Cinta dan Mata Angin : Book Fourteen

4 1 0
                                    

Cinta dan Mata Angin

Orific by Aomine Sakura

Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Kesamaan nama, tempat, latar dll hanyalah kebetulan. Tidak berniat menyinggung siapapun ataupun unsur sara.

Dilarang copas dan plagiat dalam bentuk apapun!

Selamat Membaca.

"Gua ada di cafe."

Tara menjawab dengan ogah-ogahan. Matanya memandang keluar jendela dan gerimis hujan mulai turun membasahi ibu kota yang semakin sendu.

Senja sudah tenggelam di peraduannya, suara klakson mobil terdengar dengan jelas di balik lagu-lagu yang di putar di dalam cafe. Jakarta patut di juluki kota yang tak pernah tidur. Tara tidak pernah melihat Jakarta tanpa segala keramaiannya yang membuat sesak.

Menghembuskan rokoknya ke udara, Tara menyandarkan punggungnya dan mengalihkan pandangannya pada tulisan tangan miliknya yang ada di buku pelajaran.

"Cafe mana?"

"Lo mau apa? Gua lagi belajar." Tara menjawab sekenanya.

"Tara-"

"Gua bakal pulang cepat. Gua bawakan pizza, kita bisa nonton bola nanti malam."

Memutuskan sambungan telepon, Tara memutar-mutar bolpoint di tangannya. Otaknya berpikir, mencoba memecahkan soal-soal fisika yang ada di hadapannya.

Tiba-tiba saja dia teringat dengan kembarannya. Selatan Keano Saveri. Pria rapuh yang selalu berpura-pura kuat untuknya.

Ibunya. Napasnya. Malaikatnya. Ibunya yang cantik meninggalkan mereka terlebih dahulu karena penyakit yang di deritanya.

Tara saat itu berusia sepuluh tahun. Tidak cukup dewasa dan mengerti dengan segala kerumitan hidup. Dia hanya tahu jika kedua orang tuanya dan kakaknya menyayanginya. Di pikirannya hanya ada bermain sepak bola bersama teman-temannya atau es krim kesukaannya.

Saat ibunya pergi, meninggalkannya dan Atan selama-lamanya. Atan tidak menangis sama sekali. Pemuda itu memeluknya yang menangis dan tidak rela atas kehilangan ibunya.

Tara menyalahkan Tuhan, mengapa Tuhan mengambil ibunya dan bukan menyembuhkan penyakit ibunya. Tetapi, Atan tidak melakukan hal itu. Pemuda itu tetap tersenyum dan selalu ada di sampingnya saat dia membutuhkan Atan.

Terkadang, dia tidak mengerti dengan apa yang Atan pikirkan. Apakah Atan tidak pernah merasa lelah?

Meletakkan bolpoint miliknya, Tara memejamkan matanya dan mendengarkan musik yang sedang di putar.

Sejak kapan hubungannya dan Atan menjadi jauh? Sejak ia berteman dengan Zac? Atau ketika ia sedang senang tawuran dan Atan lebih senang belajar?

Ketika ia memasuki Sekolah Menengah Pertama, ia bertemu dengan Zac, Ethan dan juga Oji. Dalam masa pencarian jati dirinya, ia bertemu dengan orang yang salah.

Tawuran, balap liar, merokok, semua itu ia lakukan dalam 3 tahun masa Sekolahnya dengan seragam putih biru. Hingga, ia menyadari satu hal dan membuatnya sedikit meredam emosi masa mudanya.

Ia melihat Atan menangis untuk pertama kalinya. Menangis dengan keras dan menumpahkan semua kelelahan yang selama ini di pikulnya sendiri.

Zac, temannya dan juga Atan. Temannya yang mengenalkannya kepada kehidupan masa remaja dengan label nakal, menjebaknya dengan narkoba dan menyebabkannya harus berada di kantor polisi.

Cinta dan Mata AnginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang