Cinta dan Mata Angin : Book Seventeen

3 0 0
                                    

Cinta dan Mata Angin

Orific by Aomine Sakura

Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Kesamaan nama, tempat, latar dll hanyalah kebetulan. Tidak berniat menyinggung siapapun ataupun unsur sara.

Dilarang copas dan plagiat dalam bentuk apapun!

Selamat Membaca.

"Gua pulang."

Tara melepas sepatunya dan meletakannya di rak sepatu sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumahnya. Meski tidak akan ada yang menjawab perkataannya, entah mengapa hal itu sudah menjadi kebiasaan.

Asisten Rumah Tangganya muncul dan Tara hanya menganggukkan kepalanya saja.

"Ada makanan di meja, den Tara."

"Terima kasih." Tara melangkahkan kakinya ke kamarnya sebelum meletakkan tasnya sembarangan. Mengganti pakaiannya, Tara merebahkan dirinya di atas ranjang sembari memejamkan matanya.

Wendy sangat cantik bahkan tanpa memakai riasan dan dirinya hampir saja mencium Wendy saat gadis itu tertidur. Tara menutup wajahnya dengan lengannya, membayangkan bagaimana wajah Wendy yang cantik bahkan saat tertidur.

Tara tak hentinya mengagumi wajah Wendy. Bulu mata yang lentik dengan iris berwarna coklat yang tersembunyi di baliknya. Bibir mungil berwarna pink dan pipi yang kemerahan.

Sial. Mengapa harus Wendy?

Tara kini tidak bisa menyangkal perasaannya, sekeras apapun ia mencoba.

...

Selatan Keano Saveri menghentikan mobilnya di pelataran rumahnya dan memandang motor milik Tara yang sudah terparkir di garasi rumahnya. Jam menunjukkan pukul tujuh malam dan Tara pasti sedang belajar di kamarnya.

Banyak orang yang tertipu dengan penampilan Tara yang berandalan. Tara bukanlah tipe orang yang diam memperhatikan saat berada di kelas, tetapi Tara selalu mendapatkan nilai terbaik saat ujian berlangsung. Bahkan, beberapa guru pernah menuduh Tara menyontek saat ujian.

Tara bukan tipe orang yang banyak berbicara dan membual. Adiknya dengan sengaja mendaftarkan diri mengikuti lomba cerdas cermat Fisika dan berhasil membawa sekolah mereka hingga babak final.

Beberapa guru pada akhirnya percaya jika Tara memang pintar. Beberapa diantaranya menyangkal dengan tegas jika Tara tetaplah bukan contoh siswa yang baik.

Tetapi, Tara tidak akan mempedulikan hal-hal kecil seperti itu. Atan menyadari, jika Tara hanya membutuhkan seseorang yang berada di sampingnya. Dan Atan merasa jika ia belum bisa memenuhinya.

Keluar dari dalam mobil, Atan masuk ke dalam rumahnya dan di sambut oleh asisten rumah tangganya.

"Makanan sudah siap di atas meja, den Atan."

"Terima kasih, bi." Atan memandang rak sepatu tempat ia meletakkan sepatu yang baru saja di lepasnya. "Di mana Tara?"

"Sedang belajar di kamarnya." Asisten rumah tangganya menjawab. "Seperti biasa, tuan Antasena lembur di kantornya. Beliau sudah menelpon tadi."

"Terima kasih."

Atan berjalan masuk ke dalam rumahnya yang hening. Semenjak kematian ibu mereka, rumah menjadi sangat sepi dan Atan sudah terbiasa dengan hal itu. Begitupula dengan Tara.

Cinta dan Mata AnginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang