15. Akhir?

2K 162 28
                                    

Jisung sedang ditangani di dalam sana. Minho dan Bangchan duduk di ruang tunggu. Minho menatap kedua tangannya yang berlumuran darah. Itu darah Jisung.

Air matanya lagi-lagi turun. Tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini jika dia kehilangan Jisung.

"Ho, Jisung kan kuat. Gue yakin dia akan bertahan."

Ya, Minho tahu. Jisung kuat. Bahkan dia kuat hidup dengan suami brengsek macam Minho.

"Guys!"

Changbin datang. Sedikit berlari menghampiri Bangchan dan Minho.

"Anak-anak di rumah gimana, Bin?" Bangchan bertanya.

"Udah tidur. Jino sempet rewel, akhirnya Seungmin kasih susu khusus bayi, gue beli di minimarket. Untungnya Jino mau."

"Syukur kalau gitu."

"Jiho sempet tanya, papa sama mama nya kemana. Felix bilang, papa sama mama nya lagi ada urusan pekerjaan mendadak. Nanti pulang bawa hadiah."

Changbin menggaruh tengguknya yang tidak gatal. Hadiah apa nya? Yang ada mama nya malah masuk rumah sakit.

"Gak apa-apa, Bin. Gampang, entar kita cari hadiah apa kek buat Jiho."

"Jisung... masih belum?"

Bangchan menggeleng.

"Kita berdoa yang terbaik buat Jisung."

Changbin mengangguk. Kemudian dia kembali bertanya sambil berbisik pada Bangchan.

"Hyunjin... gimana?"

"Udah berhasil ditangkap polisi. Gue yakin dia bakal di penjara. Semoga dia dapet hukuman yang setara sama perbuatannya."

.

.

.

Changbin ketiduran. Kepalanya dia sandarkan ke bahu Bangchan. Bangchan hanya diam saja. Tanpa ingin menyingkirkan kepala Changbin.

Tak lama seorang dokter dan beberapa perawat keluar dari ruang operasi. Bangchan menepuk Changbin untuk segera bangun. Minho sudah beranjak lebih dulu menghampiri dokter itu.

"Operasinya berjalan lancar."

Mereka bernafas lega. Syukurlah.

"Yang mana suami pasien?"

"Saya, dok."

"Bisa ikut saya sebentar? Sambil menunggu pasien dipindahkan ke kamar rawat."

"Baik."

Minho menatap Bangchan dan Changbin lalu keduanya mengangguk. Seakan mengerti arti tatapan Minho.

Minho mengikuti si dokter ke sebuah ruangan. Yang Minho yakini kalau itu ruang pribadi sang dokter.

'김도영' (Kim Doyoung)

Itu yang tertulis di papan nama yang ada di meja.

"Tuan, perkenalkan, saya dr. Doyoung. Saya yang akan menangani istri anda selama dirawat di rumah sakit ini."

Dokter itu mengulurkan tangannya, Minho menerima uluran tangan itu.

"Minho. Lee Minho."

"Jadi... pasti anda bertanya-tanya kenapa saya membawa anda kemari. Langsung saja, apakah anda tahu kalau istri anda mengidap suatu penyakit-"

Doyoung menghentikan ucapannya melihat ekspresi kebingungan di wajah Minho.

"Melihat ekspresi wajah anda, sepertinya anda tidak tahu."

"Istri saya sakit apa, dok?"

"Istri anda termasuk lelaki istimewa. Dia memiliki rahim sehingga bisa mengandung. Tapi menjadi lelaki istimewa juga tidak mudah, seperti sekarang ini, ada sel kanker yang tumbuh di rahim istri anda."

"Dok... g-gak mungkin. Jisung selama ini-"

Ucapannya berhenti saat ingatan Minho kembali pada saat-saat dia sering melihat Jisung mual dan muntah. Jadi selama ini, Jisung-nya...

"Apa istri saya bisa sembuh? Apa yang harus saya lakukan agar istri saya sembuh, dok?"

"Kankernya ini memang tidak ganas, dan sepertinya masih belum lama, tapi karena tidak ada pengobatan selama ini, kankernya jadi lebih cepat menyebar."

Minho hancur. Hatinya sakit mendengar semuanya. Semakin merasa bersalah pada Jisung.

"Ada dua cara. Menjalani terapi, atau operasi pengangkatan rahim. Terapi tidak bisa menyembuhkan, hanya bisa memperlambat pertumbuhan sel kankernya, dan banyak efek samping yang akan dialami istri anda dari terapi ini. Sedangkan, operasi pengangkatan rahim, istri anda bisa sembuh, namun...  anda pasti tahu konsekuensinya kan? Istri anda tidak akan bisa mengandung lagi."

Cobaan apa lagi ini. Apa Tuhan memang sengaja memberikan Minho begitu banyak rasa sakit di hari ini? Apa ini memang balasan dari semua perbuatannya?

"Anda pikirkan baik-baik. Bicarakan terlebih dahulu dengan istri anda, tapi pelan-pelan, agar istri anda tidak mengalami shock."

Minho masih diam, mencerna apa yang  semua dikatakan sang dokter padanya.

"Ah, satu lagi. Saya sarankan, setelah kondisi istri anda membaik, segera bawa istri anda ke rumah sakit besar di kota untuk ditangani lebih lanjut tentang penyakitnya. Di rumah sakit ini, kami tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk menangani penyakit serius seperti kanker."

.

.

.

Minho memasuki kamar Jisung dengan tatapan kosong. Bangchan dan Changbin yang melihat itu saling tatap dan segera membawa Minho untuk duduk.

"Ho... lo gak apa-apa kan?"

Dia menggeleng. Setetes air mata turun dari matanya.

Changbin panik dibuatnya. Pasti ada sesuatu yang terjadi pada Jisung.

"Ini pasti tentang Jisung ya?"

Minho memejamkan matanya. Menghela nafasnya yang begitu berat.

"Jisung sakit... dan gue gak tau hal itu."

"Maksud lo Jisung sembunyiin ini-"

"Gue gak tau, Bin. Bisa jadi Jisung juga gak tau kalau dia sakit."

"Kalau gue boleh tau, Jisung sakit apa?"

Bangchan sedikit melotot pada Changbin yang bertanya terus menerus. Changbin malah merenggut, dia ini penasaran sekali.

"Kanker rahim."

Changbin terkejut hingga mulutnya menganga. Sedangkan Bangchan, tubuhnya seketika terasa lemas. Bangchan itu menganggap Jisung seperti adiknya sendiri.

"Dokter bilang, gue harus pilih antara terapi atau operasi pengangkatan rahim. Yang artinya, Jisung gak akan bisa mengandung lagi."

Mereka terdiam. Bingung harus berkata apa. Ini pasti hal yang sangat berat untuk Minho. Pilihan yang sangat sulit.

"Gue cuma bisa kasih semangat. Lo pikirin baik-baik ya. Gue yakin, apapun keputusan lo, itu adalah yang terbaik buat lo dan Jisung ke depannya."

Bangchan menepuk pelan bahu Minho.

Mau bagaimana lagi, dia pun tidak bisa melakukan apa-apa. Hanya bisa memberi dukungan semangat untuk Minho.

.

.

.

To Be Continued

Aku terharu banyak yang nungguin ternyata 😭 Tenang guys, aku gak bakal bikin ceritanya gantung, pasti aku terusin kok hihi... Semoga suka sama kelanjutannya, maaf apabila mengecewakan 🙏🏻🤧

Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang