BAB XII

4.7K 252 23
                                    

Hai semua, apa kabar yang nunggu cerita ini? 🤣

Langsung aja ya,

Selamat membaca! 😘💛

___

Intan bersiap menunggu Sebastian datang. Hari ini Sebastian berjanji akan menjemputnya di rumah. Sebastian bilang dia hanya bekerja sampai siang, sisanya mereka akan menghabiskan waktu bersama. Intan sudah bersiap rapi, hari ini dia juga akan makan siang di luar bersama Sebastian.

Intan menatap wajahnya memastikan tidak ada yang aneh di sana. Beberapa hari ini dia memang banyak menghabiskan waktu bersama Sebastian. Daffa masih sering ke rumahnya, hanya saja dia yang sering pergi dari rumah. Beruntung Daffa tidak terlalu penasaran atau menginterogasinya. Intan dan Sebastian sudah komitmen untuk segera mengakhiri hubungannya yaitu dengan cara Intan hamil.

Intan tersenyum sendu menatap pantulan wajahnya di cermin. Dia sudah merasa cukup dengan cinta yang Sebastian berikan padanya. Dia merasa lebih baik dan lebih dihargai dibanding sebelumnya. Intan juga merasakan cinta Sebastian padanya meski hanya satu persen. Iya, mungkin hanya satu persen dan itu sudah lebih dari cukup.

Intan tahu porsinya sendiri. Jika satu persen saja dia sudah begitu bahagia, dia tidak bisa membayangkan sembilan puluh sembilan persen sisanya. Dan itu hanya Dania yang merasakan. Dari situ juga Intan tahu di mana posisinya. Dia hanya satu persen dari seratus persen yang Sebastian berikan, sisanya untuk Dania seorang. Intan menghela napas, dia tidak ingin terlihat menyedihkan. Kembali lagi, dia bersyukur dengan satu persen yang Sebastian berikan.

Intan meletakkan cerminnya dan berjalan keluar kamar. Dia pergi ke dapur, duduk di kursi meja makan. Di sana adalah tempat favoritnya. Dia lebih suka menghabiskan waktu di dapur dibandingkan di ruang tengah atau ruang santai. Di dapur dia merasa terhibur dan tidak kesepian. Dia juga bisa memasak dan melakukan banyak hal lainnya di sana.

Intan ingat dia menyeduh teh di teko tadi. Dia mengambil gelas dan menuangkan teh dari dalam teko ke gelasnya. Dia kembali duduk dan menikmati segelas teh di hadapannya. Terkadang hidup memang terasa bahagia dengan hal-hal sederhana. Berpikir dengan ditemani segelas teh misalnya.

Intan merasakan sebuah lengan mendekapnya dari belakang. Kemudian satu lengan lagi menyusul. Tanpa menoleh, Intan sudah tahu siapa orang itu. Dia adalah Sebastian, pria yang tengah ditunggunya. Intan memejamkan matanya beberapa saat, menghirup aroma maskulin dari parfum pria itu. Meski sudah siang, aroma maskulin khas Sebastian belum hilang. Terbukti jika parfum Sebastian adalah parfum dengan harga mahal.

"Kamu gak nyahut tadi pas aku panggil," ujar Sebastian sembari menempelkan pipinya di puncak kepala Intan.

"Aku gak denger," sahut Intan jujur.

"Mikirin apa?" tanya Sebastian lembut.

"Bukan masalah besar, hanya menikmati segelas teh." Intan memegang kedua lengan Sebastian yang memeluknya dari belakang.

Sebastian tidak menjawab, dia hanya terkekeh pelan. Pria itu beralih mengecup singkat pipi Intan, kemudian beralih duduk di sebelah wanita itu. Sebastian mengendurkan dasinya tanpa melepas jas yang membalut kemejanya. Dia menatap lembut pada wanita di hadapannya.

"Boleh aku minta?" tanya Sebastian lagi.

"Tentu saja, aku ambilin gelas dulu." Intan hendak bangkit, namun Sebastian segera mencegahnya.

"Dari gelas yang sama aja gak apa-apa." Sebastian meraih gelas milik Intan dan menyesap isinya.

Intan memperhatikan Sebastian dengan serius. Sebuah senyuman tersungging di sudut bibirnya. Sebastian memang romantis, dia tahu sejak dulu. Hal itu kembali mengingatkan akan satu persen cinta yang dia terima. Intan bisa membayangkan betapa romantisnya Sebastian terhadap Dania. Hal yang tidak akan dia dapatkan dari Sebastian sebagaimana pria itu memberikannya untuk Dania.

Kawin KontrakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang