BAB IX

4.7K 255 8
                                    

Hampir sebulan kayaknya gak update cerita ini. Masih ada yang ingat? Wkwkwk, langsung aja!

Selamat membaca 💛 😘

___

Sesuai yang disarankan oleh Sebastian beberapa hari lalu, Intan pun pergi ke kantor Sebastian. Wanita itu menggunakan jasa taksi online untuk sampai ke tempat tujuan. Intan mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Sebastian. Pria itu bilang untuk langsung menghubunginya saja. Nanti Sebastian yanga akan menjemput di lantai bawah.

Intan membenarkan gaun selutut berwarna navy yang dia kenakan. Sebuah tas jinjing berada di tangan kirinya. Dia duduk di sebuah kursi panjang di depan gedung kantor Sebastian. Dia pun tidak masuk ke gedungnya, belum berani. Dia juga tidak berani menyapa satpam yang ada di balik gerbang tempatnya duduk. Intan sungkan jika ditanya-tanya. Ini juga pertama kalinya dia datang ke perusahaan Sebastian. Jadi biar nanti Sebastian saja yang menghadapi para karyawannya. Atau mungkin tidak ada yang berani bertanya pada bosnya.

Sekitar lima menit, Sebastian tiba dengan membuka pintu gerbang. Pria itu tersenyum senang dan berlari kecil ke arah Intan. Intan pun bangkit untuk menyambut Sebastian. Dia juga membalas senyuman Sebastian. Untuk pertama kalinya dia melihat Sebastian di kantornya.

"Menunggu lama?" Tanya Sebastian membuka suara.

"Saat aku kirim pesan, aku baru saja tiba." Balas Intan lembut.

Sebastian mengangguk kecil dan mempersilakan Intan untuk berjalan di sebelahnya. Pria itu lalu mengajak Intan masuk ke dalam. Benar, sang satpam menyapa bosnya. Hanya saja tidak melontarkan hal lain selain sapaan. Saat sampai di lobi pun, para karyawan hanya menyapa sebagai bentuk formalitas. Tidak ada yang berani bertanya pada bosnya. Meski Intan tahu mereka pasti penasaran dengan dirinya. Apalagi pemimpin perusahaan mereka dengan suka rela menjemput dirinya. Hal yang langka untuk ditemui.

"Mereka sepertinya heran kamu jemput aku langsung seorang diri." Ujar Intan begitu mereka berada di dalam lift. Lift hanya berisi mereka berdua.

"Biarin aja." Sebastian terkekeh pelan, kemudian tangannya meraih tangan Intan dan menggenggamnya.

Intan merasa canggung, di dalam lift ada kamera CCTV. Intan berusaha menarik tangannya. Namun genggaman tangan Sebastian semakin erat. Membuat Intan menghela napas panjang. Wanita itu menoleh sejenak arah Sebastian, berusaha mengingatkan pria itu.

"Apa?" Tanya Sebastian seperti tak berdosa.

"Ada CCTV loh." Desis Intan pelan.

"Apa aku terlihat peduli?" Kekeh Sebastian lagi. "Aku bahkan bisa menciummu di sini." Lanjutnya.

Intan melotot ke arah Sebastian. Dia menggeleng cepat. Wanita itu menarik tangannya sekuat tenaga. Kali ini genggaman tangan Sebastian benar-benar terlepas. Intan menjaga jarak sejauh yang dia bisa. Hingga menempel pada dinding lift seberang tempat Sebastian berdiri.

"Takut amat." Komentar Sebastian sembari terkekeh.

"Jangan main-main, Tian!" Ujar Intan takut.

"Tapi aku ingin main-main." Sebastian berjalan mendekat, dengan cepat mengurung tubuh Intan yang bersandar di dinding lift. Sepertinya Intan salah mengambil langkah. Sehingga hal itu semakin menguntungkan Sebastian. Dirinya kini tak bisa lari ke mana-mana. Intan hanya berharap mereka segera sampai di lantai tempat tujuan mereka.

"T-Tian." Lirih Intan yang kini merasakan tubuh Sebastian menghimpit tubuhnya.

"Hm?" Gumam Sebastian dengan suara berat nan serak.

"J-jangan di sini." Cicit Intan yang hanya dibalas senyuman oleh Sebastian.

"Tapi aku mau di sini." Sebastian menunduk, satu tangannya mengangkat dagu Intan. Sebastian semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Intan. Untuk sekarang, bibir mereka sudah hampir bersentuhan.

Kawin KontrakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang