BAB XV

4K 233 10
                                    

Selamat membaca! 💛

___

Sebastian pulang dari kantor dan mengabari Dania jika ia tidak langsung pulang. Ia ingin menengok Intan yang tidak datang ke kantor. Padahal kemarin Intan berjanji akan pergi ke kantornya. Dania memberi izin dan Sebastian pun menjalankan mobilnya ke arah rumah Intan. Sebastian merasa khawatir karena Intan tidak membalas pesannya, pun tidak menjawab teleponnya. Intan hanya memberinya pesan singkat yang mengatakan bahwa ia tidak bisa ke kantor. Sebastian khawatir terjadi apa-apa pada Intan.

Pikiran Sebastian sudah dipenuhi hal-hal buruk. Ia mengira Intan sakit atau apa. Intan tidak pernah mengabaikan telepon dan pesannya biasanya. Ia yang khawatir pun menyetir dengan cepat. Tidak memerlukan waktu lama, Sebastian tiba di rumah Intan. Sebastian keluar dari mobil dan membanting pintunya. Ia berjalan cepat menuju rumah Intan. Ia tidak perlu mengetuk pintu, ia langsung masuk karena pintu tak dikunci.

Sebastian berjalan ke arah ruang tengah, tidak ada Intan. Ia panggil nama Intan berkali-kali, tidak ada sahutan. Sebastian hendak ke dapur, tetapi Intan terlihat keluar dari kamarnya. Sebastian menghela napas lega, ia berjalan cepat ke arah Intan. Sementara itu, Intan menatap datar pada Sebastian.

"In, kamu gak apa-apa, kan?" tanya Sebastian sembari memeriksa keadaan Intan. "Kamu gak sakit?" imbuhnya.

"Enggak, Tian." Intan menggeleng, memegang tangan Sebastian yang menyentuh keningnya.

"Kenapa gak bales pesanku? Kenapa gak angkat teleponku?" tanya Sebastian langsung. "Kamu tahu nggak kalau aku khawatir?"

"Maaf." Hanya itu kata yang terucap dari mulut Intan. Mengabaikan kekhawatiran Sebastian, Intan berjalan ke ruang santai dan mempersilakan Sebastian duduk.

"Aku rindu sama kamu, In." Bukannya duduk, Sebastian justru memeluk tubuh Intan. Ia mengecup berkali-kali puncak kepala Intan. Sesaat, Intan hanya diam. Namun, wanita itu tak berapa lama melepaskan diri dari pelukan Sebastian.

"Kamu inget batasan kita, kan?" tanya Intan sembari tersenyum lembut.

"A-aku cuma meluk kamu," ucap Sebastian bingung. "Ada masalah apa?" tanya Sebastian kemudian.

"Gak ada masalah apa-apa, Tian. Aku cuma mau menaati peraturan yang tertulis di perjanjian kita. Jangan terlalu banyak menyentuhku, itu gak boleh di aturannya." Intan kembali tersenyum. Ia lalu duduk agar Sebastian ikut duduk.

Sebastian tidak menjawab. Ia tahu yang dikatakan Intan benar. Selalu saja begitu, Intan selalu saja benar. Semua itu terjadi karena ia memang salah sejak awal. Bahkan jika dilogika, mengajak Intan membuat perjanjian itu juga salah. Sekarang keadaan semakin rumit karena ia terkesan mendekati Intan. Ia merasa nyaman dengan wanita itu, membuat wanita itu melanggar perjanjiannya. Namun, hebatnya Intan hanya terlena sebentar. Intan kembali pada pendiriannya saat sadar ia salah.

"Gimana kabarmu hari ini?" tanya Sebastian mengalihkan topik. Ia tidak mau membahas soal perjanjian yang sekarang tidak ia sukai.

"Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja." Intan mengendikkan bahunya.

"Kenapa gak angkat telfon aku?" tanya Sebastian lagi.

"Karena aku tahu kamu akan ke sini," sahut Intan pelan.

Sebastian menghela napas. Intan tidak mau berkata jujur padanya. Jawaban yang keluar dari mulut Intan membuatnya semakin penasaran. Namun, ia tidak bisa memaksa Intan jujur. Ia tidak bisa melakukannya pada wanita di sebelahnya itu. Prinsip Intan sangat kuat, jika ia tidak mau berarti memang tidak mau.

"Lalu, kenapa kalau aku ke sini?" tanya Sebastian.

"Menghabiskan waktu bersama, mungkin." Intan kembali mengendikkan bahunya.

Kawin KontrakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang