ngusir? Kita makan bareng, baby. Gue tuh kesini belum sarapan juga, buru-buru takut lo kelaparan."

"Lebay."

"Heh! Bukan lebay, gue tuh-"

"Iya iya, bacot banget sih. Yaudah makan bareng, tunggu gue selesai suapin Jisung."

"Nah, gitu dong, baby."

Changbin akhirnya diam dan mendudukkan dirinya di sofa. Jisung hanya terkekeh melihat kelakuan sang suami dengan sahabatnya itu.

.

.

.

Siang harinya Changbin sudah pulang kembali ke villa. Menyisakan Minho bersama Jisung.

Minho menolak untuk pulang, padahal Changbin bilang Jiho menanyakan keberadaan mama dan papa nya. Ya, untungnya Jiho mengerti ketika Felix menjelaskan kalau mama nya sedang sakit dan papa nya harus menemani di rumah sakit.

Jisung juga sudah menyuruh Minho untuk pulang, Minho pulang dan Changbin yang menemani Jisung di rumah sakit. Tapi Minho menolak, katanya harus dia yang menemani Jisung. Dasar bucin.

Jisung yang masih berbaring di ranjang rumah sakit sedang menonton televisi. Sementara Minho yang duduk di samping ranjangnya sibuk bermain ponsel.

Televisi itu menunjukkan sebuah film kartun kesukaan Jiho. Jisung jadi merindukan anaknya.

Tangannya tidak sadar menggenggam tangan Minho yang tidak memegang ponsel. Minho yang merasakan itu menatap istrinya.

"Kenapa? Ada yang sakit?"

"Eh? E-engga, aku cuma..."

Ucapan Jisung menggantung. Minho menunggu istrinya untuk melanjutkan.

"Kenapa? Kakak nganggurin kamu ya? Maaf, tadi ada urusan kerjaan-"

"Bukan... bukan itu kok."

"Terus kenapa, sayang? Jangan main tebak-tebakan gini ah."

Minho menaruh ponselnya. Naik ke ranjang Jisung dan duduk di sisi ranjang itu. Dia mengusap surai Jisung.

"Apa cintaku? Bilang sama kakak mau apa?"

"A-aku... kangen."

"Kangen? Kakak kan disini, kok kangen?"

"Ih~ bukan..."

"Jisung, kakak bukan cenayang. Kakak gak bisa nebak apa yang di pikiran kamu."

"Jiho... Jino... aku kangen."

Wajahnya ditekuk. Matanya berkaca-kaca. Minho jadi tidak tega melihatnya.

"Cup cup... iya, besok Jiho sama Jino kakak suruh Bangchan bawa kesini ya. Udah dong jangan sedih gitu sayangnya kakak."

"Beneran? Kakak bilang anak-anak gak boleh kesini sebelum aku sembuh?"

"Gak jadi. Kalau kamunya sedih begini, mana kakak tega, hm?"

"Hihi... makasih. Makasih kak, aku sayang kakak."

Jisung memberi gestur ingin memeluk, Minho mendekat, memeluk tubuh istrinya dengan sangat hati-hati, takut membuat Jisung kesakitan jika erat.

"Kakak juga sayang kamu."

Jisung hanya tidak tahu. Pikiran Minho sedari tadi berkecamuk. Kapan waktu yang tepat untuknya memberi tahu pada Jisung tentang kondisi kesehatan istrinya itu.

.

.

.

To Be Continued

Ciee udah baikan ceritanya :D

Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang