Dandelion di Padang Dandelion
Ayah..
Kau mendengarkanku kan? Ayah tidak perlu merasa kesepian di sana. Karena di padang dandelion ini aku akan selalu menyapamu setiap hari. Ayah, hidup memang begitu berat tanpa sosokmu, begitu sepi dan juga terasa dingin, Tetapi sekarang, aku tidak perlu lagi berteduh pada rasa dingin itu. Aku tidak perlu menghindari keganjilan yang sebenarnya begitu menyenangkan ini. Aku hanya bisa memahami kesepian yang rasanya tak pernah bisa kurampungkan sendiri, begitu kan ayah? Aku tidak lagi marah pada kesepian ini ayah. Aku sudah mulai menerima.
Ayah..
Bagaimana tempatmu disana? Aku selalu iri denganmu yang bisa mendengar dan melihatku, tapi mengapa tidak sebaliknya? Ah ini bukan bentuk protesku pada Tuhan kok, aku hanya sedikit mengeluh. Aku jarang kan mengeluh? Katamu begitu.
Suratmu adalah bacaan favoriteku, rekamanmu adalah music paling sering kudengar, dan gaun kecil pemberianmu akan selalu menjadi baju yang paling aku sukai. Meski aku masih selalu merutuk mengapa aku tak mempunyai fotomu sama sekali.
Hari-hari kelam berhasil aku lalui ayah, berhasil aku terima dan aku coba jalani. Ada kabar baik yang perlu kau dengar, Kak Surya akan menikahiku ayah. Lelaki itu benar-benar menempati janjinya kan ayah? Aku bahagia ayah mengizinkan lelaki baik seperti Kak Surya menemaniku. Aku bahagia.
Sama denganmu Ayah, dikehidupan nanti pun aku ingin menjadi putrimu. Aku ingin menjadi bagian yang membuatmu tersenyum. Meski aku tak terlalu yakin apakah Tuhan mau melahirkanku kembali, hahaha. Aku sudah bisa tertawa, aku bisa melihatmu dari pojok-pojok rumah kita ayah. Akan selalu ada dirimu yang duduk di meja makan depanku, akan selau ada dirimu yang sedang mengusap peluh keringat di kepala, dan ada selalu dirimu yang mengusap lembut rambutku. Aku begitu bahagia, aku begitu bahagia dapat merekammu baik-baik dalam hatiku.
Kehidupan yang kau bicarakan malang sudah berakhir ayah, aku sudah berhasil menapaki kerapuhan itu, aku berhasil menjadi putri ayah yang hebat. Kau tahu kekuatan apa yang kupunya ayah? Aku memiliki doamu. Dari sudut kegelapan, doa itu memberi sedikit celah untuk bernapas. Untuk sekadar memberi ruang pikiran bahwa akan ada hari baik setelah badai. Seakan terus meyakinkan diri, bahwa doamu seakan mengantarkanku pada kepercayaan bahwa bahagia akan kembali, bahagia bisa kugapai lagi.
Kau tahu ayah, kini aku tahu bagaimana menghadapi kedukaan dalam kehidupan. Ketika kedukaan yang mengurung dan menenggelamkanku semakin dalam, aku justru akan bernyanyi ditengah kesepian yang menakutkan itu. Menghanyutkan nada tangisan agar menjadi alunan merdu dikegelapan malam. Memecah sunyi dengan raungan yang akan terdengar menyesakkan. Hingga tangisanku akan berhenti, tepat dengan bayangan sosokmu yang akan datang memelukku dalam-dalam.
Ayah, putrimu telah bahagia.
Aku akan selalu mengunjungi padang Dandelion ini, akan selalu menceritakan hari-hariku disini. Aku akan selalu menjadi putri ayah zero.
Ayah akan selalu ada di dalam hidup kami, tersimpan rapi pada sudut ruang yang kami jaga dan selalu kami isi dengan doa serta cinta.
Ayah, aku mencintaimu.
Ah salah, kami mencintaimu. Aku, kak Surya, Tante Omera, Ibu Panti dan juga teman-temanmu. Kami semua mencintai manusia baik bernama Zero
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Dandelion dari 056
General FictionSUDAH TAMAT (Re-Publish dg Revisi) PERINGATAN!! Jangan dibaca ketika emosi sedang tidak stabil, sedang mengalami depresj berat, karena beberapa kalimat menggambarkan keputusasaan. Dan ketika sudah membaca DIHARUSKAN sampai selesai. Agar dapat...