Lama banget gak update di cerita ini. 🤣
Vote dan komen sebanyak-banyaknya biar cepet up, wkwk.Selamat membaca! 💛
___
Intan menunggu Sebastian di dalam mobil sementara pria itu pergi ke toilet. Ia mengusap perutnya yang masih rata, tiba-tiba terpikir ucapan Sebastian saat mereka berangkat tadi. Ia belum memeriksa apakah ia benar-benar hamil atau tidak. Ia memang telat datang bulan, tetapi biasanya memang tidak rutin. Sebab itu, ia jadi ingin periksa ke dokter. Namun, ia belum ingin bicara apa-apa terhadap Sebastian terlebih dahulu.
Intan membenarkan posisi duduknya begitu Sebastian datang. Ia tersenyum simpul pada suami sementaranya itu tatkala suaminya masuk ke dalam mobil. Ia berpura-pura baik-baik saja padahal otaknya sudah mulai terisi hal-hal yang mungkin akan terjadi. Selain ia harus berpisah dengan Sebastian, ia juga akan susah untuk mendapatkan kabar anak-anaknya kelak.
Dulu, Dania yang sering menemaninya saat ia hamil. Sementara itu ia memang jarang bersama Sebastian, hampir tidak pernah bertemu. Kini, Dania tidak mungkin menemaninya karena harus merawat Theo. Intan menghela napas pelan, waktunya memang tidak banyak. Kelak ia akan sendiri lagi, atau mungkin akan ada orang yang menemaninya, ia tidak tahu.
"Langsung pulang?" tanya Sebastian.
"Iya, langsung pulang aja." Intan tersenyum kecil pada suaminya.
"Gak mampir dulu ke mana gitu? Kamu gak mau belanja sesuatu?" tanya Sebastian lagi.
"Enggak, Tian." Intan menggeleng pelan. "Aku mau menghabiskan waktu di rumah aja," imbuhnya.
"Oke kalau gitu," sahut Sebastian menurut.
Intan mengangguk saja. Ia kembali menghela napas dan menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Ia berusaha tenang, tetapi tubuhnya tidak bisa diajak kompromi. Serangan panik mulai muncul saat memikirkan ia akan sendiri lagi. Namun, sepertinya Sebastian tidak menyadari itu. Ia putuskan untuk bertanya mengenai Theo pada Sebastian. "Theo baik-baik saja, kan?" tanyanya.
"Dia baik-baik saja, Dania mengurusnya dengan sangat baik," sahut Sebastian.
"Kalau kamu gimana?" tanya Intan sembari tertawa pelan.
"Aku berusaha menjadi papa yang baik, tapi dia mungkin akan marah suatu saat nanti kalau tahu kebenarannya." Sebastian tersenyum miris mengingat kondisinya.
"Mungkin dia akan tahu suatu saat nanti dan dia akan paham," ujar Intan pelan.
"Itu yang aku harapkan," sahut Sebastian.
"Aku sangat berterima kasih pada Dania. Dia mengurus anakku dengan sangat baik. Di sisi lain, aku justru gak berbuat apa-apa. Mungkin justru anak-anak nanti akan membenciku karena aku bukan ibu yang baik menurut mereka," ujar Intan sendu.
Untuk ketiga kalinya Intan menghela napas. Ada sesak di hati saat ia mengatakan hal barusan. Jika pikirannya benar terjadi, ia akan kehilangan anak-anaknya juga. Kehilangan dalam arti lain, yang berarti ia justru akan dimusuhi anak-anaknya. Ia memejamkan mata, mencegah air mata yang akan keluar dari kedua matanya.
"Aku gak akan biarin itu terjadi, In. Percayalah, mereka gak akan begitu sama kamu!" sahut Sebastian cepat.
"Gak ada seorang ibu yang hanya melahirkan dan membiarkan anaknya diurus orang lain, Tian. Itu sangat menyakitkan saat kamu meninggalkan anakmu yang bahkan belum mengenalimu," ucap Intan penuh emosi.
"Jadi, kamu menyesal sekarang?" Sebastian menatap terluka pada Intan.
"Enggak, bukan gitu, maaf aku terlalu emosional."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kawin Kontrak
RomanceDinikahi oleh pria yang dicintai tidak lantas membuat Intan bahagia. Bukan pernikahan impian yang dia jalani. Bukan tentang perjodohan, bukan tentang bisnis keluarga, bukan juga tentang cinta tak direstui. Kisah Intan cukup rumit, dia harus menjadi...