BAB IV

6.5K 322 6
                                    

Warning Content! ⚠️🔞

Beberapa kata dan adegan yang terkandung dalam cerita tidak patut untuk dicontoh.
Mohon bijak dalam memilih bacaan!

Terima kasih dan selamat membaca. ^^

___

"Bastian, Intan!"

Seru seseorang membuat tidur Intan dan Sebastian terganggu. Intan mengerjapkan matanya, terkejut dengan posisi dirinya yang di dekap Sebastian. Lebih terkejut lagi saat melihat Dania sudah berdiri di depan pintu kamarnya. Wanita itu menatap marah dan kecewa. Intan segera mendorong tubuh Sebastian, menarik selimut menutupi tubuhnya.

"M-maaf, Dania. Aku bisa jelaskan." Intan memungut pakaiannya dan memakainya.

"Ada apa ini?" Sebastian bangun dan mengucek matanya, seketika kaget melihat kehadiran Dania.

"Dania!" Seru Sebastian panik.

"Kalian melanggar janji kita." Dania berujar marah, nada suaranya sarat akan emosi.

"Dania!" Bastian segera memakai celananya, kemudian berlari mengejar Dania yang melenggang pergi.

Intan terpaku melihat kepergian Sebastian dan Dania. Wanita itu menunduk, membenarkan pakaiannya. Intan menghela napas kasar, dia tahu pasti akan begini. Dia sudah sangat memperingati Sebastian, tapi pria itu tetap nekad. Intan kembali merasa bersalah sekaligus berdosa pada Dania. Dia paham betul jika dirinya hanya dimanfaatkan untuk mengandung darah daging Sebastian. Intan tidak berhak untuk memiliki atau menyentuh Sebastian. Dania tidak akan rela pria yang dicintainya disentuh wanita lain.

Intan bangkit dari posisi duduknya, berjalan keluar kamar. Sebelumnya dia memungut kemeja Sebastian yang belum sempat dipakainya. Meletakkannya di pinggiran ranjang. Intan serahkan semua urusannya pada Sebastian. Bagaimana pun, pria itu yang bersikeras untuk menyentuhnya. Mengizinkan dirinya menyentuh tubuh pria itu juga. Sebastian sudah bilang akan bertanggung jawab, Intan ingin buktinya. Intan harap Sebastian dan Dania tidak bertengkar hebat. Efeknya juga akan buruk pada buah hati mereka, anak kandung Intan nantinya.

Intan menarik pintu kamar, menutupnya. Saat berbalik, dia terkejut melihat seseorang berdiri menyandarkan punggungnya di dinding sebelah pintu. Intan melebarkan matanya, menatap tidak percaya pada orang itu. Napas Intan memburu, panik sekaligus gugup. Orang yang di hadapannya sekarang adalah Daffa, adik laki-laki Dania. Pria itu berusia dua puluh lima tahun sekarang, lima tahun di bawahnya. Intan tidak tahu kenapa Daffa bisa ada di rumahnya. Itu artinya Daffa tahu semuanya, tahu perbuatannya dengan Sebastian.

"Kamu kelihatan sangat terkejut." Daffa tersenyum kecil, bersikap sangat santai.

"K-kamu kenapa di sini, Daff?" Tanya Intan gugup.

"Main-main doang sih." Jawabnya masih tenang.

"Seharusnya kamu enggak ada di sini." Ujar Intan pelan, wanita itu menghela napas dan menunduk.

"Apa itu mengganggumu? Kalau iya, aku minta maaf." Daffa tersenyum kecil, melangkah pelan ke arah Intan.

"Kita ke ruang tengah aja, Daff!" Ajak Intan cepat, wanita itu berjalan terlebih dahulu ke ruang tengah.

Daffa mengangguk setuju, mengikuti Intan ke ruang tengah. Sampai di sana Daffa langsung dipersilakan duduk. Lagi-lagi Daffa mengikuti ucapan Intan.

"Aku ke belakang dulu, aku bikinin minum." Ujar Intan, tanpa menunggu balasan Daffa, dia langsung melenggang pergi.

Intan menghela napas berkali-kali, panik masih menderanya. Selain membuatkan minum, Intan pergi ke kamar mandi, mencuci muka agar lebih segar. Mungkin dengan mencuci muka membuatnya lebih tenang juga. Setelah itu ke dapur untuk membuatkan teh hangat bagi Daffa. Hari masih pagi, dan Intan tidak tahu kenapa ada Daffa di sana. Mungkin dia pergi bersama Dania. Tapi mungkin juga tidak, Dania tidak mungkin memberi tahu pada Daffa soal hal ini. Rahasia itu hanya diketahui oleh Sebastian, Dania, juga dirinya. Dania tidak mungkin mengatakannya pada Daffa.

Kawin KontrakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang