BAB VI

5.9K 309 19
                                    

Ada yang kangen? Wkwkwk aku pengen ini segera kelar. Beneran kayak behh, ini tuh cuma mau oneshot/cerpen tapi jadi beberapa chapter. 🤣🤣🤣

Gas langsung ke ceritanya guys!!! 😘

___

Intan duduk termangu di teras rumahnya. Sudah sepuluh hari dari kejadian pagi itu, Sebastian tak lagi menemuinya. Dania pun juga tak ada kabar lagi, biasanya wanita itu sesekali mengunjunginya. Kini hanya Daffa yang sering datang ke rumahnya. Entah bagaimana bisa pria itu sekarang jadi sering ke sana. Sesuai syarat yang dia ajukan sepuluh hari lalu. Daffa benar-benar selalu ada di dekatnya.

Intan tidak tahu di mana Daffa sekarang tinggal. Bisa jadi Daffa berada di rumah Dania, bisa jadi pula Daffa tinggal sendiri entah di apartemen atau rumah sewaannya. Intan tidak diberi tahu oleh Daffa. Pria itu juga hanya datang kemudian pergi sesukanya.

Intan berpikir mungkin saja Dania masih marah. Kemudian Sebastian masih berusaha membujuk Dania. Atau Sebastian tidak berani ke rumah Intan karena ada Daffa. Keadaan cukup membingungkan bagi Intan. Dia takut jika program hamilnya gagal atau memakan waktu lama. Bisa jadi dia akan selamanya terjebak dalam keadaan seperti itu.

Intan merasa rindu dengan Sebastian. Bagaimana bisa malam manis yang mereka lewati beberapa hari lalu berubah seperti ini. Seperti sekali dalam seumur hidup kemudian terbangun dari mimpi. Hanya semalam waktu yang membuat Intan merasa dihargai. Merasa dianggap sebagai wanita oleh lawan mainnya. Namun sekarang semuanya justru memburuk. Intan bahkan sulit bertemu dengan Sebastian. Wanita itu juga tidak berani untuk menghubungi Sebastian terlebih dahulu.

Intan sempat memberanikan diri untuk menghubungi Dania. Namun nomor wanita itu tidak aktif. Saat Intan mengirim pesan pun, Dania tak membalas pesannya. Intan bingung, dia tidak tahu apakah perjanjian itu masih berlaku atau tidak. Intan juga tidak ingin terus-menerus terjebak di situasi seperti itu. Dia juga ingin memiliki kehidupan normal sendiri.

"Kamu kenapa ngelamun di sini?" Tanya seseorang yang membuat Intan tersentak.

"Sebastian?" Desis Intan tatkala menatap pria itu berdiri di sebelahnya.

"Iya, aku udah manggil-manggil kamu beberapa kali, tapi kamu gak denger." Sebastian tersenyum kecil kemudian duduk di sebelah Intan.

"M-maaf." Lirih Intan singkat.

Dada Intan bergemuruh, tiba-tiba ada perasaan gugup di hatinya. Intan mengatur napasnya agar kembali normal. Dia bingung bagaimana akan memulai obrolan dengan Sebastian. Pria itu juga nampaknya tidak dari kantor. Sebastian kali ini hanya memakai kemeja santai dan celana jeans biru.

"Gak perlu minta maaf sama aku." Sebastian tersenyum kecil. Intan mengangguk saja mendengarnya.

"Gimana kabarmu selama sepuluh hari terakhir?" Tanya Sebastian terlihat perhatian.

"A-aku baik-baik saja." Intan menggigit bibirnya, berkata bohong. "Kamu dan Dania gimana?" Tanya Intan memberanikan diri.

"Gimana apa maksudnya? Kabar atau kondisi hubungan kami?" Tanya Sebastian disertai tawa kecil.

"Keduanya." Sahut Intan singkat.

"Kami baik-baik saja." Jawab Sebastian yang terdengar ambigu. Baik-baik saja yang mana yang dimaksud Sebastian. Atau keduanya? Intan sempat berpikir namun tak lagi bertanya.

"Syukurlah." Hanya itu yang berhasil keluar dari mulut Intan.

"Kamu lebih pendiam sekarang." Komentar Sebastian sembari memperhatikan Intan yang hanya menunduk.

"Biasa saja." Jawab Intan pelan. Dia tidak tahu kenapa dia justru tidak bisa biasa saja. Berbeda seperti yang dia katakan barusan.

"Soal hubunganku dan Dania, kami baik-baik saja. Aku sudah menjelaskan padanya. Meski beberapa hari dia marah, tapi kini dia sudah membaik. Dia sudah memaafkan aku." Ujar Sebastian kemudian.

Kawin KontrakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang