BAB XVII

4.3K 234 23
                                    

Selamat membaca, 🧡

___

Intan baru saja selesai membereskan meja makan setelah mendengar bel pintu berbunyi. Ia heran siapa yang bertamu pagi-pagi sekali. Namun, ia bisa menebak, jika bukan Daffa, pasti Sebastian atau Dania. Selama ini, tamu yang datang ke rumahnya hanya mereka. Dania membenarkan ikatan rambutnya lalu menarik gagang pintu. Agaknya ia terkejut mendapati Sebastian di depan pintu meski sudah menebak sebelumnya. Ia minggir sedikit, memberikan akses bagi Sebastian untuk masuk.

Intan menutup pintu dan berjalan beriringan dengan Sebastian. Aroma parfume Sebastian membuatnya ingin memeluk tubuh pria itu. Intan pasti sudah gila, atau itu keinginan bayi yang dikandungnya. Tangannya secara refleks terulur untuk menyentuh kemeja Sebastian. Hal itu membuat Sebastian mengernyitkan dahi. Ia berhenti sejenak, menatap ke arah Intan yang ada di sebelahnya.

"Aroma tubuhmu sangat wangi," ujar Intan pelan.

"Benarkah? Aku pakai parfume biasanya," sahut Sebastian santai.

"Aku tahu, tapi entah kenapa aku rasanya betah di dekatmu," ucap Intan. Ia tidak berani berkata jika sangat ingin memeluk tubuh Sebastian.

"Aku gak keberatan berada di dekatmu terus. Aku sengaja ke sini pagi untuk menghabiskan waktu berdua," ujar Sebastian.

"Kamu harus kerja," ujar Intan. Mereka kembali berjalan, Intan mengajak Sebastian duduk di ruang santai.

"Aku ambil cuti hari ini." Sebastian duduk di sofa panjang dan besar, Intan ikut duduk di sebelahnya.

"Padahal kamu bisa ke sini setelah pulang kerja," ucap Intan.

"Terserah aku dong." Sebastian tertawa kecil setelah mengatakan itu.

"Baiklah Pak Bos," sahut Intan dan tertawa pelan.

Mereka berdua terdiam setelah mengatakan itu. Intan memejamkan kedua matanya. Ia menghirup dalam-dalam aroma tubuh Sebastian. Ia merasa aneh kenapa harus seperti itu. Padahal wangi tubuh Sebastian memang seperti biasanya. Bedanya, indra penciumannya lebih menyukainya sekarang. Intan semakin yakin jika itu efek dari kehamilannya. Ia merasa sangat aneh dengan tingkahnya sendiri.

"Apa kamu sesuka itu dengan aromanya?" tanya Sebastian saat tahu apa yang dilakukan Intan.

"Entahlah, aku tiba-tiba jadi maniak parfume kamu. Kayaknya ini kemauan janin yang ada di perutku," balas Intan.

"Mungkin dengan begini janin kamu lebih senang," ucap Sebastian sembari merengkuh tubuh Intan. Sebastian mendekap tubuh Intan dan Intan tidak menolak. Jika memang benar itu keinginan bayinya, berarti ia tidak salah bersentuhan tubuh dengan Sebastian.

Intan tersenyum dan membenarkan posisi duduknya. Ia bersandar di dada Sebastian, membenamkan wajahnya di sana. Ia akui ia kalah sekarang. Akal sehatnya pasti tengah mengutuknya. Sekuat apa pun ia menolak, pesona Sebastian memang sangat kuat. Bahkan benteng tinggi yang ia bangun pun runtuh dengan mudah. Namun, untuk kali ini ia beri toleransi untuk dirinya sendiri. Ia tahu itu akan menjadi yang terakhir. Sebab, jika Sebastian tidak bicara pada Dania, ia yang akan bicara sendiri terkait kehamilannya.

"Tian," gumam Intan pelan.

"Hm?" Sebastian mengusap-usap lembut rambut Intan. Ia biarkan Intan bermanja-manja padanya.

"Gak apa-apa," sahut Intan sembari menggelengkan kepala.

Intan menghela napas, ia mengeratkan pelukannya pada tubuh Sebastian. Ia memejamkan matanya lagi, meresapi kebersamaan mereka. Sebenarnya ada banyak hal yang ingin Intan ucapkan pada Sebastian, tetapi hal itu tidak tersampaikan. Ia ingin sekali bilang kalau ia butuh Sebastian. Ia ingin sekali bilang jika ia takut sendiri. Ia takut menghadapi hal-hal yang akan terjadi selanjutnya. Ia takut akan banyak hal. Otaknya sudah berpikir berlebihan. Ia sebenarnya ingin berteriak dan mengatakan agar Sebastian tetap bersamanya.

Kawin KontrakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang