Selamat membaca, 🧡
___
Sebastian menatap wajah polos Intan yang tengah tertidur. Setelah drama di pagi hari, mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama hanya dengan bercerita. Setelah makan siang, Intan bilang mengantuk dan akhirnya tertidur di paha Sebastian. Sebastian menebak jika Intan memang sulit tidur malam harinya. Padahal di usia kandungannya yang masih muda, Intan tidak boleh terlalu stres. Sebastian sangat khawatir pada kondisi Intan.
Ponsel Sebastian yang ada di atas meja menyala. Sebastian meraihnya dan menatap layar ponselnya. Sebuah pesan masuk dari Dania. Ia segera membukanya dan membacanya. Di sana tertulis bahwa Dania lupa akan hari ulang tahun Intan yang jatuh tepat kemarin. Sebastian tertegun, ia teringat permintaan Intan yang ingin menghabiskan waktu bersama. Ia merasa bersalah, bisa jadi itu adalah permintaan Intan untuk kado ulang tahunnya.
Sebastian membalas pesan Dania lalu meletakkan kembali ponselnya. Ia tatap wajah Intan yang masih tertidur dengan tenang. Perasaan sesak menyeruak di dada Sebastian. Ia memang tidak bisa menyenangkan Intan. Ia tidak bisa membahagiakan wanita itu. Selama ini, Intan yang selalu membuatnya bahagia dan terselamatkan dari banyak masalah. Di sisi lain, ia tidak bisa membalas kebaikan itu. Ia hanya menebar luka pada Intan.
Sebastian menghela napas panjang. Ia melewatkan hari spesial Intan. Ia bahkan tidak memikirkan kado apa yang akan ia berikan. Segala materi sudah ia berikan dan Intan bukan orang yang gila harta. Sebastian mengulurkan tangannya untuk menyentuh puncak kepala Intan. Ia belai lembut rambut hitam milik Intan.
Sebastian merasa bingung dan frustasi. Ia terjebak dalam rencana yang ia buat sendiri. Ia tidak menyangka jika akan jatuh cinta pada Intan. Sebaliknya, Intan juga begitu mencintainya. Ia merasa gila karena perasaannya pada Dania juga masih kuat. Tak terasa, air matanya kembali turun. Ia sudah berada dalam kondisi setengah gila.
"Tian, kamu nangis?" tanya Intan parau. Ia usap kedua matanya dan menetralkan cahaya yang masuk ke retina.
"Iya," aku Sebastian. "Aku sedih karena aku melewatkan hari ulang tahunmu. Maaf, aku lupa." Sebastian mendengak, mengusap air matanya.
"Kamu bukannya lupa, mungkin kamu emang gak tahu." Intan bangkit dari posisi berbaringnya dan duduk di sebelah Sebastian.
"Kata-katamu membuatku merasa kian buruk," ucap Sebastian sembari tersenyum getir.
"Faktanya emang begitu." Intan tertawa pelan menatap Sebastian.
"Maaf ya," ucap Sebastian lagi.
Intan tersenyum saja mendengarnya. Terlalu banyak kata maaf yang ia dengar. Hal itu justru membuatnya merasa semakin menyedihkan. Itu bukan salah Sebastian, sejak dulu memang ia tidak pernah merayakan ulang tahunnya. Terkadang Dania yang memberinya kado atau kue, tetapi Sebastian tidak tahu. Kemarin Intan ingin memberitahu Sebastian, tetapi keadaan memang tidak mengizinkan. Sebastian pulang bersama Dania karena orang tua mereka akan datang.
"Tenang aja, gak apa-apa. Aku sebenarnya kemarin mau potong kue sama kamu, tapi kamu ada urusan," ujar Intan santai, seolah kata-katanya tidak berarti apa-apa.
Sebastian menatap Intan dengan sedih. Dari tatapan itu Intan tahu Sebastian merasa sangat bersalah. Mungkin merasa menyesal karena dia meninggalkannya. Sementara itu, Intan tersenyum saja menanggapinya.
"Jangan merasa bersalah begitu, serius gak apa-apa," ujar Intan.
"Ada yang mau kamu minta dariku?" tanya Sebastian.
"Apa ya." Intan tampak berpikir beberapa saat. "Kayaknya gak ada sih," ucapnya kemudian.
"Sungguh?" Sebastian menatap lembut pada Intan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kawin Kontrak
RomanceDinikahi oleh pria yang dicintai tidak lantas membuat Intan bahagia. Bukan pernikahan impian yang dia jalani. Bukan tentang perjodohan, bukan tentang bisnis keluarga, bukan juga tentang cinta tak direstui. Kisah Intan cukup rumit, dia harus menjadi...